Bab 5 Balas Dendam
Alvis Milo SyailendraKarina membeliak, dan langsung mencelos. Saat ia melihat sosok pria yang telah menghancurkan masa depannya itu."Kamu sudah bangun? Aku membelikan makanan untukmu. Kata dokter, kamu lapar dan sangat kelelahan. Itu akibatnya kamu pingsan," ujar pria itu dengan suara yang begitu lembut dan tatapan sangat manis. Sangat jauh berbeda dengan beberapa jam yang lalu.Karina menghela nafasnya panjang. "Huft, kenapa dokternya begitu pintar. Aku memang hendak mencari makan barusan, ish. Menyebalkan," gerutu Karina yang masih membuang muka.Ia tak menghiraukan keberadaan pria itu. Rasanya ingin sekali mencakar-cakar wajahnya tapi, semua telah percuma sekarang. Meski ia memaki, atau mengamuk sekalipun. Tak bisa mengembalikan semua ke keadaan semula."Makanlah, atau mau aku suapin?" ucap pria itu, yang sudah duduk di samping Karina."Aku tidak mau!" sinis Karina. Ia sangat jaga image, meski isi perutnya sangat keroncongan saat ini.Pria itu tersenyum miring, lalu menyodorkan satu sendok nasi yang bercampur dengan ayam berkuah merah. Karina kembali mencelos kasar. Dan, tiba-tiba perutnya berbunyi gemerucuk. Membuatnya sontak memejamkan matanya seraya menggigit bibir bawahnya lembut."Sial, kenapa pakai bunyi sih ini perut, bikin malu saja," keluhnya dalam hati."Makanlah, kamu pasti sangat lapar, 'kan? Itu, cacing di perutmu sudah berontak semua. Demo meminta jatahnya," ujarnya santai.Karina mendesis lirih, dengan terpaksa ia menarik tubuhnya untuk duduk. Dan, dengan sigap pria itu membantunya. Tapi, Karina dengan kasar menepisnya." Jangan menyentuhku!" sentaknya kasar."Oke-oke, aku minta maaf." ujarnya, seraya mengangkat tinggi kedua telapak tangannya.Karina sontak mengambil kotak berisi makanan yang ada di atas selimutnya. Melirik sekilas, dan kembali mencelos sinis. Kemudian dia dengan lahap memakan kudapan tersebut. Lapar di perutnya membuatnya sangat lahap mengunyah makanan tersebut.Tiba-tiba, dia tersedak. Hingga matanya memerah, pria yang duduk di sofa agak jauh, melihatnya. Sontak berlari membawa satu botol air mineral dan memberikan kepada Karina."Kenapa terburu-buru makannya. Pelan-pelan saja," ujarnya dengan sangat lembut.Karina meneguk minuman itu dengan sedikit melirik kesal. Pria itu hanya menggeleng lembut dengan sunggingan senyum di kedua sudut bibirnya. Sungguh, baginya itu sangat menggemaskan. Melihat jakun Karina naik turun saat minum. Rasa haus pun hinggap di tenggorokannya."Sisakan airnya untukku, Karina. Aku juga haus. Aku hanya membeli satu, tadi," ucapnya."Ini bekas mulutku, jangan kamu mi–" Terlambat, pria itu sudah merebut botol itu saat Karina menurunkan botolnya dan memangkunya. Ia hanya bisa terdiam dengan mata membulat sempurna dan bibir terbuka."Namaku Alvis Milo Syailendra. Aku biasa di sapa Alvis. Tapi, Andini biasa memanggilku, Milo. Kalau kamu, boleh memanggilku dengan panggilan apapun," ucapnya, seraya menutup botol kosong itu dan membuangnya ke tong sampah yang tersedia di dalam ruangan tersebut.Karini memutar bola matanya lalu mendesis."Aku tak bertanya," sinisnya."Aku hanya memberitahu padamu, Karina. Karena kita akan menikah. Apa iya kamu tak ingin mengetahui