Share

Chapter 3. Menyusun Rencana

Memasuki pertengahan malam, Moza, Sembi, Resta dan Pak Gandara terlihat duduk melingkari sebuah meja panjang. Keempat orang itu tanpak berbicara dengan serius.

Tok, tok, tok,” suara pintu yang diketuk memecahkan obrolan mereka.

“Permisi,  Pak,” ucap sebuah suara dari balik pintu.

“Silahkan masuk,” ujar Pak Gandara, dan beberapa orang terlihat berjalan memasuki ruangan itu. Mereka lalu duduk di atas kursi yang telah disediakan. Sejenak Pak Gandara melirik pada orang-orang yang hadir di ruangan itu lalu mulai membuka percakapan.

 “Rekan-rekan semua. Sebagaimana telah kita ketahui. Bahwa, pergerakan kita ini sudah berjalan hampir selama 14 tahun lebih. Saya rasa, sekarang hampir mendekati klimaksnya. Dan Pak Gamaliel sebagi pemimpin pergerakan, telah menyerahkan sepenuhnya kepada saya untuk memimpin misi kita selanjutnya. Dan sebagimana kita ketahui, ternyata pemerintah tidak juga menyerahkan kemerdekaan wilayah yang telah kita perjuangkan ini. Berbagai cara halus sudah kita tempuh, dan cara kasar pun sudah kita lalui, tapi hasilnya tetap saja nihil,” ucap Gandara.

 “Lalu. Apa tindakan kita selanjutnya? Rasanya, kesabaran saya sudah habis,” ujar laki-laki yang bernama Sugeng yang telah mengangkat dirinya secara tidak resmi sebagai jenderal.

“Saya punya rencana. Kita culik orang-orang yang berpengaruh di wilayah ini, termasuk Pak Gubernur. Kita ajak mereka berunding secara paksa. Dengan begitu, mereka pasti mau bekerja sama dengan kita untuk melepaskan wilayah ini dari cengkraman orang Republik. Kita bikin Pak Gubernur dan orang-orang itu membuat pernyataan bahwa mereka mendukung pergerakan kita. Lalu, kita menyiarkannya di media masa, dan media sosial lainnya. Karena selama ini, mereka lah yang selalu menghalang-halangi pergerakan kita ini, mereka adalah boneka orang Republik,” ucap Pak Gandara.

“Kapan rencana ini dilaksanakan, Paman?” tanya Sembi sambil menatap Pak Gandara.

“Secepatnya. Tapi, kita harus menyusun rencana ini matang-matang, karena sedikit saja kita melakukan kesalahan, maka akibatnya akan fatal. Kita sudah jenuh dengan pergerakan kita yang belum juga ada hasilnya, dan sepertinya mereka juga sudah jenuh dengan keberadaan kita. Ingat, aksi kita harus berhasil. Kalau tidak, maka kita akan ditumpas habis oleh mereka,” ujar Pak Gandara menegaskan.

Semua terlihat mengangguk tanda mengerti. Pak Gandara mengambil beberapa lembar poto dari dalam lacinya.

“Ini. Kelima orang ini akan kita culik, lalu kita bawa ke hutan tempat persembunyian kita”.

“Lalu. Siapa saja yang akan melaksanakan tugas ini?” tanya Pak Sugeng.

“Kalian semua lah yang akan melaksanakan tugas ini. Makanya saya memanggil kalin semua ke ruangan ini. Sugeng dan kamu Moza, kalin bertugas membawa Pak Gubernur. Kebetulan pada tanggal 12 nanti, Pak Gubernur akan mengadakan rapat dengan para pejabat lainnya di balai kota. Setelah acara tersebut selesai, Pak Gubernur dan rombongannya dijadwalkan akan mengadakan kunjungan ke sebuah wilayah di selatan, kita gunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Di jalan yang melintasi hutan bambu, kita cegat rombongan Pak Gubernur. Selain tempatnya sepi, di sana juga jauh dari keramain. Dan Sembi, Kamu yang membawa Pemilik media ternama di wilayah kita. Kebetulan, pemilik media tersebut juga merupakan salah satu ketua dewan. Yang lain, menculik sisanya. Setelah Pak Gubernur dan yang lainnya membuat pernyataan, kita langsung kirimkan video rekaman mereka pada media tersebut. Dibawah perintah Pak dewan yang kita ancam, media tersebut pasti akan menyiarkannya. Dan untuk mejalankan misi ini, saya menugaskan 250 tentara kita, yang masing-masing akan dibagi kedalam lima kelompok dengan persenjataan yang lengkap. Masing-masing akan membawa 50 tentara, dan saya rasa itu cukup,” ucap Pak Gandara menjelaskan.

