Flashback off"Mas." Tegur Bianca saat tidak mendapatkan respon dari suaminya.Dewa yang tersadar langsung menjawab, "Iya." "Iya?" Bianca memastikan dengan mesam mesem."Maksud saya—Dewa menggantung ucapannya, ia bingung untuk menjelaskannya, ia bilang iya karena reflek setelah ia tersadar dari lamunan."Aku paham." Ucap Bianca dengan nada kecewa."Apa kamu tidak mencari tahu keberadaan Langit?" Tanya Dewa."Langit? Entahlah aku tidak peduli kepadanya.”“Kenapa? apa karena dia sudah mengecewakanmu?” Tanya Dewa, jujur saja Dewa sudah sangat penasaran karena semenjak tahu Langit menghilang, Dewa tidak melihat raut khawatir maupun ingin tahu dari wanita yang sedang berada tepat di sebelah kanannya.Bianca menggeleng sebagai jawaban. kini Bianca merubah posisi sepenuhnya menghadap televisi.“Kita bukan sepasang kekasih, aku yakin Mas Dewa pasti sudah tahu fakta itu.”D
Di ranjang, ia melihat Bianca tidur sambil meringkuk membelakangi posisinya saat ini. Dewa tidak langsung bergabung di ranjang, ia memasuki kamar mandi terlebih dahulu untuk membersihkan diri dari keringat dan berganti pakaian.Sebenarnya Dewa lebih suka tidur dengan tidak menggunakan kaos atau piyama, dia lebih suka topless, namun, setelah menikah, mau tidak mau Dewa menghilangkan kebiasaannya. Selesai berganti pakaian, Dewa duduk di tepi ranjang, ia samar-samar mendengar Bianca sedang merintih kesakitan. Untuk lebih memastikannya, Dewa menggeser tubuhnya mendekati Bianca. Wanita itu semakin meringkuk dengan beberapa keringat di dahi. Melihat itu, Dewa mengambil remote AC yang berada di nakas samping ranjang. "Suhu AC nya tidak tinggi, kenapa tubuhnya berkeringat seperti itu." Dewa bertanya pada dirinya sendiri."Bi… Bi… Kamu sakit?" Panggil Dewa pelan.Bianca hanya merespon dengan gumaman saja. Dewa ragu-ragu menempelkan tangannya di dahi Bianca. Suhu tubuh Bianca normal, lantas
"Apa aku sudah melakukan sesuatu." Gumam Dewa tak yakin. Jika memang bercak merah ini karena ulahnya, harusnya Dewa tidak melupakan hal itu, bagaimanapun itu adalah hal yang sayang jika tidak dinikmati dengan benar.Pikiran Dewa kembali kotor, hingga Dewa harus menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. "Tapi, jika bukan noda karena itu, lalu ini, apa?" Tanyanya heran.Dewa mendengar suara gemericik dari dalam kamar mandi. Untuk memastikannya Dewa akan bertanya langsung kepada Bianca.Dewa sudah berdiri di depan pintu kamar mandi, hendak mengetuk, tapi, lebih dulu Bianca membuka pintu. "Eh Mas Dewa udah bangun." Ucap Bianca sedikit kaget. Tadi dia terbangun karena rasa tidak nyaman."Kamu mau kemana?" Melihat Bianca sudah rapi seperti hendak pergi.Bianca nyengir, "Aku mau ke supermarket di bawah.""Apa tidak bisa nanti saja?" Dewa memicing tidak suka, ini masih memasuki waktu subuh, dan istrinya sudah mau pergi keluar. Apa pandangan or
Dewa kembali tidak lama setelah Bianca, pria itu langsung pergi ke kamar yang sudah disulap menjadi tempat gym.Kebiasaan Dewa setelah menunaikan kewajibannya adalah berolahraga. Meski semalam ia sudah melakukannya, pagi ini dia tetap melakukannya kembali agar rutinitasnya tetap terjaga.Sedangkan Bianca sudah sibuk dengan peralatan memasak setelah membersihkan kamar. Hari ini Bianca akan memasak yang spesial untuk suaminya. Ia sudah antusias sejak semalam.Sebenarnya Dewa cukup sering makan di restorannya, mengingat tempat kerja suaminya itu tidak jauh dari restoran miliknya.Namun, Bianca tidak memasaknya sendiri karena sudah ada koki yang membantunya disana. Bianca justru lebih suka untuk mengamati suaminya daripada berada di dapur.Sesekali Dewa makan bersama klien dan wanita cantik yang kemarin datang kesini. Kadang terlihat sendirian saat makan malam. Waktu itu Bianca sangat ingin untuk sekedar menyapa sebagai cucu dari sa
