Share

Pertemuan Kembali

Tanpa terasa, hari ini Alana, Rehan dan Winarti–ibu kandung Alana telah sampai di Jakarta. 

Seorang teman Alana yang tinggal di Jakarta, membantu mencari rumah sewa untuk mereka tinggali. 

“Al, sorry ya. Cuman ada rumah ini yang bisa aku sewakan untuk kamu dan keluarga kamu. Ini sudah harga yang paling murah. Tapi letaknya tak terlalu jauh ke kantor.” Virny berkata sambil membukakan pintu rumah untuk Alana.

Alana dan keluarganya melangkah masuk. Dan melihat sekeliling ruangan yang ada di rumah itu.

“Tidak apa-apa, Vir. Rumah ini sudah cukup untuk kami. Terimakasih sudah membantuku mencari rumah sewa. Maaf sudah banyak merepotkanmu,” ujar Alana dengan raut tidak enak.

Sementara Rehan sudah diajak oleh Winarti untuk masuk ke dalam kamar. Membereskan baju-baju mereka ke dalam lemari kecil yang ada di kamar itu.

“Kamu ini seperti bicara dengan siapa saja. Aku ini ‘kan temanmu. Sudah pasti akan membantu saat kamu perlu bantuan. Oh iya, besok datang ke kantornya jam sembilan pagi ya. Interviewnya mungkin akan dilakukan antara jam sebelas atau duabelas. Kamu sudah bawa surat lamaran yang lengkap,’kan?” 

Alana mengangguk pasti.

“Sudah.”

“Bagus. Jadi siapkan dirimu untuk besok pagi. Aku doakan semoga kamu yang terpilih jadi sekretaris di sana. Biar kita bisa satu tempat kerja. Dan ... oh iya, aku lupa bilang sesuatu yang penting. Boss di perusahaan itu ganteng loh. Kalau kamu bertemu jangan pernah berani tatap matanya, ya. Nanti bisa bikin sport jantung. Alias jatuh cinta.” Virny mengerlingkan matanya.

Membuat Alana mencubit pinggangnya lalu mereka terkekeh berdua. Virny memang segila ini. Dia adalah teman yang sangat baik pada Alana. Sekarang Virny sudah bekerja sebagai staf karyawan keuangan di sebuah perusahaan yang besok Alana akan datang untuk melamar di sana.

Bedanya, Alana akan melamar sebagai sekretaris. Dan Alana berharap ia terpilih. Sebab Alana ingin memberikan kehidupan yang lebih layak untuk Rehan dan Winarti.   

Hari yang dinanti pun tiba.

Alana akan melamar kerja di perusahaan besar yang kata Virny sedang membutuhkan sekretaris baru. 

Jujur, dia minder saat ia mendapati begitu banyak pelamar yang datang di perusahaan ini.

Mereka tampak berkelas dan berpendidikan. 

"Alana Sripuji Rahmita!"

Deg!

Alana sontak mengangkat kepala saat mendengar namanya dipanggil. 

Dia pun segera masuk ke ruang HRD sembari berdoa dalam hati. 

"Namamu Alana?" tanya HRD itu yang Alana lihat di papan namanya bertuliskan 'Resti'. 

"Iya, namaku Alana."

Resti manggut-manggut sambil melihat-lihat surat lamaran milik Alana sebentar. Alana menahan napas sambil memilin jemari. Ia berharap agar dirinya diterima. 

Tak lama, Resti menaikan pandanganya dan menatap Alana kembali.

Namun kali ini dengan senyum di bibirnya. 

"Selamat, Alana! Kamu yang terpilih untuk menjadi sekretaris di perusahaan ini!" 

Hah?

Alana nampak terkejut dan hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya. 

"Benarkah? Se-semudah itu? Maaf. Tapi maksudku, aku tidak menyangka anda langsung memutuskan menerimaku sementara di luar sana banyak sekali yang masih menunggu antrian untuk interview," ucap Alana dengan wajah bingung. 

Namun ia tak memungkiri jika hatinya saat ini sedang melambung tinggi. 

Resti tetap melengkungkan senyum pada Alana. Lalu mengangguk. 

"Memang benar. Di luar sana masih banyak yang menunggu untuk diinterview. Tapi setelah saya melihat surat lamaran kamu. Saya rasa kamu adalah orang yang cocok dan sesuai dengan kriteria perusahaan ini. Sekarang terserah kamu saja, Alana. Kesempatan sudah ada di depan mata. Kamu sudah kami terima, jika kamu setuju, sekarang juga kamu sudah bisa tandatangani kontrak kerja. Dan besok adalah hari pertama kamu bekerja di kantor," Resti menjelaskan. 

