"Apa yang terjadi?" tanya Mbok Darmi.
Sari hanya bisa meringis kesakitan, niatnya untuk membunuh tikus yang ada dikamarnya, justru malah melukai tangan nya sendiri. Mbok Darmi mengambil air putih untuk Sari. Setelah merasa cukup tenang, Sari menceritakan segalanya pada Mbok Darmi.
"Tadi, ada tikus di kamar Sari, Mbok. Niatnya, tadi mau membunuh tikus itu. Tapi, malah tangan Sari yang terkena pisaunya," papar Sari.
"Sari, Sari. Lain kali, kalau ada apa-apa panggil Mbok, biar Mbok yang bantu. Kalau seperti ini, kau akan susah bekerja nanti. Kau tau sendiri, Nyonya Aida itu seperti apa? Dia tidak akan pernah suka, jika melihat seorang pembantu lelet dalam bekerja, kan?"
Sari hanya diam, karena apa yang Mbok Darmi katakan itu memang benar adanya. Jika Aida melihatnya bekerja dengan lelet, dia pasti terkena omelan nya.
"Sari, kan tidak tahu kalau semuanya akan seperti ini." Sari berusaha membela diri.
"Mbok tau Cah Ayu. Lebih baik, kau istirahat saja. Masalah tikus, besok pagi minta kang Dadang untuk menangkap nya,"
Sari mengangguk, dan kembali ke kamarnya. Sementara, Mbo Darmi kembali melanjutkan aktivitas yang sempat terhemyi karena kedatangan Sari.
******
Aida telah selesai dengan pemotretan nya, kini ia beranjak ingin pulang. Setelah berpamitan pada Adit, Aida segera kembali dengan menaiki mobil pribadinya.
Drtt ...
Aida memilih mengabaikan deringan ponselnya, tak ada sedikitpun niatnya untuk mengangkat telpon itu. Karena, yang menelpon tak lain adalah Ihsan.
Jam menunjukkan pukul 2 dini hari, tapi Aida masih berada di sebuah hotel. Ya, Aida tak langsung pulang, dia lebih dulu mampir ke hotel.
"Kau telah berani mengabaikan perintah ku, Ihsan. Sekarang, kau akan lihat apa yang akan aku lakukan," gumamnya.
Dia mengambil simcard dari ponselnya, dan menyimpan nya kembali ke dalam tas, dengan begitu Ihsan tak akan bisa menghubungi nya lagi. Sebenarnya, dia tak pernah mencintai Ihsan. Pernikahan baginya hanyalah sebuah ajang main-main saja.
Aida juga sangat membenci Ibu Mertua dan Adik iparnya, karena menurutnya mereka hanyalah benalu, yang numpang makan dari uang Ihsan. Aida tak menyukai Ihsan menginap, atau bahkan memberikan uang tanpa sepengetahuan nya.
"Ibu, Ibu. Sudah tua, masih aja nyusahin anaknya terus. Heran aku, Mas Ihsan juga, kenapa mau-maunya dibodohin oleh mereka terus." ujar Aida, seraya menyeruput kopi di hadapan nya.
"Dan, Ara. Gadis itu terlalu ikut campur dalam urusanku, dia belum tau tengah berhadapan dengan siapa?" geram Aida.
Aida memiliki mata-mata yang akan memantau semua aktivitas Ihsan disana. Dan, dari mata-mata nya itu, dia tau kalau Ihsan tengah membagikan gajinya untuk Ibu dan Adiknya
********
Keesokan paginya ...
Intan kembali bersiap untuk mencari pekerjaan, dengan setelan pakaian yang sederhana, Intan melangkah keluar rumah. Setelah berpamitan dengan Bundanya, Intan mulai menyusuri jalanan.
Beberapa perusahaan yang dia masuki, semuanya menolak lamarannya. Tapi, itu tak membuat Intan menyerah. Dia terus berjalan, dan berjalan.
"Bismillah, semoga perusahaan ini mau menerimaku bekerja," ujar Intan.
Intan melangkah masuk, mungkin kali ini keberuntungan berpihak padanya. Setelah lamaran dibaca, tanpa menunggu waktu lama, dia langsung interview dan diterima bekerja di perusahaan itu.
"Kau akan berada di bimbingan Bu Yanti, beliau yang akan mengajarkan padamu tentang tugas apa yang harus kau kerjakan," ujar Pak Ibra, selaku direktur utama perusahaan itu.
Intan mengangguk dan mengikuti Bu Yanti ke ruangannya.
"Intan, tolong kau buatkan aku laporan keuangan. Semua datanya ada disana. Jika, kau mengalami kesulitan jangan lupa beritahu saya," ujar Bu Yanti, seraya memberikan map berwarna biru.
Intan mengambil map itu, "Baik, Bu."
Intan kembali kemeja nya, yang berada di ruangan itu juga. Intan mulai membuat laporan keuangan berdasarkan data tersebut.
Setelah hampir 30 menit, Intan sudah menyelesaikan tugasnya, Ia mengirimkan hasil pekerjaan nya kepala Bu Yanti. Bu Yanti tersenyum puas dengan hasil kerja Intan.