nama calon suamimu," balasnya tegas."Apa? Menikah! Mimpi kamu, siapa yang mau menikah dengan pria gila sepertimu, ha. Dasar penjahat! Aku muak melihatmu, aku akan pergi setelah ini. Jangan harap kita akan bertemu lagi setelah ini." Dengan wajah yang merah, bola mata yang berapi-api. Karina berkata dengan sangat lantang."Tapi, aku akan tetap menikahimu, Karina. Aku bukan lelaki pengecut. Aku telah merusakmu, karena itu. Aku akan bertanggung jawab sebelum cairan itu berubah menjadi janin. Kamu mengerti!" tegas Alvis dengan tatapan tajam.Karina membalas nyalang tatapan Alvis. Lalu, seringai tampak dari kedua sudut mata lelaki tampan itu. Karina sontak mencelos, tak tahan dengan wibawanya yang begitu karismatik."Aku tidak mau!" tolak Karina lagi.Di hatinya hanya ada kekasihnya. Meski ia tak tahu, akankah kekasihnya menerimanya lagi. Karena kini ia sudah tak suci lagi. Tapi, Karina akan menjelaskan semuanya nanti. Pikir Karina, semudah itu."Aku tak bertanya kau mau atau tidak, bukan? Aku hanya mengatakan, bahwa aku akan menikahimu. Dan, kau akan menjadi pengantinku," tegas Alvis, yang kemudian pergi begitu meninggalkan ruangan tersebut.Karina tercengang, dia menelan ludahnya yang terasa begitu pahit. Ia berpikir untuk kabur saja. Matanya mencari keberadaan tasnya. Benda itu adalah yang utama yang harus ia bawa. Semua kebutuhannya, dan identitasnya ada di sana.Namun, ia tak menemukan tas selempang miliknya itu."Tasku? Kemana tasku?" gumamnya dengan mata yang terus mencari kian kemari.🍁 BERSAMBUNG 🍁Bab 6 Balas DendamTempat AsingKarina melepaskan paksa infus yang menancap di punggung tangannya. Lalu melompat dari atas ranjang, dan mencari tasnya. "Astaga, dimana dia menyimpan tasku," gerutunya lirih. Menyingkap sofa, membuka laci. Lalu membuka bed dan bahkan dia mencari sampai ke dalam kamar mandi. Tapi, benda itu tam ia temukan. Karina menggelung rambut panjangnya. Lalu ia kembali mencari benda penting miliknya itu. "Bagaimana aku bisa pergi tanpa tas itu. Paspor - ku, identitasku. Aah, sial! Kemana benda itu, astaga!" Tiba-tiba, terdengar suara derap langkah mendekat. Karina sontak kembali ke atas ranjang. Dan, berpura-pura tertidur. Ia menutup semua tubuhnya menggunakan selimut, kecuali bagian kepalanya. "Apa dia mengamuk, kenapa tempat ini jadi berantakan sekali," ucap Alvis yang kaget melihat ruangan yang menjadi sangat berantakan. Saat ia memasuki kamar tersebut. Matanya mengedar ke seisi ruangan, lalu tiba-tiba ada yang masuk. Yaitu, seorang perawat wanita datang u
Bab 7 Balas Dendam Yang SalahRencana KaburSeorang wanita setengah baya masuk, dengan membawa pakaian. Lalu tersenyum dan mendekati Karina. "Nyonya sudah bangun rupanya. Ini Nyonya, pakaian ganti anda. Saya, Antini asisten di rumah ini" jelasnya. Karina terdiam dengan alis yang bertemu. Ia tak mengerti dengan yang sedang terjadi padanya. Ia hanya mengamati gerak-gerik wanita itu. "Asisten? lalu siapa majikan anda?" tanya Karina kemudian. Wanita paruh baya itu kembali tersenyum tipis. Lalu beranjak begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Karina. "Hai, kenapa tak kau jawab pertanyaanku, wanita tua!" pekik Karina. Ia geram, karena merasa diabaikan begitu saja. Wanita itu menoleh dan mengangguk hormat. Seulas senyum tak lepas dari kedua sudut bibirnya. Meski tatapannya terlihat sangat dingin. Membuat Karina sedikit merinding bulu kuduknya. "Nanti, Nyonya juga akan tahu. Siapa Tuan besar juga Nyonya besar di sini. Maaf, saya permisi. Makan malam, nanti akan kami antar kemari. Itu per