Tentu saja Alana tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan emas di depan matanya. 

Kedatangannya ke Jakarta adalah untuk mengadu nasib. Dan saat Alana bertemu keberuntungan, tidak mungkin Alana menolaknya, bukan?

"Aku bersedia bekerja besok. Dan aku siap menandatangani kontrak kerjaku hari ini." Alana langsung menyahut sebelum Resti berubah pikiran. 

Resti mengangguk dan memberikan sebuah berkas pada Alana. Yang mana isinya adalah surat perjanjian kontrak kerja. 

Saking terlampau senangnya, Alana sampai lupa jika ia tak membaca lebih teliti dengan isi dari kontrak itu. 

Dia pun membubuhkan tanda tangannya tanpa rasa curiga. 

"Sudah," kata Alana menyimpan bolpointnya di atas meja. 

Resti tersenyum menutup berkasnya. 

"Sekali lagi saya ucapkan selamat padamu, Alana. Selamat bergabung dengan perusahaan ini. Dan, satu lagi. Aku harus memberitahumu sesuatu. Boss kami berpesan, agar sekretaris yang terpilih harus menghadap padanya terlebih dahulu. Boss ingin kamu memperkenalkan diri padanya sebelum besok kamu benar-benar bekerja." Resti memberitahukan. 

Alana terdiam sebentar sembari mengerutkan keningnya. Entah mengapa sekarang Alana merasa seperti ada yang ganjil di sini. 

Pertama, penerimaan sekretaris begitu cepat. Lalu, harus memperkenalkan diri di hadapan boss sekarang?

Tapi Alana tak urung menganggukan kepala. 

"Baik."

Keduanya lantas berlalu pergi ke luar dari ruangan itu. 

Alana dapat melihat wajah-wajah kecewa dari para pelamar lain. Mereka mendesah lemas saat Resti mengatakan kalau Alana lah yang terpilih sebagai sekretaris. 

Setelah itu, Resti kembali mengajak Alana untuk pergi ke lantai 20 di mana ruangan boss nya berada. 

"Alana! Ini adalah meja kerjamu. Letaknya tepat di depan ruang kerja CEO perusahaan kita," kata Resti menunjuk sebuah meja dan kursi yang dekat dengan Alana. 

Alana tersenyum saat melihat tempat kerjanya sepertinya terasa begitu nyaman. 

Tok! Tok! Tok! 

Resti mengangkat tangan kanannya, mengetuk pintu ruangan boss mereka. 

"Masuk!" Alana terhenyak mendengar suara baritone yang seperti tak asing di telinganya. 

Tapi tangan Resti yang menariknya masuk, membuat pemikiran Alana buyar seketika. 

"Maaf, Tuan. Saya datang ke sini dengan membawa sekretaris baru yang akan bekerja besok. Sesuai yang bapak perintahkan, saya membawanya ke sini." Resti menuturkan. 

Alana menatap pada sosok lelaki yang saat ini sedang duduk membelakanginya, sehingga Alana tak bisa melihat rupa bossnya itu dengan jelas. 

"Kerja yang bagus, Resti. Sekarang kamu boleh pergi dan tinggalkan kami berdua saja!" kata lelaki itu masih tetap membelakangi tapi tangan kanannya mengibas di udara. Seolah menyuruh Resti untuk segera meninggalkan ruangannya. 

"Baik, Tuan." Resti mengangguk patuh dan meletakan berkas kontrak kerja milik Alana di atas meja bossnya. 

Dia lalu pergi, menyisakan Alana yang hanya berdua dengan boss yang wajahnya belum Alana lihat itu. 

"Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu.

Alana kembali terhenyak. Entah mengapa, suara itu sungguh tidak asing di telinganya. 

"Alana, Tuan. Namaku Alana Sri--"

"Sripuji Rahmita," potong sang boss, membuat kening Alana berkerut heran. 

Bagaimana boss-nya itu bisa tahu nama lengkapnya?

Padahal, baik Alana dan Resti. Tidak ada satu pun di antara mereka yang mengatakan nama lengkap Alana. 

"Benar. Itu nama lengkapku."

"Kalau begitu.. Bolehkah aku bertanya sesuatu sama kamu, Alana?" lelaki itu bertanya lagi tanpa membalikan badannya. 

"Bertanya tentang apa, Tuan?"

"Apakah kamu masih mengenal aku?"

Akhirnya, bossnya  itu memutar kursinya dan menatap wajah Alana yang tampak sangat terkejut. 

"Andra!" pekiknya tak percaya.

Ternyata lelaki yang sedari tadi membelakanginya adalah Andra. Mantan suami yang akan menjadi bosnya?!

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status