“Si–siapa sebenarnya mereka?” Elizabeth harus meletakkan dua orang pria mabuk itu bersama Freya di sofa. Salah satunya tidak sadarkan diri, tapi yang satunya lagi masih bisa bersuara meski tidak jelas apa yang ia bicarakan. Ia terus bilang bahwa mereka harus ke apartemen untuk menjaga kedua putri Hood. Wajah pria itu tampak memerah. Matanya juga tampak sayup. Saat Freya mendekat untuk menghentikan tingkah konyolnya, ia mencium alkohol yang begitu kematian dari mulutnya. “Dasar! Apa Alan menjawab pesanmu?” tanya Elizabeth. “Belum ada pesan masuk darinya. Apa yang harus kita lakukan pada mereka?” Freya kewalahan dengan tingkah salah satunya. “Itu mudah.” Elizabeth memukul belakang leher pria yang masih tersadar. Karena lumayan keras, pria itu pun mengalami syok dan seketika jatuh ke tubuh temannya yang telah tertidur di samping dirinya. “Kau mau membunuhnya?!” Freya terkejut dengan aksi ala pendekar kungfunya Elizabeth. “Dia tidak akan mati. Aku hanya membuatnya tidak sadarkan dir
“Kapan kita menyusulnya?!” Freya sudah tidak sabar. Sudah sekitar dua puluh menit ia menunggu di dalam mobil sport kepunyaan Rahu. “Tunggu sebentar lagi,” jawab lelaki itu. “Kenapa kita harus menunggu? Apa dia akan tahu kita mengikutinya? Memangnya dia sehebat itu?” Freya terus menggerutu. “Dia yang terbaik diantara kami. Tapi alasan sebenarnya bukan itu. Ada beberapa teman kami yang sudah berjaga di sekitar gedung kakakmu. Kita harus menunggu kabar dari mereka. Aku juga harus merahasiakan identitasku agar tidak diketahui oleh keluarga Gibbon,” ungkap Rahu. “Kenapa? Apa kau juga akan menikah dengan salah satu pembantu mereka?” sindir Freya. Lelaki itu sungguh tak paham dengan ucapan Freya. Ia baru mengerti kenapa bosnya selalu mengeluh tidak jelas soal putri-putri Hood. Tidak semudah menaklukan wanita normal di luar sana, Rahu merasa sifat para putri mendiang bosnya sangatlah berbeda. Tapi selama di dalam mobil, Freya selalu saja memainkan kukunya. Ia tidak bisa diam untuk sejen
“Apa yang kau lakukan di situ?” Alan tidak menyangka bisa menemukan perempuan yang selalu gusar padanya. “Aku … aku hanya ingin menghirup udara segar. Ternyata temanmu ini sangat jago menyetir.” Alasan Freya tampak absurd. Alan merasa kesal dan heran. Ia menundukkan lehernya hingga sejajar dengan tinggi pintu mobil dan melirik ke arah wakil ketuanya yang bodoh. Tatapan Alan tampak mengancam pikiran Rahu yang kaku terdiam di posisinya. “Kenapa kau membawanya?” tanya Alan. “A–Aku … aku hanya … hanya tidak mau melihatnya membentakku terus!” Ucapan Rahu tampak aneh. Alasan yang dibuatnya tidaklah masuk akal. Wakil ketua gangster kalah dengan artis drama kemarin sore? Aneh, ‘kan?“Kau ingin bercanda denganku?” Alan tidaklah marah, tapi ia geram melihat tingkah konyol Rahu. “Lalu kenapa kalau aku mau ikut?! Nggak boleh?! Apa Diana sebegitu berharganya untukmu?” Tiba-tiba Freya meracau mengganggu percakapan antara Alan dan Rahu. Lelaki itu tahu bila watak perempuan di sampingnya sangat
Reaksi Alan dan Rahu tampak terkejut. Keduanya saling memandang dan seakan berbicara dalam benak masing-masing. Apa yang sebelumnya diberitakan oleh Michael tampaknya merupakan informasi yang valid. Tapi sayangnya, Ferdinand Draco Gibbon adalah sosok yang belum pernah ditemui oleh Alan. Ia tidak tahu perawakannya seperti apa. “Siapa?” tanya Freya. Perempuan itu tidak tahu sama sekali tentang orang yang dibicarakan oleh si mata-mata. Namanya terdengar asing, tapi saat melihat raut wajah Alan yang serius, ia berpikir kalau dua lelaki di sampingnya mengenali pria itu. “Kenapa dia dicurigai? Dan kenapa hasil dari penyelidikan Gluttony bilang bahwa bukan dia si Beelzebub itu?” Alan penasaran. “Itu bermula pada pembunuhan sepuluh petinggi Gluttony dua tahun lalu. Mereka semua tewas dengan cap markah bergambar iblis Beelzebub. Cap itu sengaja ditinggalkan di tubuh korban untuk dikenali. Beberapa petinggi lainnya dan ketua telah mengadakan rapat besar kala itu. Dan sebuah nama menjadi ter
