Setelah mengambil beberapa helai baju dan mengunci pintu, Sena dan mereka langsung pergi menuju hotel. Selama perjalanan, Sena masih belum bisa bercanda dengan mereka. Pikirannya masih tertuju pada Vhera, yang beberapa jam tadi pamit padanya untuk menikah dengan orang lain.
"Sudahlah, A. Jangan dipikirin terus. Mending nikah sama aku aja, setahun lagi aku lulus kuliah kan?" ucap Mina mencoba membuyarkan lamunan Sena.
"Iya, tuh Sena. Mending nikah sama Mina aja. Orangtuanya baik kok, dan ga pernah memaksakan keinginan anaknya. Mina bebas mau nikah sama siapa aja asal bahagia. Kalau saya jadi Mas Sena, saya udah gak akan cari cewek lain. Kurang apa coba? Sudah cantik, tajir, cinta mati lagi sama kita." Amang khotbah berapi-api.
"Ah, Amang bisa aja. Mungkin bagi Sena aku kurang cantik Mang, dia mandang cewek dsri cantiknya aja kali," ucap Mina mencoba memancing emosi Sena.
"Enggaklah, Mina. Kamu cantik kok. Vhera juga cantik dan baik. Hanya saja, prinsipku adalah biarkan cinta itu tumbuh dengan sendirinya, biarkan cinta yang memilihnya. Jika cintaku tumbuh ke arahmu, tentu aku akan menikah denganmu," balas Sena begitu kuat memegang prinsip, "bukankah kamu juga begitu, hanya mau menikah denganku? Jadi kita punya prinsip yang sama."
"Sudahlah, Sena. Aku akan menunggu cintamu saja. Aku tak akan menikah dengan siapa pun jika bukan denganmu.
"Jangan begitu, Mina. Carilah pria yang mencintaimu. Kamu berbeda denganku. Kamu itu wanita. Wanita itu kodratnya untuk dicintai, bukan mencintai."
"Itu benar, Sena. Aku akui itu, tetapi biarlah kita lihat sampai kapan aku menunggumu. Semoga kamu bisa mencintaiku sebelum aku menyerah."
"Kita udah dikit lagi sampai, Neng," ucap Amang mengingatkan, "Neng usah booking kamar bemum tadi?"
"Waduh Mang, Eneng lupa!"
"Yah ... si Eneng mah .... Yaudah semoga aja masih ada kamar yang kosong. Biasanya hari Jum'at gini gak sepadat hari sabtu sih ...."
Mereka pun sampai. Segera Mina menuju meja Reseptionist,
"Mbak, saya pesan dua kamar, yah ... yang satu "Double Bed." ucap Mina kepasa oetugas resepsionis.
"Baik, Mbak." Terlihat petugas itu mengetikkan sesuatu di komputernya, lalu mengambil sejumlah kunci, "ini Mbak kuncinya."
"Makasih, ya Mbak." Mina segera menerima kunci itu lalu diberikannya satu ke Amang "woy Amang, ini kunci kamar Amang."
"Wah makasih Neng." Dengan jurus seribu langkah Amang segera mencari letak kamarnya berdasarkan nomor kamar yang tertera di gantungan kuncinya.
"Ayuk, A. Kita ke kamar ...," ajak Mina. Di dalam dadanya sepertinya ada sesuatu yang berdenyut-denyut ingin segera terlepaskan. Suatu hasrat dan rasa haus yang ingin segera terlampiaskan, yang hanya bisa terpuaskan oleh kekasih pujaan .
Sena pun tak kalah bergejolak. Saat ini berlangsung peperangan di dalam dadanya, antara nafsu melawan akal sehat. Namun sekeras apapun nurani menghadang, nafsunya sudah terlanjur menguasai sisi manusianya. Dia tak sabar mengulangi kenikmatan mereguk madu, entah sudah berapa ratus kali dia merasakannya bersama Mina.
Dalam situasi seperti ini, keindahan lekuk tubuh Mina sangat terlihat meski dibalik tirai jaket tebal. Sepanjang perjalanan menuju kamar, tak henti-hentinya Sena memandang kulit putih leher Mina. Sena memang sangat beruntung, wanita yang sangat mencintainya memiliki fisik yang sesuai seleranya. Putih, tinggi, cantik, manis, anggun, rambut hitam lurus terurai, bahu kecil, pinggang kecil, perut rata, kaki jenjang, jari lentik, bibir mungil, dagu lancip. Di mata Sena, Mina hanya satu tingkat di bawah Vhera, yaitu alisnya yang tipis. Selain itu tidak ada perbedaan tingkat apapun. Bagi Sena, Mina dan Vhera adalah ras bidadari yang tersesat di bumi.