Bab 8 Balas DendamGagal KaburKarina menoleh sekejap, tapi kemudian melanjutkannya dengan cepat. Karena Antini menuju kamar mandi. Dengan dada yang berdetak tak karuan. Karina berhasil keluar dari kamar itu. Dan, ia segera memindai seluruh sudut rumah besar itu. Langkahnya terus berjalan, menyusuri ubin dingin yang warnanya mengkilap bahkan berkilauan diterpa lampu pencahayaan. Dan, langkahnya terhenti. Saat mendapati sebuah ruangan yang sangat tidak asing baginya. "Apa! Jadi, aku—" Sontak Karina mencengkram surai di kepalanya dengan kuat. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Ia seperti sedang berada di labirin aneh. Kenapa setiap kali dia melangkah. Masih juga berkutat dengan pria yang telah menodainya itu. "Aaaaaargh!" jeritnya sekuat tenaga. Tubuhnya luruh begitu saja di atas lantai. Semua bayangan saat ia di paksa pria itu, hingga kesuciannya hilang. Melintas begitu nyata dalam ceruk kepalanya. Ia merutuki dirinya sendiri. Kenapa nasibnya begitu sial. Kena
Bab 9 Balas DendamKenyataanKarina mengerjap perlahan membuka matanya. Tangannya memegangi kepalanya yang terasa begitu berat. Wajah pucatnya meringis, menahan sakit di kepala juga telapak kakinya. Setelah matanya bisa melihat dengan jelas. Ia tercengang dan kembali kesal. Sungguh, ia merasa sedang berada di labirin mengerikan. Kemanapun dia melangkah, ia akan kembali lagi ke tempat semula. "Bagaimana mungkin aku masih disini, ya Tuhan…," lirihnya dengan dada yang terasa sesak dan nyeri.Ia menoleh menatap jendela yang ia pecahkan. Mustahil, kenapa sudah rapi. Bahkan, kini semua jendela menjadi berteralis besi yang kokoh. Karina menatapnya pilu dengan bibir yang menganga tak percaya. "Oh my God! Keterlaluan. Apa sebetulnya yang ia inginkan dariku," gerutunya, seraya meremas dadanya yang semakin terasa sakit di dalam sana. Karina menggeser tubuhnya perlahan, ia ingin sekali turun dari ranjang besar itu. Dan, keluar dari kamar mewah yang bukan miliknya. Lalu segera kembali ke Singa
Bab 10 Balas DendamNyonya Milo Syailendra Karina menyingkirkan tangan Alvis dari tubuhnya dengan kasar. Tapi, ia tak bisa menjauh darinya. Karena sakit di telapak kakinya, membuatnya sungguh kesulitan bergerak bebas. "Jangan bermimpi kamu! Aku hanya berpura-pura kala itu, bukan bicara serius!" protes Karina dengan sinis. "Iya, aku tahu itu. Tapi, sekarang kamu adalah istri sahku. Kita telah menikah secara agama, kemarin lusa. Di sini, apa kau perlu buktinya?" jawab Alvis dengan santainya. Ia turun dari ranjang, dan mengutip pakaiannya. Lalu membawanya ke kamar mandi. Sementara Karina menarik selimut dan menutupi tubuhnya rapat. Ia masih tak percaya dengan kalimat yang diucapkan Alvis padanya. Tapi juga bingung untuk mencernanya"Mustahil, itu tidak mungkin terjadi," sangkalnya lirih. Tangannya meremas-remas selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Bayangan sosok Richard menari di dalam ceruk kepalanya. Dengan kasar ia meraup wajahnya. Lalu menjambak rambut di kepalanya yang sangat
