Hari ini Paris terlihat sangat cerah. Birunya awan menampakkan indahnya di langit biru. Seorang penjaga gerbang membuka pagar dan sebuah mobil Ferrari California warna merah masuk di rumah Devano. Semua orang yang di lintasi mobil tersebut menundukkan kepala, sepertinya orang dalam mobil tersebut sangat penting sekali. Morgan langsung membukakan pintu mobil mewah tersebut. Seorang lelaki dengan memakai jaket denim di padukan dengan T-shirt putih keluar dari mobil, dia sangat merindukan rumah ini. “Selamat datang kembali, Tuan Roland.” Sapa Morgan kepada majikan mudanya yang tak lain adalah adik Devano.Roland adalah satu-satunya adik Devano yang selesai menempuh pendidikan di Inggris dengan jurusan kedokteran. Hampir lima tahun dia tidak pulang dan belum bertemu dengan kakaknya Devano. Roland sedikit malas pulang ke rumah karena tidak ada orang tua dan hanya kakak Devano saja. Devano lelaki yang cuek, angkuh, dingin sehingga membuat Roland malas untuk pulang.“Terima kasih, Morgan ka
Roland masih menggendong tubuh gadis mungil yang masih pingsan. Sebenarnya dia ingin istirahat dan merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk, tetapi jika melihat apa yang terjadi di depan matanya, Roland tidak bisa tinggal diam jika ada kejadian yang memalukan seperti ini. Roland tak henti-hentinya memandangi gadis cantik yang dia gendong. Kesalahan terbesar apa yang di lakukannya sampai kak Devano tega mengurungnya di tempat yang gelap dan pengap. Kakinya terus melangkah sampai sebuah kamar sudah berada di depannya dan berdiri Morgan di depan pintu dengan wajah tertunduk. Morgan takut jika tuan Devano marah karena Roland membebaskan Raina. Entah apa yang akan di lakukannya yang pasti nyawa taruhannya.“Jika gadis ini kenapa-napa kau harus bertanggung jawab, Morgan.” Ancam Roland sambil menunjuk tangannya ke arah wajah Morgan. Morgan hanya diam tanpa bicara sepatah kata apapun.Dengan tergesa-gesa Roland membawa gadis itu masuk ke dalam kamar. Sepertinya kondisinya sedikit tidak baik-b
Raina masih termangu di ranjang, dia melepas selang oksigen yang dirasa sudah tidak di butuhkan lagi. Roland tidak mau membantunya keluar dari rumah ini. Sebenarnya cukup muda bagi Raina untuk kabur, namun Morgan bodyguard Devano mempunyai pengintaian yang cukup tajam. Sungguh ironis nasib Raina saat ini. Lelaki arogan itu hampir saja membunuhnya. Sudah cukup ayahnya sekarang dia. Devano memang lelaki yang harus di beri pelajaran. Raina mulai bernafas dengan terengah-engah dan menahan emosinya, sekelebat dia mengingat apa yang dilakukan Devano, Ingatannya melayang saat pembalasan kepada ayahnya dan mengambil peternakan milik orang tuanya yang di rebut Casanova arogan dan bagaimana dengan nasibnya yang terpuruk terperangkap oleh Devano. Hanya satu yang bisa menolong dirinya, Roland. Apapun yang terjadi dia harus menolong dirinya kabur dari sini. Raina menangis sejadi-jadinya. Nasibnya sangat sial sekali. Raina ingin kembali dengan dunianya di perawat. Kedua tangannya mengepal dengan
Devano masih menatap horor ke arah Raina. Nafasnya terengah-engah. Gadis ini sudah membuatnya marah. Bagaimana bisa Raina harus kabur dari sekapannya. Tidak peduli siapa yang membebaskannya. Yang dia tahu siapapun tidak boleh menentangnya. Kedua tangannya mengepal. Tangan Devano gatal ingin memukul seseorang.Bug!Satu pukulan mendarat di pipi Morgan. Lagi-lagi Morgan tersungkur. Pukulan yang di layangkan Devano sangat keras dan kuat. Raina melihat Morgan sudah tidak berdaya. Hatinya teriris-iris melihat kelakuan Devano.“SUDAH CUKUP, DEVANO!” Teriak Raina. Raina langsung menghampiri Devano sambil memegang kerah bajunya, dia tidak peduli lagi dengan Casanova arogan yang ada di depannya. Sepasang mata saling memandang penuh amarah. “Kau sangat keterlaluan, Devano. Aku muak lama-lama denganmu. Morgan tidak bersalah dan kenapa kau mengajarnya penuh sadis. Di mana hati nuranimu, Dasar lelaki gila, jahat!” Ucap Raina penuh emosi sambil mempererat pegangannya.Devano merasa risih dengan k