---
Bagaimanakah kelanjutan kisah cinta mereka?
Apakah Sena mulai bisa belajar mencintai Mina?
Apakah rasa sakit karena ditinggalkan Vhera, serta kenikmatan yang terus menerus disuplai oleh Mina membuatnya memilih untuk melupakan Vhera?
Kebeneran apa yang belum terkuak mengenai Vhera?
"Mina ... salahkah aku jika selalu jatuh dalam pelukanmu, Mina? Sebelum aku benar-benar bisa mencintaimu?"
"Cintaku ini bukan cinta manusia biasa, Sena. Cintaku adalah cinta yang harus memiliki. Aku tak peduli jika harus menunggu berapa lama pun!"
"Lalu mengapa kau selalu meminjam ragaku? Benarkah cinta yang kamu tuju?"
"Hahaha ... Sena ... jika aku hanya mengharap ragamu, tentu banyak pria yang lebih tampan dan kekar dibanding kamu!" Mina menepis tuduhan Sena dengan heran, "so ganteng kamu ah ... Bambang!"
"Oh, gitu. Ok, lain kali jangan harap kamu bisa mengajakku berbuat seperti ini lagi," jawab Sena dengan nada mengancam.
"Cieee .... ngambek nih si A'a. Udah deh A. Bagiku cinta sejati itu adalah selalu ingin dekat, yang hampir mati jika berjarak. Memiliki ragamu sudah cukup membuatku hidup, A."
"Gila kamu, Mina!" balas Sena dengan sedikit membentak.
"Cinta itu gila, A, hahahah ... tapi suka kan?"
"Gak!"
Sena membuka layar ponselnya. Dilihatnya jam yang menunjukkan waktu pukul 9. Sena tak menyangka mereka sudah berjam-jam menyatukan rasa, dengan beberapa kali jeda. Saat sedang berdua seperti ini, mereka merasa saling bahagia. Seakan lupa bahwa mereka sering dihampiri rasa kecewa, dan mereka pun sebenarnya merupakan dua manusia tipe setia. Sena adalah cinta pertama sekaligus pemetik mawar seorang Mina, dan Sena sangat sulit membagi cintanya yang sudah diberikan sepenuhnya pada Vhera. Meski Sena sering menghisap madu bersama Mina, bukan berarti hatinya berpindah. Namun, Sena memilih pasrah hanya karena tak ingin melihat Mina terluka.
"Mina, kita sudah sama-sama puas. Pakailah bajumu," ucap Sena pada Mina yang masih berbaring lemas.
"Sabar, A. Mina juga mau mandi dulu."
"Ya sudah mandi dulu sana. Kamu gak lapar kah?"
"A'a telpon Amang gih ... suruh Amang beli makanan."
"Kita makan bareng di luar aja, gimana?"
"Yaudah terserah A'a aja."
"Yaudah sana mandi dulu!" Ucap Sena berteriak.
"Iya iya ... ish ...." Mina pun melilitkan selimut ke tubuhnya lalu berjalan ke kamar mandi. Sedangkan Sena langsung memakai baju dan celananya. Pikirnya jika mandi malam pasti rasanya dingin sekali.
"Halo ... Amang di mana?" Sambil menunggu Mina selesai mandi, Sena menelpon Amang, "kita makan di luar yuk ... Amang lapar gak?"
"Wah kebetulan, Mas. Saya juga udah laper nih. Kuy lah ...."
"Yaudah Amang siap-siap aja, sebentar lagi saya sama Mina keluar."
"Ok, Mas. Saya tunggu di mobil ya ...."
"Yaudah, Assalamualaikum ...."
"Waalaikum salam ...."
Mina keluar dari dalam kamar mandi. Dia meminta Sena untuk mengambilkan baju yang ada dalam tas,
"Sayang, tolong ambilin baju di tas dong ...."
Sena terkejut melihat Mina berdiri di depan kamar mandi tanpa sehelai benang pun, "Woy jangan keluar dengan telanjang begitu dong!" bentak Sena padanya.
"Ups ... sorry, A."
Sena pun beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil pakaian dari dalam tas Mina, "Yang mana nih?"
"Yang merah, A, celananya warna item!" jawab Mina dari dalam kamar mandi.
"Ini!" Sena memberikan baju dan celana Mina dengan kassr, "kalau saja kita gak mau keluar cari makan, sudah kuperkosa kamu!"
"Iiihhh ... mauuuu ...," balas Mina dengan suara manja.
"Yaudah cepet ah! Udah lapar nih perutku!"
"Iya, A. Sabar sedikit napa ...."
Beberapa saat kemudian, Mina keluar dari kamar mandi dan sudah berpakaian. Sena yang berdiri tepat di kamar mandi, seketika tak mampu berkedip melihat Mina sangat mempesona lebih dari biasanya.