Bab 11 Balas DendamSahTangan Karina melayang ke dada telanjang Alvis. Ia terus menghantamkan kepalan kedua telapak tangannya ke sana. Sementara Alvis hanya tersenyum menanggapinya. Menerima pukulan di tubuhnya, yang ia anggap bentuk cinta dari sosok istri yang baru ia sahkan saat Karina tak sadarkan diri kala itu. "Berhenti!" serunya, saat ia melihat sosok Karina yang tubuhnya mulai limbung. Ia segera keluar dari kendaraanya, dan menghampiri Karina. Yang tubuhnya sudah tergeletak di tepi jalan. Ia menggeleng lemah, lalu segera membopong tubuh lemah Karina. "Dasar bawel. Kenapa kau sangat keras kepala, Karina." Alvis berjalan menuju mobil, dan sopir membukakan pintu untuknya. Alvis segera masuk, dan memangku tubuh Karina. Ia menarik nafasnya dalam satu helaan panjang. Saat menatap lekat wajah pucat Karina. Tangannya bergerak perlahan, menguap puncak kepala Karina. Dan, senyuman terulas di wajahnya. "Kita pulang, Pak. Aku harus segera menikahinya, sebelum ia menjadi milik orang
Bab 12 Balas DendamKoleksiAlvis tersenyum melihat wanita yang baru saja ia nikahi itu terus mengigau. "Kau ini pingsan atau tidur sih, gadis cantik. Hmm, sepertinya aku menyukainya. Astaga, secepat itu aku jatuh hati padanya." Saat membopong tubuh lemah Karina, Alvis tak berhenti menatap wajah cantiknya itu. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas secara perlahan. Kedua bola matanya bersinar. Hingga sampai di atas ranjang, perlahan Alvis meletakkan tubuh istrinya. Membelai surai panjang yang berwarna coklat dan bergelombang itu dengan sangat lembut. Lalu meninggalkan satu ciuman dari ujung bibirnya ke kening Karina. "Aku yakin kau wanita yang setia, Karina. Tetaplah tinggal, sampai aku usai membalaskan dendamku. Setelah itu, kita akan menemui kekasihmu, untuk menjelaskan semua yang terjadi. ❣❣❣❣❣"Kenapa kau lakukan itu padaku? Kenapa!" raung Karina, dalam dekapan Alvis. "Seharusnya kau bersyukur, bukan? Aku sudah bertanggung jawab atas perbuatanku?" "Aku tidak mau menikahi pri
Bab 13 Balas DendamTerbuai Dalam SandiwaraKarina sontak membuang muka. Saat ia melihat sosok Alvis yang masuk ke dalam kamar tersebut. Pria itu membuka lemari, kemudian melirik sekilas istrinya dan kemudian keluar lagi. "Hai! Kembalikan tasku!" teriak Karina seraya melemparkan bantal yang telah Antini kembalikan ke atas kasur lagi. Namun, pria itu tidak menggubrisnya sama sekali. Karina semakin kesal dibuatnya. Ia mengacak-acak kasur itu kembali. Dan tiba-tiba perutnya terasa lapar. Ia menoleh ke baki yang ada di atas meja. Dengan terpaksa, lapar yang sudah menguasainya itu mendorong langkahnya mendekat ke sofa. Lalu ia menjatuhkan bobotnya ke sana dan menarik baki berisi nasi beserta lauk pauknya. "Ya Tuhan, aku memang kelaparan. Menyedihkan sekali hidupku. Makanan ini sangat enak, tapi tak terasa apapun. Karena bagaikan di penjara rasanya," gerutunya lirih. Ia menyantap makanan itu dengan sangat lahap. Ia memang sangat kelaparan. Jika tak segera mengisi perutnya dengan makana