Pulang ke pondok, tak lagi memberi kebahagiaan pada Aryo. Baginya Sri bukan lagi istri yang dipujanya dulu. Dia begitu jijik membayangkan apa yang menjadi miliknya sudah dinikmati oleh laki-laki lain. Dia tak habis pikir sejauh itu istrinya tersesat."Mas," Sri menghidangkan makan malam untuknya. Hal yang beberapa bulan ini tak pernah dilakukannya lagi. Aryo mengambil nasi dan lauk seadanya, sepertinya Sri sengaja memasak malam ini. Bagi Aryo perubahan ini sudah terlambat."Mas masih marah sama aku?" Aryo menatap Sri sekilas, mata sembabnya tak menggugah Aryo sama sekali. Bayangan akan istrinya bercumbu dengan laki-laki lain membuatnya semakin membenci Sri."Sekarang mas yang bertanya padamu, jika mas yang melakukan apa yang kau lakukan, apa kau marah?"Wajah Sri menegang. Tentu saja dia marah, bahkan dia jengkel jika ada wanita lain yang mumuji kegantengan suaminya."Jadi jangan tanya apakah mas marah atau tidak. Kau tau jawabannya." Aryo mengakhiri makan malamnya. Mencuci tangannya
Mereka makan dalam diam, hanya suara jangkrik dan katak sawah yang terdengar.Sri mencuri pandangan pada Aryo. Sejak pertengkaran mereka dua hari yang lalu, Aryo memperlihatkan sikap yang sama."Hmmm, Mas," tegur Sri. Aryo hanya membalas dengan tatapan sekilas."Bagaimana pekerjaan, Mas?" "Aku belum mulai bekerja. Besok aku akan pergi pelatihan. Selama satu bulan."Sri berhenti mengunyah nasi dalam mulutnya, lalu buru-buru menelannya dengan air."Maksud mas, sebulan itu mas takkan pulang?" "Ya, begitulah!""Kenapa mas tak minta pendapatku dulu? Aku tak mungkin tinggal sendiri di pondok kecil ini." Suara Sri terdengar kalut."Kenapa mas harus minta pendapatmu? Apa kau pernah minta pendapat mas saat pergi ke sana ke mari dan akhirnya menyeleweng.""Mas, aku berusaha untuk berubah, aku berusaha untuk memperbaiki pernikakan kita. Aku mohon, beri aku kesempatan sehingga aku bisa membuktikan bahwa aku takkan mengulangi lagi kesalahanku.""Sri, semua tak lagi sama. Mas mencintaimu Sri, tap
Apa yang paling disesali oleh Sri, terlalu cepat menaruh rasa semu dan mengabaikan cinta sejati yang telah berbuat banyak pada hidupnya selama ini. Setelah vonis "hamil" didapatkannya, hidupnya berubah. Dari dulu, dia mengidamkan lahirnya seorang anak dari rahimnya. Seharusnya dia senang bukan? Tapi tidak, dia tau pasti bahwa bayi ini tercipta dengan cara salah, dia tau pasti bayi ini bukan miliknya.Walaupun kondisi tubuhnya yang lemas, Sri tetap memaksa untuk bekerja. Pagi-pagi sekali dia sudah berjalan kaki menuju jalan desa dan menunggu angkot untuk bisa sampai di pabrik. Entah kenapa, selama tiga bulan terakhir, Yayuk seolah menjauh darinya. Mereka tak lagi pergi dan pulang bersama.Saat ini, Sri tengah berada di atas angkot yang tengah berhenti menunggu penumpang. Angkot hanya diisi tiga penumpang. Yang pertama adalah Sri, yang ke dua seorang laki-laki paruh baya, dan satu lagi laki-laki berusia tiga puluhan.Laki-laki muda itu duduk di samping Sri. Aroma keringatnya yang tidak
Jam kerja sudah usai. Aryo lihat, Sri sudah menunggunya di dekat parkiran, kalau dulu dia tak mau diantar sampai ke parkiran, saat ini dia tidak peduli dengan pandangan penasaran orang-orang terhadapnya. Aryo memandangnya sekilas, walaupun dilanda perasaan sakit hati, dia tak sejahat itu pada Sri membiarkan wanita itu pulang sendiri.Sepanjang perjalanan, Sri hanya bisa menatap punggung lebar itu tanpa bisa menyentuhnya. Ada kerinduan yang tak bisa dijabarkan saat ini di hatinya. Dia mencintai Aryo, masih. Walaupun dia sempat menaruh simpati pada perhatian Novan."Mas," "Hmm," jawab Aryo singkat. Tampak tidak tertarik.Sri tak melanjutkan, dia melingkarkan tangan di pinggang suaminya dan merebahkan kepalanya di sana, memejamkan matanya yang mengeluarkan cairan bening dan tak terbendung. Sri menangis dalam diam."Sebentar saja! Jangan tolak aku, Mas. Biar saja seperti ini." Sri berujar parau.Aryo tak menjawab dan tak menolak. Bukankah seharusnya begini mereka? Berpelukan mesra di ata