Dewa berjalan mendekati Bianca yang masih sibuk dengan masakannya. Wanita itu menyanggul rambutnya, memperlihatkan leher jenjangnya, ia juga menggunakan apron. Dewa meletakkan gelas yang sudah kosong ke dalam sink, ia berniat mencucinya langsung, namun, Bianca segera melarangnya. "Biar aku saja, Mas. Mas Dewa mandi dulu, sebentar lagi masakannya matang." Ucap Bianca masih dengan spatula di tangan kanannya. "Baiklah." Dewa menurut, ia meninggalkan dapur dengan perut yang semakin keroncongan. Dewa masuk ke dalam kamar, ia melihat saat ini masih jam 6.30 biasanya ia selesai olahraga jam 7 pagi. "Ini pasti karena semalam sudah berolahraga." Gumam Dewa saat memasuki kamar mandi. Seperti pria pada umumnya, Dewa tidak memerlukan waktu yang lama untuk mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Dewa melihat kemeja, celana, jas dan dasi sudah siap di atas ranjang. Dewa memakainya lalu menuju meja makan, di meja sudah ada nasi goreng, jus jeruk
Belum sempat masuk kamar mandi ponsel Bianca berdering. Wanita itu melihat terlebih dahulu siapa yang menelponnya sepagi ini."Nomor asing?" Gumam Bianca melihat sederet angka menghiasi layar ponselnya.Bianca mengabaikannya, ia menaruh kembali ponselnya di atas ranjang. Belum mulai melangkah ponselnya kembali berdering dengan nomor yang sama.Dengan sedikit kesal, Bianca menggeser tombol berwarna hijau. Bianca akan mengomel, namun, suara di seberang lebih dulu mendominasi."Assalamualaikum Bianca, ini Mama. Maaf ya mengganggu pagi-pagi."Bianca meneguk ludah, bersyukur tidak jadi mengomel, jika tidak, hancur sudah reputasinya sebagai menantu."Waalaikumsalam Ma, tidak mengganggu kok, ada apa Ma?" "Hari ini kamu ada di apartemen, kan?""Hari ini Bian mau ke restoran, Ma." Jawab Bianca sambil menyiapkan pakaian yang akan dipakainya."Iya sudah, nanti Mama mampir kesana saja. Assalamualaikum.""
[ Lima menit lagi Mama sampai. ]Bianca meletakkan ponselnya setelah membalas pesan dari mertuanya. Bianca bergegas turun untuk menyambut kedatangan mertuanya.Di lantai bawah tidak banyak tamu yang datang, karena belum waktunya makan siang, hanya ada beberapa meja yang terisi.Dari tempatnya berdiri, Bianca bisa melihat ada mobil yang baru saja parkir. Benar saja ibu mertuanya itu keluar dari pintu penumpang.Bianca keluar untuk menyambut kedatangan mertuanya."Assalamualaikum Ma." Bianca mencium tangan Maria dengan takzim."Waalaikumsalam anak Mama yang cantik." Jika dibandingkan dengan Tari, ibu dari Langit, Maria jauh lebih terlihat ramah dan baik hati. Bukan maksud Bianca mengatakan Tari tidak baik, hanya saja tatapan wanita itu tidak terlihat setulus Maria."Apa kabar, Mama yang cantik?" Ganti Bianca yang memuji Maria. Bianca juga mempersilahkan Maria masuk ke dalam ruangannya yang berada di lantai dua."Alhamdulillah Mama baik, kamu sendiri gimana sama Dewa?""Alhamdulillah kam
Jam makan siang tinggal beberapa menit lagi, karena ini pertama kali Bianca datang ke kantor Dewa, Bianca berjalan menuju meja resepsionis terlebih dahulu."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" Sapa petugas resepsionis lebih dulu."Selamat siang, Saya ingin bertemu dengan Pak Dewangga." Jawab Bianca.Wanita yang ada di depannya menatap Bianca dengan tatapan menilai, "Apa sebelumnya sudah membuat janji?"Bianca tak suka dengan cara wanita itu menatap dirinya. "Saya Bianca, istrinya, apa perlu saya membuat janji untuk bertemu dengan suami saya?" Bianca bukan wanita lemah yang akan terintimidasi dengan tatapan menilai dari wanita bernama Nora ini."Istrinya? Anda jangan bercanda!" Wanita itu tidak percaya, wanita yang ia lihat di televisi sangat cantik bak bidadari. Tapi, wanita yang sedang mengaku-mengaku ini tidak mirip dengan yang dia lihat di berita."Apa kamu tidak memiliki televisi untuk melihat acara pernikahan kami?setidaknya kamu memiliki bukan? Atau kamu mau saya belikan?"