*******
"Maaf, Ma, Ra. Bulan ini Ihsan hanya bisa memberikan segitu," ujar Ihsan.
Dia sudah memberikan jatah uang untuk Mama dan Adiknya itu. Tanpa Ihsan sadari, sedari tadi ada sepasang mata yang mengawasinya, dan memfoto setiap gerak-geriknya itu.
"Tidak apa-apa, Nak. Ini lebih dari cukup. Sebenarnya, dengan kamu sering main kemari, itu sudah membuat Mama senang," ujar Mama.
"Iya, Mas. Terima kasih untuk uangnya," ujar Ara.
"Sama-sama, Dik."
Orang itu mengirimkan beberapa foto pada Aida, ditambah dengan salah satu foto editannya, yang memperlihatkan Ihsan tengah bersama dengan wanita lain.
"Semoga saja, foto ini bisa membantuku, mencapai tujuan ku," ujarnya sinis.
Wanita itu, langsung pergi dari sana. Dia tak ingin keberadaan nya diketahui oleh kakak beradik itu. Apalagi, Ibu mereka. Tujuannya bukanlah menyakiti Ihsan dan keluarga. Tapi, tujuan utamanya ialah menghancurkan Aida. Karena, Aida menjadi penyebab kematian anaknya.
Ihsan Pov ...Pernikahan ku dengan Aida tak pernah terasa bahagia, bagaimana tidak? Setiap hari, kami sibuk dengan aktivitas kami masing-masing. Kami hanya bertemu di waktu malam saja, itupun kalau Aida tak sibuk dengan pemotretan nya. Terkadang, dia harus pulang menjelang subuh, aku tak bisa menghalangi nya, karena memang itu semua menjadi kesepakatan kami.Tapi, setiap kali aku membahas perihal anak, Aida selalu mengatakan bahwa ia belum siap.'Jika aku sampai hamil, maka aku akan dikeluarkan dari dunia model, Mas. Dan, aku belum siap untuk keluar. Aku harap Mas Ihsan akan mengerti,'Mengalah!Hanya mengalah lah yang selalu aku lakukan. Hingga 4 tahun pernikahan, tapi Aida tetap tak berubah. Aku juga tak bisa melepaskan Aida begitu saja, karena aku menginginkan pernikahan satu kali dalam hidupku.Ara-- adik perempuan ku selalu
"Kenapa cuma segini, Mas? Biasanya kau memberiku lebih dari 10 juta setiap bulannya, kenapa sekarang hanya tinggal 5 juta. Oh, aku tau. Pasti kau memberikan nya pada Mama dan adik mu itu. Iya, hah?! Jawab aku mas!" Aida menatap Ihsan dengan tatapan nyalang."Kalau memang iya, kau mau apa? Bersyukurlah, karena aku masih memberikan mu nafkah bulan ini. Mengingat, perlakuanmu pada keluarga ku, jangankan untuk memberimu nafkah. Melihat wajahmu saja aku tak sudi," ujar Ihsan. Sungguh, ia tak mampu menahan kekesalannya pada Aida hari ini."Oh, melihat wajahku kau tak sudi. Jika begitu ceraikan aku!" ucap Aida lantang.Ihsan terdiam beberapa saat, kemudian dia menghela napas, "Aku tidak akan pernah menceraikan mu, karena bagiku pernikahan hanyalah satu kali dalam seumur hidup. Entah bagimu,"Ihsan memilih pergi, karena tak ingin memperpanjang masalah. Ihsan masuk ke ruang kerjanya, dia mem
Ara melangkahkan kakinya masuk kedalam minimarket, tangannya yang lincah mulai memasukkan beberapa bahan kebutuhan untuk sebulan. Saat akan membayar, Ara berpapasan dengan seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya. Ara tak ingin berlama-lama, dia segera membayar barang belanjaan nya dan pergi."Ara, tunggu!" lelaki itu berlari mengejar Ara.Ara dengan secepatnya naik ke mobil, lelaki itu mengetuk kaca mobil, dia terus memohon agar Ara mau mendengarkan nya.Didalam mobil, Ara memukul stir mobil dengan geram. Airmata lolos begitu saja di pipinya, ingatan masa lalu benar-benar menyakitkan hatinya.'Maafkan aku, Ara. Aku tak bisa melanjutkan pernikahan ini, aku tak mungkin menikahi wanita malam seperti mu,' ucap lelaki itu."Kenapa dia kembali? Disaat aku sudah melupakan nya, dia kembali lagi. Apa belum puas dia mengacaukan hidupku?!" teriak Ara dengan
Intan melangkahkan kaki masuk kedalam perusahaan itu, sebenarnya dia masih ingin mengambil cuti, karena dia merasa kasihan dengan Riska yang masih saja menangisi Ibunya. Tapi, Intan sadar. Dia tak bisa mengambil cuti terlalu lama, mengingat dia masih anak baru.Intan menekan tombol lift, bersamaan dengan seorang pria yang juga menekan. Intan menoleh, dia sekilas memperhatikan orang tersebut. Dia merasa seperti pernah melihat orang itu."Bapak yang nabrak saya malam itu, kan?" pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Intan."Eh," Intan langsung menutup mulutnya. Dia tau, tak seharusnya dia berkata seperti itu, karena bisa aja dia salah orang.Pria itu yang ternyata bernama Ihsan, mengamati gadis itu sebelum akhirnya mengangguk."Iya. Bagaimana dengan kakimu? Apa masih sakit?" tanya Ihsan dingin."Iya, tapi kalau dibawa jalan masih agak sedikit sakit," ujar Intan."Mau kerumah sakit?" tanya Ihsan,
