Yoshiro menghela nafas sebelum masuk ke ruang rawat inap milik ibunya. Setelah mengumpulkan banyak sekali keberanian, ia akhirnya membuka pintu ruangan dan masuk ke dalam sana.Tatapan pertamanya tentu saja tertuju pada Sheila. Yang sedang duduk sembari tersenyum menatap ke arah dirinya. "Bagaimana sekolahmu?" tanya Sheila."Tidak ada yang istimewa. Semua berjalan semestinya," balas Yoshiro menaruh sebungkus plastik di atas nakas."Apa itu?""Bubur, buah, dan air mineral.""Sepertinya kamu memiliki banyak uang akhir-akhir ini. Dari mana kamu mendapatkannya?""Aku bekerja paruh waktu. Sudah sepantasnya aku memiliki uang. Akan terasa aneh jika aku bekerja namun tidak memiliki uang."Sheila sudah mencurigai Yoshiro sejak lama. Tidak bisa dipungkiri bahwa biaya perawatannya sangatlah mahal. Apalagi Sheila sudah bertahan di rumah sakit itu sangat lama. Sehingga jika dihitung-hitung, uang yang harus dikeluarkan untuk membayar tagihan rumah sakit sangatlah banyak. Tidak mungkin seorang mur
Ivona berada di kantor. Namun tidak duduk di meja kerjanya. Ia duduk di sofa yang ada di ruang kerjanya. Sedangkan Yoshiro berdiri di sisi pintu. Untuk memastikan tidak ada seorang pun bisa masuk."Kenapa baru saja datang? Kamu telat tiga puluh menit. Yuri pasti akan memarahimu setelah ini. Gara-gara kamu, dia harus mengulur waktu untuk bertemu client yang sangat penting," balas Ivona menatap ke arah Yoshiro."Maaf. Hujan sangat deras. Saya hanya memiliki sepeda kayuh. Hembusan angin yang sangat kuat beberapa kali memaksa saya untuk mendorong sepeda saya. Itu yang membuat saya telat," jelas Yoshiro."Kalau begitu, kenapa bajumu tidak basah? Bukankah kamu naik sepeda ke sini?""Saya selalu menyimpan plastik berisikan pakaian ganti di tas sekolah saya. Saya memasukkan tas saya ke dalam plastik sehingga tas dan pakaian yang saya kenakan sekarang tidak basah. Saya tadi sempat ke kamar mandi perusahaan untuk berganti dan mengeringkan tubuh.""
Yoshiro terkejut saat tiba-tiba saja ada yang menyodorkan sebuah kopi kaleng di dekat wajahnya. Saat ia melihat siapakah orang yang memberikan itu, ia lebih terkejut.Brain. Ia kebingungan, untuk apa laki-laki itu menemuinya di jam pulang sekolah seperti sekarang. Seharusnya laki-laki itu sudah pulang seperti murid lainnya."Terima kasih," ujar Yoshiro mengambil kopi kaleng itu."Aku lihat Serena sudah pulang daritadi, kenapa kamu tidak pulang juga?" tanya Brain berdiri di samping Yoshiro."Apakah kamu buta? Lihatlah hujan deras. Aku tidak mungkin pulang dalam kondisi seperti ini?""Kenapa? Apakah mobilmu mengalami kerusakan di parkiran?""Apa ini? Kamu sedang mencoba menghinaku atau bagaimana? Aku datang ke sekolah pakai sepeda kayuh. Jika aku memiliki mobil aku pasti sudah pulang dari tadi. Tidak perlu repot-repot menunggu hujan reda."Brain menatap ke arah Yoshiro sebentar. Dan ia baru mengingat bahwa Yoshiro adalah m