Malam ini Devano mengurung Raina. Bukan di bawah tanah melainkan di kamarnya. Devano masih setia dengan laptopnya. Ada proposal yang harus dia pelajari. Perusahan di bidang ponsel akan menjadi miliknya kembali. Devano sangat puas karena banyak perusahaan kecil bisa dia kuasai. Bukan Devano namanya yang tidak punya cara licik. Kedua matanya terhenti melihat Raina sedang mondar-mandir di depannya membuat Devano merasa risih dan terganggu. Sesekali dia menggigit kukunya. Ada apa dengan gadis ini? Sungguh aneh. Kedua tangan Devano bersendagu sambil memandangi Raina. Raina tidak menyadari jika Devano terus memperhatikannya.“Kurcaci kecil, ada apa denganmu? Kau membuat kedua mataku lelah melihatmu mondar-mandir seperti setrikaan saja.” Nada dingin Devano membuyarkan aktivitas Raina.Raina memandangi Devano dengan wajah kesal. Lelaki ini seperti tidak ada rasa iba dan bersalah kepada wanita. Bagaimana Raina tidak gelisah, dia di kurung di kamar Devano berdua kalau ada hal yang tidak di
Jam menunjukkan pukul 19.00. Saatnya Devano menjemput gadis kecilnya. Devano masuk dan Raina menunggu dengan penuh antisipasi. Devano mengenakan jas hitam legam yang rapi. Rambutnya yang sedikit panjang. hingga menyentuh kerah disisir ke belakang, membuatnya tampak seperti iblis tampan yang begitu menggoda.Devano melangkah memasuki kamar dan Raina merasakan Devano tertegun sejenak menatap wajah Raina yang sudah dirias sedemikian cantiknya, namun kemudian mata Devano menatap ke arah Raina yang masih mengenakan gaun biasa warna putih tak tampak glamour di tubuhnya. Mata Devano menggelap seolah ada badai yang akan menerjang di sana,"Kenapa tidak kau pakai gaunmu yang aku berikan tadi?" desis Devano pelan.Raina mundur selangkah, menyadari intensitas kemarahan dalam suara Devano. Lelaki satu ini mungkin menderita post power sindrome sehingga mudah naik darah kalau keinginannya tidak diikuti, batin Raina dalam hati."Aku tidak mau. Gaun yang kau berika terlihat jijik jika aku kenakan di
"Kita sudah sampai. Cepat Turun!" Suara nyaring dan tegas terdengar dari mulut Devano. Langsung saja dia melepas selt beltnya. Sekilas melihat Raina yang masih terdiam. Devano sedikit kesal gadis kecil yang ada di sampingnya karena Raina tidak menggubris perkataannya. Devano tidak suka siapapun tidak menuruti perkataannya."Punya telinga? Kalau punya cepat turun kita tidak ada waktu lagi, ini adalah hari spesial bagiku." Devano marah dan sedikit membentak. Suaranya yang lantang membuat Raina sedikit takut.Raina hanya bisa membuang muka, Tapi tidak bagiku. Bagiku ini adalah hari sial bagiku. Batin Raina menggerutu.dia melepas selt beltnya. Ah, sial kenapa susah sekali. Bekali-kali Raina mencoba melepaskan ikatannya namun gagal. Jangan sampai Devano melihat kebodohan apa yang dia lakukan. Macet, selt belt tidak lepas. Raina mengutuk mobil ini cepat-cepat masuk ke bengkel atau di buang saja. Mobil berkelas tapi fasilitas tidak memadai.Devano melirik jam tangan hitamnya yang ekslusi
Puas dengan tangisannya Raina segera keluar dari toliet. Sebuah kaca besar memantulkan tubuhnya yang begitu anggun. Wajahnya sembab, dia memperbaiki penampilannya yang acakan. Jangan sampai Casanova bagai iblis itu melihat penampilannya yang amburadul di tambah make up-nya yang luntur karena terkena air mata.“Raina, kamu harus kuat. Apapun yang terjadi kamu harus merebut kembali peternakan milik ayah.” Raina menyemangati dirinya. Gaun yang melekat di tubuhnya begitu anggun saat di pakai, dia merapikan gaunnya dan melenggang keluar.Sial, pintu toilet tidak bisa di kunci padahal tadi baik-baik saja. Raina mencoba membuka pintu namun tidak bisa. Ada yang sengaja mengunci dia di dalam. Melihat di sekelilingnya tidak ada orang hanya dia saja membuat Raina takut. “Tolong! Buka pintunya!” Raina mendobrak-dobrak pintu berharap ada yang menolongnya. “Tolong!” Teriak Raina berulang kali. Beruntung di dalam toilet tidak pengap. Raina paling tidak bisa jika di ruangan lembab, tertutup. Bisa-bis