Setelah mendapat SP satu dan mengetahui fakta bahwa Rudy adalah orang yang membiusnya di club, Diana jadi enggan ke kantor. Pagi ini dia hanya berbaring di tempat tidur dengan mata menatap langit-langit. Alex yang mampir saat subuh masih terlelap.
Hati Diana sangat sedih mendapatkan perlakuan tidak adil. Selama ini dirinya tidak pernah menyakiti orang lain dengan sengaja. Dia hanya menjalani hari dengan normal dan sebisa mungkin menghindari konflik. Sayangnya itu tidak cukup. Hembusan nafas Alex membuat leher Diana hangat. Dia berpikir seandainya dirinya memiliki sedikit kepribadian Alex yang bebas dan pemberani, mungkin orang tidak akan berani berbuat seenaknya, mungkin dia akan berani menampar Gladys yang bermulut lancang, mungkin dia akan berani membela diri di hadapan Pak Albert, mungkin dia akan berani melaporkan Rudy berdasarkan kesaksian Alex dan bukti rekaman CCTV dari club. Langit sudah semakin terSelesai dengan urusannya di kamar mandi Alex melangkah keluar dengan segar. Dia melihat Diana sedang sibuk di dapur. Jam berapa sekarang? Apakah Diana tidak berangkat kerja? Alex menuju dapur dengan penasaran. "Kamu tidak pergi kerja?" tanya Alex. "Malas," sahut Diana singkat. Tangannya bergerak lincah memotong bawang. Alex memperhatikan wanita mungil di hadapannya. Meskipun kepalanya tertunduk tapi dia masih bisa melihat pipi yang merona. Sepertinya Diana masih malu dengan sentuhan yang tidak disengaja tadi. "Baiklah. Aku akan menemanimu sepanjang hari ini," kata Alex senang. Diana melirik tangan Alex yang ada di atas meja. Tangannya besar dengan urat bertonjolan. Pantas saja sentuhannya membuat sakit. Diana kembali tertunduk malu. "Masih terasa sakit?" tanya Alex. Diana mengangguk. Alex membayangkan mengusap bagian dada Diana u
Diana menghela nafas. Matanya berkali-kali membaca surat pengunduran diri yang dia ketik di PC. Tidak ada orang yang dapat mengetahui apa yang dikerjakan Diana karena layar PC-nya membelakangi pintu ruangan. Setelah menghela nafas satu kali lagi Diana menyimpan ketikannya dengan nama file: RESIGN. Tadi pagi Pak Albert memanggilnya lagi karena membolos tanpa pemberitahuan untuk kedua kali. SP satu segera naik pangkat menjadi SP dua, yang berarti pemotongan gaji. Hal ini membuat hati Diana semakin tawar. Handphone Diana berbunyi nyaring. Loh, rupanya sudah jam setengah lima sore? Begitu asyiknya mengetik surat pengunduran diri sampai lupa waktu? Diana tertawa geli dengan tingkahnya sendiri. "Halo?" sapa Diana. "Hei Princess. Mau ke pantai?" tanya Alex tanpa basa-basi. "Sore begini? Nanti masuk angin loh..." "Aku bawa jaket untukmu." "Hah? Ukuran badanmu
Tengah malam tiba. Langit di luar hitam sepekat tinta. Alex dan Diana masih terlelap di tempat tidur dengan berbungkus selimut. "Mmmmh...." Diana menggumam. Tidurnya nyaris berakhir. Tanpa berusaha membuka mata Diana menggapai mencari handphone yang biasa dia letakkan di kepala tempat tidur. Mana handphonenya? Terlebih lagi, kenapa dia tidak dapat bergerak? Perlahan Diana membuka mata. Kegelapan pekat menyambut penglihatannya. Oh, lampu tidak dinyalakan. Dimana ini? Ini bukan kamarnya? Dan siapa ini yang sedang memeluknya? Tunggu sebentar, kenapa terasa dingin? Tangannya meraba ke dalam selimut dan menemukan bahwa tubuhnya telanjang. Panik, Diana mendorong tubuh yang berada di sisinya. "Owh.... Oh my God, Diana...," gerutu Alex yang terkena tamparan tepat di wajah. "Mana pakaianku??" Diana terus berusaha mendorong tubuh Alex menjauh d
Keadaan di kantor bertambah tidak nyaman bagi Diana. Pak Albert kini lebih sering berjalan melewati ruangannya dan melongok ke dalam. Gladys juga semakin berani dalam berkata-kata, membuat Diana membayangkan hal buruk terjadi atas diri Gladys. Kalau sesuka itu terhadap Alex kenapa tidak mendekatinya saja? Ya kan? Penghiburan Diana adalah membaca berulang-ulang surat pengunduran diri yang telah dia ketik rapi. Dia akan membuat semua orang terkejut. Tunggu saja tanggal mainnya. Diana sudah membayangkan akan menyerahkan surat pengunduran diri ini di akhir bulan. Sebuah pesan singkat masuk ke handphone Diana. Pasti Alex. Diana membacanya dengan wajah berseri. Alex tidak pernah absen mengirimkan pesan singkat sebelum menjemputnya di kantor. Dia membuat Diana menantikan waktu dengan gembira. Lima menit menjelang jam pulang kantor lantai atas sudah kosong. Pak Albert tidak mau berlama-lama di kantor karena dia harus men