Serena dan Yoshiro berada di salah satu gerai es krim cone. Serena memesan es krim cone rasa cookie dough. Sedangkan Yoshiro memesan es krim cone rasa matcha.Serena duduk di kursi roda. Sedangkan Yoshiro duduk yang seharusnya duduk di kursi depannya, memilih untuk menggeser kursi itu ke samping kursi rodanya dan duduk di sisinya."Kenapa? Apakah kamu sedang ulang tahun? Makanya tiba-tiba saja mengajakku datang ke sini?" tanya Yoshiro dengan wajah antusias."Jangan bodoh. Aku mengajakmu ke sini supaya kamu tau bedanya rasa es krim mahal dan rasa es krim murahan yang sering kamu beli," balas Serena."Benarkah? Menurutku sama saja. Hanya harga dan toping tambahannya saja yang beda. Pada dasarnya sama.""Apakah lidahmu sudah mati rasa karena terlalu banyak makan es krim murahan.""Mana ada. Aku masih bisa merasakan rasa makanan. Bagaimana bisa kamu mengatakan lidahku mati rasa?"Serena melirik ke arah Yoshiro yang sudah mul
Yuri dan Ivona mengunjungi apartemen Yoshiro sepulang mereka dari kantor. Yuri sendiri saja sebenarnya sudah cukup untuk menyerahkan dokumen target selanjutnya yang harus ditangkap oleh Yoshiro. Namun Ivona meminta untuk ikut, ingin memeriksa seperti apakah isi dalam apartemen yang ia berikan pada Yoshiro.Ivona dan Yuri tidak perlu mengetuk pintu. Mereka memiliki kartu akses apartemen itu. Sehingga bisa masuk ke dalam area apartemen dan membuka unit apartemen sesuka hati mereka.Mereka mendapati Yoshiro yang sedang duduk di bawah sofa. Dengan sebuah panci dan mangkok berisikan bubur hangat di meja kecil yang ada di depannya."Sebenarnya apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Yuri melepaskan sepatunya."Aku baru saja selesai memasak dan baru mau memakannya," balas Yoshiro berdiri untuk menyambut kedatangan Yuri dan Ivona."Apakah kamu memang terbiasa memasak?" tanya Ivona duduk di atas sofa."Saya pernah bekerja paruh waktu di sebu
Ivona terbangun di tengah malam. Pandangan pertamanya tertuju pada televisi. Dan ia merasa aneh karena televisi di rumahnya lebih besar dari televisi itu. Sampai ia mencoba melihat ke sekitar dan mengingat bahwa ia tertidur setelah memakan bubur buatan Yoshiro.Ia masih berada di apartemen Yoshiro. Tertidur di sofa. Sedangkan Yuri juga tertidur di karpet bulu. Dengan bagian tubuh bersandar pada sofa yang digunakan oleh Ivona.Ivona mengubah posisi menjadi posisi duduk. Dan melihat Yoshiro yang sedang belajar di meja makan. Dengan meja yang penuh dengan buku. Laki-laki itu tidak menyadari bahwa Ivona sudah bangun, sampai Ivona berdiri."Apakah Anda ingin minum air putih? Saya memilikinya di dalam kulkas," tanya Yoshiro menatap ke arah Ivona."Tolong ambilkan," ujar Ivona duduk di kursi meja makan di hadapan Yoshiro.Yoshiro berjalan ke arah kulkas yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sana. Mengambil dua botol air mineral dingin yang ada di dalam sana. Lalu membawanya kembali ke meja m
Brain masih berada di kelasnya. Dengan posisi kelas yang kosong, ia sibuk menggulirkan ponselnya. Mencari informasi tentang model mobil terbaru yang sekira cocok dengan seleranya.Bulu kuduk Brain merinding saat merasakan hembusan angin dari arah belakangnya. Terasa seperti ada seseorang yang sedang bernafas di dekatnya. Membuat Brain sontak melihat ke belakang untuk memeriksa. Namun ia tidak mendapati siapa pun di sana. Menimbulkan rasa takut yang tadinya tidak ada kini ada.Dan saat ia kembali menatap ke arah depan. Berniat melihat ke arah ponselnya, ia mendapati seorang laki-laki dengan wajah sangat dekat dengan wajahnya. Kedua tangannya bertumpu di atas meja Mingzu. Dan membuat Brain sontak jatuh ke arah belakang."Apakah kamu gila?! Kenapa kamu tiba-tiba saja muncul di hadapanku!" tanya Brain memegangi tangannya yang kesakitan akibat terjatuh dari kursi.Tangan kanan Brain terasa sakit karena menjadi tumpuan saat Brain jatuh dari kursi. Dengan perasaan kesal, Brain menatap ke seo