"Kenapa, Mbak? Kenapa wajahmu itu berubah pucat? Tenang saja, karena Saya tak akan melakukan apapun kepadamu. Saya tidak ingin tangan saya yang indah ini ternodai karena menyentuh kulit mu Mbak. Silahkan Mbak pergi dari rumah saya!" ucap Ara dengan senyum mengejek.Ara menuntun mamanya masuk ke dalam rumah, setelah memastikan mamanya aman, Ara keluar menghampiri Aida yang masih mematung di tempat."Saya rasa selain pelit, Mbak juga tuli!" celetuk Ara."Ara!" Aida menatap tajam ke arah Ara. Tapi, yang ditatap hanya menampilkan senyuman mengejek."Tidak usah berteriak-teriak, Mbak! Atau suara Mbak akan habis nanti. Sudahlah, silahkan pergi dari rumah saya." usir Ara pada Aida seraya menarik tangan Aida kasar dan menghempaskan nya keluar pagar."Sudah aku katakan, aku tidak akan pernah pergi sebelum kau memberikan apa yang aku mau." Aida berkacak pinggang."Kau ini tuli atau apa Mbak?! Sudah saya katakan, uan
Sari memegang kepalanya yang terasa sakit karena tarikan Aida tadi. Kedua mata Sari mengembun. Gadis itu benar-benar tak tau dimana letak kesalahannya, sampai Aida begitu sangat membencinya. Apa mungkin Aida salah paham, saat dia dan Ihsan berada satu mobil pada malam hari. Sebenarnya, itu bukanlah sebuah kesengajaan. Saat itu Aida meminta Sari untuk ke minimarket membelikan camilan kesukaannya, ditengah jalan dia bertemu Ihsan, dan mengajaknya untuk pulang bersama."Mbok! Sari tuh salah apa sih, mbok? Kenapa Nyonya Aida sangat membenci Sari? Padahal, selama ini Sari selalu melakukan yang terbaik untuk nyonya," isak Sari. Saat ini dia tengah diobati oleh Mbok Darmi"Nduk, ngk salah apa-apa. Mungkin nyonya Aida sedang banyak pikiran," ujar Mbok Darmi mencoba menenangkan Sari."Mbok! Sari mau berhenti kerja aja, Mbok. Sari ngk betah disini. Sari mau cari pekerjaan lain saja," ujar Sari.
Ihsan pulang kerumah dan langsung masuk ke kamarnya. Dia melihat Aida sedang menelpon seseorang, dia menunggu Aida sampai selesai menelpon. Tak lama kemudian, Aida telah menyelesaikan panggilan telpon nya. Ihsan langsung menghampiri nya."Aida! Apa benar kau datang kerumah? Dan kau juga mengambil uang yang aku berikan pada Mama dan Ara?" tanya Ihsan dengan nada menggebu-gebu."Iya. Memangnya kenapa? Itu 'kan juga hak ku," jawab Aida santai."Keterlaluan kau! Bukankah aku sudah memberikan hakmu. Uang segitu saja kau permasalahkan!""Kau itu yang keterlaluan! Kau memberikan mamamu lebih banyak dari punyaku. Apakah itu adil? Tidak.""Jika uang itu memang kurang, seharusnya kau mengatakan nya padaku. Aku pasti akan memberikan nya. Tapi, bukan dengan cara mengambil uang dari Mama dan Ara," sungut Ihsan kesal."Aku hanya mengambil uang Mama bukan Ara. Ini hanyalah masalah kecil, jangan memperbesar."Aida duduk
Hari ini adalah hari pertama Ara kembali bekerja. Sebenarnya, dia tak tega untuk meninggalkan mamanya seorang diri. Tapi, tuntutan pekerjaan memaksanya untuk meninggalkan mamanya. Meskipun Bi Siti sudah berada dirumah sedari pagi untuk menemani sang mama, tetap saja Ara merasa sangat khawatir.Walaupun demikan, Ara tetap melakukan tanggungjawab nya, yaitu dengan melayani pembeli dengan baik. Pernah saat itu, Ihsan menawarkan pada Ara pekerjaan di kantornya. Tapi, Ara menolak nya, karena dia tak ingin memancing keributan antara dirinya dan kakak iparnya itu."Ara!"Ara menghentikan aktivitasnya, dan menoleh kearah sumber suara. Terlihat seorang Ibu-Ibu mendekat kearahnya."Iya, Tan. Tante butuh sesuatu?" tanya Ara dengan nada lembut. Sedangkan yang ditanya hanya menampilkan senyuman manis."Tante tidak ingin apa-apa. Oh iya, bagaimana kabar Mamamu?" tanyany