"Mina, kamu cantik sekali ...." Sena pun lantas mencium bibir mungil Mina tanpa ampun, sampai Mina sesak napas."Ish A'a, udah tahu Mina cantik kenapa kayak baru sadar!" ucap Mina yang heran melihat tingkah Sena, "ayuk kita keluar, si Amang sudah nunggu."Mereka pun keluar kamar menuju tempat parkir. Tak butuh waktu 5 menit, mereka sudah sampai. Amang tidak sadar dengan kedatangan mereka, karena sedang sibuk main Game.Melihat Amang yang sangat serius main Game, Mina pun mendekati Amang dengan berjalan perlahan, dengan niat mengagetkan Amang,"Woy!" bentak Mina sambil menepuk pundak Amang dengan kedua tangan dari belakang. Seketika Amang loncat karena kaget. Ponselnya jatuh."Yaahh ... Neng, layarnya retak nih ...!""Hahahah ... maaf ya Mang. Abis serius banget main gamenya. Udah gausah pusing. Nanti Neng ganti yang baru.""Wokeh, Neng. S
"Neng, kita udah sampai nih," ucapku pada mereka di belakang. "Mina tidur, Mang. Hahah," balas Sena. "Lah ... padahal cuma 20 menit juga sampai, udah tidur aja dia." Aku pun keluar dari mobil lalu membukakan pintu mereka, "Bangun, Neng ...." Mina pun bangun, lalu keluar dari mobil bersama Sena. Kasihan, sepertinya Mina sangat lelah hari ini. Terkadang aku prihatin pada kondisi Mina yang selalu ambruk hanya karena mengejar lelaki seperti Sena. Walau sudah ditolak dan disakiti, cinta Mina tak berubah walau hanya sesaat. "Saya langsung ke kamar ya Mas, Neng ... cepat istirhat ya ... kalau perlu apa-apa telpon aja ...." "Iya, Mang. Kita istirahat lah malam ini," jawab Sena. Mina pun menjawab sambil melambaikan tangannya, "Sampai jumpa besok ya, Mang ...." Selama 4 tahun menjadi supir pribadinya, aku menjadi sangat mengenal seperti apa kepribadiannya. Dia adalah wanita pecinta sejati, yang tak akan pernah menjalin hubungan sebelum dia yakin
"Iya, sih Mas. Kalau boleh saya bilang, sebenarnya Mas itu orang kedua yang mengetahui kriteria yang diinginkan Mina. Sayalah orang pertama yang sering diajaknya membahas tentang cinta, dan darinyalah saya banyak belajar. Jika bukan karena kutipannya, saya pasti sudah lama menjadi pria yang masuk dalam barisan sakit hati, heheheh .... Menurutnya, cinta sejati adalah yang mampu membangkitkan jiwa, tidak pernah menyerah, dan siap berjuang dengan mengorbankan apa pun." Aku menanggapi cerita Sena dengan sok bijak. Aku pun melanjutkan, "asalkan Mas tahu, saya adalah orang yang seperti telah mendapat pencerahan dari seorang Mina. Bayangkan saja Mas, pria mana sih yang tidak cemburu dan iri hati melihat Mas dicintai oleh Mina? Seorang wanita muda tajir melintir, yang dibebaskan dalam mencari calon suaminya nanti, mengejar-ngejar seorang pedagang Martabak, dan tak menyerah meski sudah sering ditolak. Namun karena saya sudah lulus kuliah percintaan yang didirikan Mina di mobilnya, ha
Sena masih sibuk dengan aktivitas menghisap madunya, dan aku hanya pasrah menikmati setiap detik sentuhannya. Padahal, delapan bulan yang lalu dia sangat enggan mencoba rasa manis yang kutawarkan. Kini, madu yang telah menjadi minuman favoritnya itu bisa dia reguk kapan saja dia mau, dan aku selalu siap memberikannya. Asal bisa membuatnya bahagia, apa pun akan aku korbankan. Baik harta, tahta, atau dukungan apa pun itu. Namun, sampai detik ini aku belum juga mendapat cinta darinya. Mawar yang telah kuberikan belum cukup mampu meraih kesetiaannya. Dia hanya dekat denganku setiap madu itu siap dihidangkan. Selepas lapar dan dahaga, hatinya lupa bahwa aku menginginkan hidup bersamanya. "Oh ... Sayang ... makasih ya, Sayang ...," ucapnya saat mencapai puncak kenikmatan. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Oh ... Sena, jika aku tak bisa mendapatkan cintamu, maka tak kubiarkan siapa pun bisa memiliki ragamu. Segala cara kulakukan agar kau jatuh dan terjatuh lagi