Serena terkejut dengan kedatangan Brain. Satu-satunya orang yang ia beritahu tentang dirinya yang pulang sekolah lebih dulu untuk memeriksakan kakinya adalah Yoshiro. Yang menandakan kehadiran Brain dikarenakan Yoshiro. Mereka masih berada di rumah sakit. Atau lebih tepatnya di sebuah koridor yang mengarah ke taman rumah sakit. Situasi sangat sepi di sana, karena di sana masuk ke dalam area VVIP. Tidak banyak orang yang bisa masuk ke sana. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Brain membuka topik pembicaraan. "Baik," jawab Serena. "Di mana Yoshiro?" tanya Serena menggenggam kedua tangannya di atas paha. "Di sekolah. Dia tidak ikut bersamaku," balas Brain. Serena sudah meminta kepada Yoshiro untuk berhenti mencoba mempertemukan Serena dengan Brain. Namun sepertinya semua itu hanya menjadi omong kosong di telinga Yoshiro. Membuat Serena semakin kesal terhadap kehadiran sosok laki-laki itu. "Bukankah tidak seharusnya kita bertemu di kondisi seperti ini?" tanya Serena. "Aku rasa kam
Yoshiro dan Yuri terkejut saat memasuki unit apartemen Yoshiro. Ada Ivona dan Sheila duduk di sofa ruang tamu. Saling tatap menatap terjadi di sana.Yuri kebingungan dengan kehadiran Ivona. Sedangkan Sheila kebingungan melihat anaknya datang membawa banyak sekali paper bag."Ah, Yuri. Sudah lama sekali tidak bertemu," ujar Sheila berdiri."Selamat malam. Maaf menganggu. Saya hanya ingin mengantarkannya," ujar Yuri menunjuk ke arah Yoshiro yang masih berdiri di sampingnya."Dari mana?" tanya Ivona menatap Yuri."Saya berpikir dia kekurangan jas dan sepatu formal. Jadi kami pergi ke mall untuk membeli kedua barang itu," balas Yuri."Apakah kamu ingin langsung pergi? Tetaplah di sini sementara waktu. Aku sudah memasak. Makan malam di sini saja bersama kami," ujar Sheila mencoba merayu Yuri."Ah, tidak perlu. Saya kebetulan sudah memesan makanan. Saya akan kembali ke apartemen saya dan makan di sana saja," tolak Yuri."Makan di sini saja. Temani aku," sahut Ivona membuat Yuri tidak bisa m
Sepulang dari latihan bersama Keenan, Yoshiro diminta untuk menemui Yuri di salah satu mall besar yang letaknya tidak terlalu jauh dari kantor pusat.Yoshiro dibawa oleh Yuri ke salah satu toko pakaian formal dari brand terkenal baik itu di dalam negeri ataupun di luar negeri.Yoshiro menatap ke arah salah satu setelan kemeja berwarna cream yang sudah diamati oleh Yuri sejak awal. Tidak lama ada salah satu pelayan menggunakan setelan jas blazer berwarna hitam dan sarung tangan berwarna hitam juga datang mendekat ke arah mereka."Selamat datang Tuan dan Nyonya. Saya Bona. Saya pelayan di sini. Apakah mungkin ada yang bisa saya bantu?" tanya Sang Pelayan menarik perhatian Yoshiro dan Yuri."Ini berapa harganya?" tanya Yuri menunjuk jas berwarna cream itu."Harganya tiga ratus dollar," jawab Bona.Yoshiro menatap Yuri dan setelan jas cream itu secara bergantian dengan pikiran kosong. Harga yang tidak masuk akal untuk sebuah jas. Bukan barang yang seharusnya dibeli untuk seorang anak rema