Dalam keadaan seperti ini Diana tidak protes saat Alex membawanya pulang ke penthouse. Dia juga tidak protes saat Alex membantu melepas pakaiannya yang robek. Diana memakai pakaian yang diberikan, sebuah kaos hitam yang kebesaran. Alex merebahkan Diana di tempat tidur dan membungkusnya rapat-rapat dengan selimut. Perlahan tangan Diana meraih tangan Alex. Dia butuh rasa aman. Mereka berpegangan tangan di atas selimut. "Kok kamu bisa tahu...?" tanya Diana lirih. "Aku bertemu wanita yang bernama Gladys di depan kantormu. Dia berusaha menarik perhatianku dengan mencolok, tapi matanya sesekali melirik ke lantai atas gedung. Karena kamu tidak keluar juga, aku langsung tahu kalau ada yang tidak beres." Diana terisak pelan. "Kamu sudah aman sekarang Princess." Alex meremas tangan Diana dalam genggamannya, "Jika ada yang berani menyakitimu aku akan mematahkan tulang-tulang di tubuhnya."&nbs
Tidak semua orang mengenal latar belakang keluarga Diana Putri. Di kota ini Diana hanya dipandang sebagai seorang wanita muda yang lugu, belum pernah berpacaran, dan pastinya masih suci. Apalagi Diana hanya bekerja di kantor biasa sebagai karyawan biasa. Secara keseluruhan Diana adalah seorang wanita yang cantik, namun tidak ada seorang lelaki pun yang mampu mencairkan hatinya yang dingin. Ayahnya, Benyamin Hartanto, adalah seorang konglomerat yang rendah hati. Benyamin menguasai bisnis retail, suplemen kesehatan, dan barang antik. Hartanya berlimpah, tapi dia tidak pernah memanjakan anak-anaknya dengan kekayaan. Maka Diana dan kakak lelakinya tinggal di kota yang berbeda dan bekerja untuk menghidupi diri mereka sendiri. Ibunya, Mikaela Hartanto, adalah seorang wanita dari keluarga biasa yang ditaksir Benyamin sewaktu muda. Sama seperti Diana sekarang, Mikaela muda adalah seorang wanita yang tidak mudah membuka hati terhadap lela
Diana membenamkan wajah di dada Alex. Matanya terpejam menikmati detak jantung dan aroma tubuh Alex yang maskulin. Semua hal itu membuat Diana merasa nyaman. Entah kenapa mengetahui dirinya bersandar di sisi tato kepala naga menambahkan rasa aman dalam hati Diana. Apakah yang dikatakan Alex benar? Bahwa naga adalah makhluk mistis pelindung keluarganya? Jari-jari Diana menelusuri torehan tinta hitam yang membentuk gambar kepala naga. Mulut sang naga yang menganga menimbulkan kesan seolah dapat menggigit jarinya. Diana mengusir pikiran itu jauh-jauh. Naga cuma ada dalam dongeng anak kecil. Alex masih membutuhkan tidur supaya dirinya dapat aktif dan waspada di malam hari. Diana menemani dengan baik--sambil menekuni tatonya. Siangnya Alex memesankan makan siang untuk mereka dari salah satu restoran bintang empat. Diana menikmati makan siangnya yang lezat, sedangkan Alex lebih menikmati Diana daripada
Saat masih muda Alex telah kehilangan keluarganya. Bukan karena kecelakaan, tapi karena kedengkian lawan bisnis ayahnya. Alex yang saat itu pergi diam-diam dari rumah untuk ikut serta di arena tarung bebas ilegal lolos dari pembantaian. Dia berhasil bangkit dari keterpurukan dan membalas dendam pada pembunuh keluarganya. Alex tidak membunuh, dia membuat situasi korbannya begitu buruk hingga mengakhiri hidup sendiri. Pengalaman hidup yang pahit membentuk Alex menjadi seorang lelaki yang tidak percaya pada siapa pun. Kepribadian inilah yang membantunya dalam membangun bisnis dari nol. Kawan dia sambut, lawan dihadapi dengan tangan besi. Alex membuat dirinya dikenal semua orang, terutama mereka yang bergerak dalam bisnis hiburan malam. Lawan-lawan Alex telah berusaha menggunakan berbagai cara untuk menjatuhkannya, tapi dia terlalu pandai. Bahkan wanita-wanita cantik yang dikirimkan tidak satu pun yang mampu memikat hati Alex. Wanita-wanit