Ucapan lelaki di depannya tidaklah mendasar. Tapi Freya melihat adanya ancaman yang seakan ingin melilitnya ketika melihat tatapan mata lelaki itu. Buas, haus darah, dan sangat tidak mudah ditebak. Ia belum pernah merasakan kengerian yang membuat benaknya takut sejenak. “Siapa kau?” tanyanya. Lelaki itu mendekat hingga wajahnya menghampiri telinga Freya. Dalam satu tarikan napas ia berkata, “Aku mimpi buruk kalian semua.” Setelah itu, lelaki itu pergi sambil melambaikan tangannya.Freya yang tidak mengerti maksudnya tidak mau ambil pusing dengan kelakuan pria psikopat yang datang tidak dijemput dan pergi semaunya seperti itu. “Apa dia iblis? Dia benar-benar psiko!” pikirnya dalam hati. Tapi ketika Freya hendak melanjutkan berkeliling, sesuatu tergeletak di jalan. Sebuah simbol yang tergambar di secarik kertas berukuran 5x5 cm itu tampak membentuk sebuah huruf ‘B’ besar yang diukir dengan detail dan ditambahkan ukiran gambar iblis. “Apa ini? Apa orang itu yang menjatuhkannya?” Fre
Freya segera menghentikan makannya. Kedua matanya tampak membulat. Ia tidak menyangka kalau orang brengsek yang ia temui tadi adalah orang yang dicari oleh mereka. Tapi Freya tidak merasa orang itu berasal dari keluarga kaya. Ia seperti biasa saja. “Apa kau tahu wajahnya? Kau melihatnya tadi?” Alan tampak bersemangat. Ia meminta Freya mengingat-ingat kembali perawakan orang itu. “A–Aku ingat. Tapi dia mengenakan kacamata. Tingginya juga lebih tinggi dariku. Sayangnya, aku tidak mengenalnya. Mungkin bila kau punya foto yang kau curigai sebagai Beelzebub, aku bisa mengenalnya dari situ. Apakah itu dia atau bukan,” jawab perempuan itu. Alan tersenyum tipis sambil mengembuskan napas. Ia merasa senang karena ada titik terang dari pencariannya. Dan ketika Freya melihat senyuman lelaki itu, ia meleleh dalam kaku. Lidahnya terasa kelu dan sulit untuk bicara. Pesona lelaki tampan dan berotot yang tiba-tiba senyum telah membuatnya senang dalam hati. “Kita mau ke mana lagi? Pulang ke apartem
Pria asing itu tidak sekalipun menjawab pertanyaan Alan. Ia juga enggan membuka tudung dan kacamatanya. Jarak mereka yang agak jauh membuat Alan sulit mengenali wajahnya. Dan hal itu yang membuat Alan tampak gusar. “Hei, jawab pertanyaanku!” teriak lelaki itu. “Kenapa aku harus menjawabnya? Apa itu kewajiban?” sindirnya lagi. Kesabaran lelaki yang sedang mengkhawatirkan temannya itu setipis tisu. Ia tidak segan menodongkan pistol yang ia cabut dari belakang punggungnya. Ujung pistol tampak mengarah langsung ke wajah pria asing itu. “Oh, ternyata kau memiliki pistol. Ini menakjubkan. Baiklah, ayo kita berduel!” Ia tidak segan untuk menerima tantangan Alan yang telah menodongkan pistol ke arahnya. Dengan cekatan, pria itu melemparkan sebuah pisau kecil dengan cepat ke arah Alan. Sontak saja pelatuk pistol ditekan oleh Alan sambil menghindari pisau yang melesak ke arahnya. Dar!Suara
[Aku sudah kirimkan undangan pernikahanku padamu. Awas saja bila kau tidak datang!]“Untuk adikku, aku pasti akan datang. Tapi apa kau yakin ingin menikahi pria itu?”[Apa maksudmu? A–Aku mencintainya.]“Benarkah? Baiklah, terserah kau saja kalau begitu.”[Ingat! Jangan lupa datang!]Pria asing itu menutup teleponnya. Senyuman kecil di bibirnya tampak meragukan Diana yang akan melakukan pernikahan itu dengan alasan karena mencintai Alan Dominic. Ia pun meminta kepada temannya untuk pergi ke tempat persembunyiannya. Ia ingin bersantai sejenak setelah menyapa musuhnya. ***Setelah beberapa jam berlalu Alan yang semula berada di pusat perbelanjaan saat ini sedang berada di ruang perawatan setelah dua butir peluru di keluarkan di tubuhnya. Ia terbaring di ranjang rumah sakit dan ditemani oleh Rahu yang baru kembali dari kamar Johnny. Perban menyelimuti beberapa area tubuhnya. Tapi yang menjadi kekhawatiran dari lelaki itu justru pria asing yang diduganya sebagai Beelzebub. Pikirannya ma