Yuri memutuskan untuk istirahat sejenak setelah mengajari Yoshiro cara untuk merentas data milik orang lain. Yoshiro masih terbilang masih pemula dalam hal seperti itu. Tapi Yoshiro bisa mengingat semua hal yang diajarkan oleh Yuri dengan cepat. Membuat Yuri tidak harus mengulangi apa yang sudah ia ajarkan untuk yang ketiga kalinya.Ditambah lagi kondisi mereka saat ini berada di kantor utama. Dan sudah tengah malam. Upah lembur adalah alasan mengapa Yuri tetap menjalankan tugas mendadak itu.Yuri duduk di meja depan Yoshiro. Yang juga memiliki komputer. Menikmati sebuah kopi hangat yang sudah ia pesan sebelumnya. Sembari menunggu jam istirahat mereka selesai."Apakah kamu sudah mulai latihan dengan Keenan?" tanya Yuri menyalakan komputer yang ada di hadapannya."Sudah. Dia benar-benar tidak memiliki kasihan saat melatih seseorang," keluh Yoshiro terhadap pola latihan Keenan."Dilihat dari mana pun juga dia bukan orang baik. Apa yang kamu harapkan dari orang sepertinya?""Benarkah? Me
Yoshiro bersantai di dalam bathtub yang berisikan dengan air hangat. Menatap ke arah televisi berukuran 43 inci yang terpasang di dinding. Menyimak berita siaran ulang tentang Ivona yang mengadakan konferensi pers terkait pemecatan Nova Wesl. Yoshiro belum bertemu dengan Ivona sehingga Yoshiro belum tau alasan pasti mengapa perempuan itu mengambil tindakan itu. Yoshiro menatap ke arah pintu masuk yang jaraknya cukup jauh dari bathtub saat mendengar suara gagang pintu. Dan secara kebetulan perempuan yang muncul di siaran ulang, kini muncul di hadapannya. Mengunci pintu kamar mandi dari dalam. Melepaskan sepatu hak tinggi dan segala pakaian kerjanya. "Di mana ibumu?" tanya Ivona menyalakan shower dan membasahi seluruh tubuhnya. "Saya tidak tau. Tapi kemungkinan ibu saya sedang keluar untuk membeli bahan makanan makan malam," jawab Yoshiro menyalakan suara televisi sekeras mungkin supaya suara mereka tidak keluar dari luar. "A
Kemampuan bertahan milik Yuki. Teknik pukulan milik Aewon. Dan teknik tendangan milik Keenan. Martin melihat itu semua pada diri Yoshiro saat ini. Membuat Martin merasa sedikit tertarik dengan bakat yang dimiliki oleh anak muda itu.Meniru kemampuan beladiri orang lain dan menyempurnakan semua teknik dari berbagai orang dalam satu tubuh. Itu bukanlah sesuatu yang mudah. Dan Martin tidak pernah melihat itu sebelumnya.Sedangkan di satu sisi lain, Keenan merasa ada yang aneh. Yoshiro terlihat seperti bergerak di luar kendali. Seakan-akan ada yang mendorongnya untuk segera menyelesaikan pertarungan itu dengan cepat. Tidak seperti Yoshiro biasanya yang selalu menikmati segala pertarungan dan suka mengulur waktu."Hujan, 'ya? Apakah karena ini?" tanya Keenan menatap ke arah luar kaca. Atau lebih tepatnya ke arah air hujan yang turun sangat deras.Semua orang yang mafia, Yakuza, ataupun kelompok pembunuh bayaran tau bahwa Aewon sangat berbahaya saat huj