Melihat kami yang sedang memanggilnya, Vhera menutup laptopnya lalu beranjak mendekati kami. Benar kata Sena, ternyata pesona Vhera jauh lebih indah di atasku. Benar-benar cantik sempurna. "Heeey, apa kabar ...," Vhera menyapa dan menyalami kami bertiga. Seetelah itu Sena mempersilahkannya duduk lalu memperkenalkannya pada kami. "Vhera, Amang, kenalin nih, namanya Vhera. Wanita pujaan hatiku," ucap Sena yang sedikit melukai hatiku. Tapi biarlah toh ini cuma basa-basi aja. "Salam kenal, Kak. Saya Mina, dan ini supir saya, Amang." "Oh, iya salam kenal semuanya. Sudah lama di sini?" ucap Vhera. Aku pun menjawab, "Baruuuu aja sampai, Kak. Barusan juga udah pesan makan. Kakak udah makan? "Saya udah makan sih tadi, hampir satu jam saya di sini. Jadi ... kalian lagi pacaran ya?" tanya Vhera, membuatku tertawa kecil. Aku pu langsung menjawabnya, "Iya, Kak. Kami emang lagi pacaran, hihihih ...." "Bisa aja kamu, Mina." Sena menya
"Mang, besok jam 7 udah harus stay di mobil, ya ...," ucapku pada Amang sambil berlalu menuju kamar. "Ok siap, Neng!" Setelah sampai membuka pintu kamar, aku dan Sena langsung menjatuhkan diri ke atas kasur. Beberapa menit kami saling diam dengan mata terpejam, lalu aku mulai membuka percakapan, "Yang ... langsung mau tidur?" tanyaku padanya. "Ngantuuukk ...," Sena pun menjawab sambil masih tengkurap dengan mata terpejam. "Yaudah ko gitu tiduerah ...." Entah berapa menit kemudian, kami pun tertidur pulas masih dengan posisi semula. Hari ini dosen tidak datang. Padahal tidak setiap hari aku semangat belajar. Giliran hari ini semangat, dosen malah tidak datang. Hufft ... Menyebalkan. "Cieee ... Vhera ... yang dimintain nomor WA sama cowok ...." "Ih ... apaan sih ... biasa aja kali." Kejadian di Supermarket siang itu membuatku menjadi bahan Ghibah oleh teman-teman satu kelompok. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa
Jarak antara rumah dengan kampusku sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Setiap hari aku selalu berjalan kaki walau banyak teman-teman yang menawariku tumpangan. Karena selain dekat, aku lebih suka berjalan kaki karena bisa menikmati pemandangan pagi. Selain itu, udara pagi sangat menyehatkan pikiranku. Apalagi pagi ini hatiku sedang berbunga-bunga. Sepanjang perjalanan menuju kampus aku bernyanyi dengan suara kecil, Kaaau dan aakuuu ... Terciptaa ooleehh waaktuuu ... Haanyaaa untuuuk ... Saling mencintaii ... Muungkin kiitaa ... Diitakdiirkaan bersaamaaa ... Raaajuutt kaaassiihh ... Jaalin ciiintaaaa ... "Woy, Vhera. Ayuk naik!" ajak Rahma yang tiba-tiba muncul di depanku. "Gak, ah, Rahma ... mau jalan kaki aja ...." "Aduuuh ... gak usah nolak deh ... cepet naik!" "Iya, iya ...." Aku pun akhirnya naik motor Rahma. Entah mengapa kalo Rahma yang ngajak aku tidak bisa menol
""saya gak nyangka, Vher ...." "Kamu kecewa, ya?" "Saya kira mawar itu masih ada" "Jadi kamu mengajak saya ke hotel ini, terus kamu mengira saya masih punya mawar, gitu? Maksud kamu apa Sena, kamu ga bercanda, 'kan? Entah benar atau tidak, tapi perasaan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Aneh saja jika dia mempertanyakan di mana bunga mawar itu. Dengan bersedianya aku ikut ajakan dia saja, seharusnya dia sudah bisa menebak bahwa aku tak sesuci wanita yang dia harapkan. "Bukankah sewaktu kita Chat, saya sudah bilang? Saya sudah tidak punya apa yang semua lelaki harapkan, tapi kamu gak percaya!" Seketika aku menangis. Seharusnya dari awal aku sudah mengira bahwa Sena tetap akan mempertanyakan ini, tetapi aku benar-benar bodoh. Bagaimana bisa aku mengira, bahwa Sena hanya berpura-pura sedang tidak percaya pada pengakuanku. Flaeh Back (Ingatan Vhera). W******p Chat: Sena: [Tidak mungkin! Tidak mungkin wanita secant