Moza yang sedari tadi diam mulai angkat bicara.

“Tapi, Paman. Apakah ini tidak akan mencurigakan pihak pemerintah pusat?” tanya Moza dan terlihat yang lainnya pun menoleh pada Pak Gandara.

“Asalkan kalian melaksanakannya dengan rapi, tentu tidak akan mencurigakan mereka, dan menghambat pergerakan cepat mereka. Ingat, kita berseragam seperti orang biasa saja, tidak perlu memakai seragam kebesaran tentara kita. Ada lagi pertanyaan atau usulan dari rekan-rekan semua?” ucap Pak Gandara sambil melirik pada yang hadir. Moza terlihat melirik dan mulai berbicara.

“Begini, Paman. Saya hanya mengusulkan. Untuk mengalihkan perhatian dan menghambat penyebaran informasi, bagaimana kalau kita ledakan saja beberapa pembangkit listrik di wilayah ini. Untuk waktu peledakannya, berbarengan setelah target utama kita dapatkan, dengan begitu perhatian masyarakat akan sedikit teralihkan dan menghambat penyebaran berita. Dengan begitu, akan banyak ruang untuk kita bergerak,” usul Moza. Mendengar usulan Moza itu, Pak Gandara terlihat manggut-manggut.

“Ya, bagus juga ide kamu, Moza” Pak Gandara lalu melirik pada Sembi “Sembi, tolong setelah ini kamu hubungi Reza, dia pemimpin pasukan kita yang ada di kota. Perintahkan dia sesuai ide Moza tadi,” pinta Pak Gandara pada Sembi.

“Baik Paman,” jawab sembi.

“Adalagi pertanyaan?” tanya Pak Gandara sambil melirik pada yang hadir.

“Paman. Bagaimana kalau pak Gubernur dan orang-orangnya tetap tidak mau bekerjasama dengan kita?” tanya Sembi.

 “Kita lihat saja nanti. Kita pasti punya seribu cara untuk meruntuhkan keteguhan hati mereka. Oke. Saya rasa, untuk pertemun saat ini kita cukupkan sampai di sini. Malam ini, kita istirahat sejenak. Besok pagi, kita berangkat ke markas dan kita matangkan rencana kita di sana. Sembi, jangan lupa hubungi Reza, sampaikan apa yang tadi Moza usulkan,” ujar Pak Gandara sambil mengakhiri pertemuan malam itu dan Sembi mengiyakan. Yang hadir terlihat mengangguk tanda setuju, dan satu-persatu dari mereka telihat  meninggalkan ruangan kecuali Moza.

 “Ada apa Moza? Apakah belum jelas?” tanya Pak Gandara pada Moza yang terlihat seperti sedang memikikan sesuatu.

“Begini Paman. Kalau seandainya Pak Gubernur tetap tidak mau bekerja sama dengan kita. Lalu, apa tindakan kita selanjutnya? Karena kita tidak mungkin membunuh Pak Gubernur. Bisa-bisa, seluruh masyarakat akan mengecam habis-habisan pergerakan kita ini, termasuk sebagian masyarakat yang sudah mendukung kita,” tanya Moza pada Pak Gandara.

 “Ya. Inilah yang sedang saya pikirkan. Tapi, sudahlah. Untuk selanjutnya, kita lihat saja nanti. Yang terpenting saat ini, kita jalankan rencana yang sudah kita buat, semoga saja berjalan dengan lancar,” jawab Pak Gandara.

“Oh, ya, Moza. Sebelum pemberangkatan nanti, kamu cek amunisi dan perbekalan para tentara kita. Jangan sampai hal sepele menghambat pergerakan mereka,” ujar Pak Gandara menambahkan.

“Siap, Paman.”

“Oh, iya, Paman. Sepertinya, kita juga perlu menempatkan beberapa orang di beberapa titik pusat keamanan para tentara republik dan jalan masuk provinsi. Sehingga, jika ada pergerakan atau pengejaran dari mereka, maka kita akan mengetahuinya.” Moza mengusulkan.

“Ya, saya rasa masukan kamu sangat berguna sekali. Kalau perlu, kita suruh juga beberapa orang untuk meledakan beberapa pusat perbelanjaan atau pusat keramaian. Dengan begitu, perhatian pemerintah republik akan teralihkan dari peristiwa penculikan yang kita lakukan.”

Setelah obrolan itu dirasakan cukup, Moza akhirnya berjalan keluar meninggalkan ruangan menuju kamarnya untuk beristirahat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status