Martin menatap secara saksama pertarungan yang terjadi di gedung olahraga. Yoshiro menggunakan tangan kosong. Dan Galil menggunakan pedang katana. Keuntungan penuh ada di sisi Galil. Hanya saja Martin merasa bahwa pertarungan yang ada tidak berjalan sesuai dengan keinginan Galil. Seakan-akan Galil bertarung sesuai dengan kemauan Yoshiro. Semua orang yang ada di sana pun menyadarinya bahkan Yoshiro tidak sama sekali merasakan tekanan atas kondisi yang menguntungkan Galil. Tidak ada satupun tebasan Galil yang dapat mengenai titik vital Yoshiro. Dan Yoshiro terus bisa bergerak ke sana ke mari sesuka hatinya. "Apa yang sedang dia lakukan?" tanya Martin pada Aewon. "Mengulur waktu. Dia selalu seperti itu. Bertarung sesuka hatinya di awal. Dan mulai serius setelah mendapatkan luka fatal," balas Aewon mengamati pergerakan Martin. "Bukankah kamu sudah pernah bertarung dengannya sebelumnya? Lalu mengapa dia masih ber
Yuri masuk ke dalam ruangan kerja Ivona setelah menjawab sebuah sambungan telepon. "Yoshiro bertemu dengan perdana menteri dan memprovokasinya," ujar Yuri melaporkan keadaan yang ada.Ivona diam sejenak. Ia mengenal baik bagaimana sikap Martin. Tidak mungkin orang sepertinya akan meladeni tingkah anak kecil seperti Yoshiro. Sehingga Ivona yakin kalaupun memang ada pertarungan di sana, maka yang akan bertarung bukanlah Martin ataupun orang bawaan Martin."Siapa yang akan dilawan oleh Yoshiro?" tanya Ivona mengambil ponselnya."Galil Fal. Pengawal dari Keluarga Wesl," jawab Yuri. "Wesl? Bukankah kepala keluarga mereka anggota partaiku?" "Benar. Nova Wesl. Dan anaknya Ethan Wesl."Ivona bukanlah tipe ketua partai yang sering menghabiskan waktu bersama dengan anggota partainya. Apalagi dengan anggota partainya yang berjenis kelamin laki-laki. Ivona bahkan tidak pernah mau datang jika seandainya ada undangan minum yang ber
Pertemuan antara orang tua dilaksanakan di sekolah. Untuk membahas beberapa hal termasuk progam studi lanjutan, serta penerimaan hasil laporan sementara terkait nilai siswa.Itu dilaksanakan di dua hari yang berbeda. Hari pertama akan didatangi oleh orang tua dari murid kelas elite. Sedangkan hari kedua didatangi oleh orang tua dari murid kelas beasiswa.Hari ini adalah hari di mana para orang tua murid kelas elite menampilkan kekayaaan yang mereka punya. Mereka membawa mobil yang sangat mahal. Menggunakan setelan jas serta barang-barang mewah. Serta membawa pengawal dengan nama besar.Martin Mcknight. Seorang perdana menteri datang dan menjadi pusat perhatian. Tubuh laki-laki itu benar-benar besar, melebihi tubuh orang pada umumnya. Serta dipenuhi oleh otot. Membuat semua orang yang melihat kedatangan perdana menteri itu tidak berani bertindak macam-macam."Sepertinya baru kali ini kita bertemu setelah sekian lama," ujar Martin menatap seorang la
Kazue dan Serena berdiri di sisi danau. Menikmati hawa dingin dari angin malam. Serena baru saja selesai melakukan pemeriksaan rutin. Ia tidak mau langsung pulang ke rumah karena di rumah tidak ada siapa pun. Ayahnya sedang ada tugas di luar. Sehingga Serena meminta Kazue untuk membawanya ke danau yang pernah dikunjunginya bersama Yoshiro. Jika saja saat itu Yoshiro tidak membawanya ke sana, Serena tidak akan tau bahwa ada danau dengan pemandangan sebagus itu sampai detik ini. "Dari mana Nona Muda tau tentang danau ini?" tanya Kazue berdiri di belakang kursi roda Serena. "Yoshiro pernah membawaku ke sini," balas Serena. "Sepertinya pengetahuannya tentang tempat-tempat sepi seperti ini cukup bagus." "Tempat ini lebih bagus jika datang sesaat sebelum matahari terbenam." "Benarkah? Saya akan datang lain waktu untuk memeriksanya." Suasana hening. Serena menikmati keindahan air danau