Hari yang melelahkan bagi Novan. Rasanya dia sudah bekerja maksimal dan mengabdikan hidupnya untuk perusahaan. Akan tetapi ayahnya tetap saja tidak percaya akan kemampuan dirinya. Memang, terjadi permasalahan akhir-akhir ini. Salah satunya perusahaan mengalami kerugian karena Novan merekrut pekerja-pekerja baru yang dianggap tak kompeten.Siang ini, mereka tengah duduk santai di tepi kolam renang di rumah keluarga Novan. Hari ini Brenda tampil cantik, blezer bewarna peach dipadukan dengan celana panjang yang membungkus kaki jenjangnya. Brenda sengaja ke rumah Novan untuk memberikan laporan bulanan pada ayah laki-laki itu."Aku liat kau menikmati peranmu, sebagai pengganti papaku di perusahaan." Syarat sindiran, tapi Brenda terlihat biasa saja. Dia tak memperlihatkan wajah tersinggung."Sebenarnya, aku lebih menikmati menjalankan perusahaanku sendiri. Akan tetapi, Paman sedang membutuhkan aku. Lalu, aku harus bagaimana?"Novan hanya tersenyum hambar, dia menyukai Brenda, mencintai mal
Sudah lima belas menit, tatapan tajam Novan seakan menguliti Sri hidup-hidup. Wanita itu meremas jari-jarinya takut. Tak ada tatapan lembut dan manis seperti biasanya, Novan yang berada di depannya adalah laki-laki yang berbeda. Dingin dan terkesan tak peduli."Seseorang memukuliku di rumahku sendiri, dengan penutup wajah dan sikapnya yang bar-bar. Siapa dia? Apakah dia kekasihmu? Dia mengatakan kau hamil, meminta aku bertanggung jawab. Bagaimana aku bisa menjamin, bayi yang ada di perutmu adalah anakku, sementara kita sama-sama tahu, kau ... Sudah tak perawan."Tajam, kejam, tak berperasaan, itulah Novan yang ada di depannya saat ini. Begitu tak bernilainya Sri saat ini. Wanita itu hanya tertunduk mengusap air matanya kasar. Dia tak mengharapkan apa-apa. Semuanya tak lagi berguna baginya. Mungkin mati lebih baik, dari pada kehilangan Aryo."Berapa? Berapa usia kandunganmu? Seharusnya kau mencegahku saat itu." Novan mengusap wajahnya kasar.Jika tadi Sri diam saja, saat ini dia sudah
Setahun kemudianSeorang wanita, menatap nanar hidangan di meja makan yang sudah ditata sedemikian rupa. Wajah cantiknya kelihatan sendu, beberapa kali dia memandang jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya.Derap langkah sepatu mengalihkan perhatiannya, seperti biasa, pria itu pulang dalam keadaan kacau. Dasi sudah terlepas dari lehernya, lengan bajunya digulung sampai siku."Mas?" Wanita itu bangkit, menyambut kedatangan suaminya."Sudah ku bilang berulang kali, tidak usah melakukan ini, tidak usah menungguku pulang. Tidak usah terlalu baik. Karena kita tau, dua bulan lagi, kita akan segera bercerai."Laki-laki itu adalah Novan, dan sang wanita adalah Sri. Benar, sudah sebulan pernikahan mereka, tepat setelah dua bulan kelahiran anak mereka. Namun, pernikahan yang mereka jalani bukan seperti orang pada umumnya.Di awal dulu, Novan menolak bertanggung jawab. Tapi entah kenapa, setelah anak itu lahir, Novan mengajaknya menikah secara mendadak."Mas, biarkan aku melaksa
Rambut panjangnya terurai melewati punggungnya yang ramping. Gaun malam yang melekat pas di tubuhnya menambah kecantikan yang sempurna. Sayangnya, bibir yang dipoles lipstik warna nude itu tampak terkatup rapat. "Singkirkan semua makanan ini, Bik!" perintahnya dingin pada wanita tua yang berdiri di belakangnya. Meja makan sudah dipenuhi oleh hidangan makan malam."Tapi, Nya, saya disuruh melayani nyo nya selama di sini.""Saya akan pergi, Bik." Wanita itu mengambil tasnya dan melangkah meninggalkan rumah."Kemana nyonya malam-malam begini?" Seorang wanita muda yang tengah mengendong bayi perempuan di tangannya. "Nggak tau," jawab wanita yang dipanggil 'Bik' oleh Sri."Kasian kamu, Nona kecil. Ayahmu yang tidak perhatian dan ibumu yang tidak peduli.""Sudah waktunya nona kecil tidur.""Iya, Bik."Sementara itu, mobil yang dikendarai Sri meluncur kencang membelah malam. Apa yang ada didalam hatinya? Kosong. Dia bagaikan jasad tanpa roh. Tidak ada lagi kebahagiaan, tak ada lagi tawa,