Sesampainya di mansion, Sean merasa tidak enak hati kepada istri nya. Perlakuan Alice yang menjorokan kepala Aurora membuat lelaki itu geram. Aurora bukan gadis yang suka melawan, sudah tentu itu membuat Sean semakin merasa kesal. Sean tersadar jika Aurora belum makan apa pun di restoran tadi.
"Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya paman Smith ketika melihat raut wajah Sean yang berubah-ubah.
"Siapkan makan siang, Rora belum makan apa pun." perintah Sean seakan lelaki itu terlihat khawatir.
"Baik tuan..." paman Smith langsung pergi ke dapur. Sean kembali ke kamarnya, namun lelaki itu terlihat gelisah dan dia sendiri tidak tahu penyebabnya.
"Ah,...sial...!" umpat Sean kesal.Tak berapa lama, paman Smith memanggil Sean, "Makan siang sudah siap tuan.", lelaki paruh baya itu memberitahu.
"Hmmmm....aku akan segera turun." sahut lelaki itu dari dalam kamar.
Sean kemudian keluar dari kamar dan langsung pergi ke ruang makan. Namun ia tidak melihat kehadiran Aurora. "Di mana Rora?" tanya Sean mencari.
"Sebentar, saya panggil dulu." ucap paman Smith kemudian pergi memanggil Rora. Paman Smith berjalan beriringan menuju meja makan bersama Rora.
Aurora duduk saling berhadapan dengan suaminya, entah kenapa jantung ke dua nya berdetak seirama namun tak bisa di dengar. Rora memilirik ke arah Sean, lalu mulai memakan makanan nya dalam diam.
"Apa kau bisa memasak?" tanya Sean membuka suara.
Aurora mendongak, "Bisa...!" jawab nya singkat.
"Kalau begitu, kau harus masak untuk makan malam ini." perintah Sean membuat paman Smith langsung melirik ke arah Rora yang sedang mengangguk.
Selesai makan, Aurora dan Sean langsung kembali ke kamar masing-masing. Aurora membuka paper bag yang berisi ponsel baru. Gadis itu mulai membuka nya, rasa nya sudah sangat lama ia tidak memegang benda pipih ini.
Tiba-tiba ponsel berbunyi hingga membuat Aurora terkejut bahkan benda pipih itu terjatuh dari tangan nya. Aurora buru-buru memungut kembali dan melihat id penelpon. Gadis itu kemudian mengangkat nya.
"Hallo......." sapa nya pada orang di sebrang sana.
Lebih terkejut lagi ketika Sean tiba-tiba membuka pintu kamar gadis itu, "Lihat lagi, siapa nama penelpon itu?" perintah Sean dan langsung Aurora melihat ke layar ponsel nya.
"Suamiku...!" gumam Aurora bingung lalu menoleh ke arah Sean.
"Kenapa? apa aku salah? aku kan suami mu sah di mata agama juga negara." sahut lelaki itu semakin membuat Aurora bingung. "Ingat, kau hanya boleh menyimpan nomor ku, paman Smith dan juga supir pribadi beserta dua anak buah ku." jelas Sean membuat Aurora hanya mengangguk.
Ingin rasanya Aurora protes, namun tenggorokan nya seakan cekat tak bisa bicara. Sean kemudian keluar dari kamar Rora, lelaki itu lagi-lagi bingung ingin berbuat apa.
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, di bantu paman Smith dan beberapa pelayan lain nya, Aurora mulai memasak untuk makan malam mereka. Sudah lama rasa nya Aurora tidak menggunakan kompor, gadis itu sangat senang sekarang. Bahkan Aurora bisa saling bertukar cerita dengan beberapa pelayan meski semua pelayan itu lelaki.
Sean yang melihat dari kejauhan sedikit merasakan ketidak sukaannya ketika melihat istrinya tersenyum dan tertawa dengan orang lain. Setelah satu jam berkutat di dapur, makan malam sudah terhidang di atas meja makan.
Sean melirik ke arah istri nya lalu mulai mencicip masakan Rora. Ada kegelisahan dari wajah Rora karena ia takut jika masakan nya tidak sesuai dengan selera Sean.
"Emmm....enak!" puji Sean "Kenapa kau tidak makan?" tanya nya pada Rora.
"Iya, ini makan..." jawab Rora gugup.
Hanya ada keheningan di antara ke dua nya, bunyi dentingan sendok menjadi alunan nada mengusir kecanggungan di antara ke dua nya. Paman Smith bergantian menoleh ke arah Sean dan Aurora. "Aku akan mempercayai pepatah dari perut turun ke hati jika tuan Sean akan luluh dengan masakan Aurora." batin paman Smith dengan senyum di kulum.
Makan malam selesai, ke dua nya kembali ke kamar masing-masing, Aurora langsung pergi tidur karena ia merasa lelah untuk hari ini. Sedangkan Sean memilih mengerjakan pekerjaan kantor nya di kamar.
Malam berganti pagi, lagi-lagi Sean merasa malas untuk pergi ke kantor.Mondar mandir atas anak tangga membuat Aurora pusing melihat nya.
"Tidak capek naik turun?" Rora memberanikan diri untuk menegur Sean.
Langkah Sean terhenti lalu memandang lekat gadis yang ada di depan nya. "Ganti pakaian mu." perintah Sean membuat Rora mengernyitkan dahi nya."Cepat, ganti pakaian mu dan ikut aku." perintah nya sekali lagi.
Aurora bergegas berganti pakaian, dress berwarna putih dengan panjang selutut senada dengan warna kulit nya. Mengikat rambut dengan kuncir kuda hingga terlihat leher jenjang nya.
Sean menghela nafas dalam, otak nya akan kacau setiap kali melihat gadis itu sedikit berias diri. Mereka kemudian pergi, Aurora tidak berani bertanya kemana mereka akan pergi. Ternyata, Sean membawa istri nya pergi ke kantor.
Semua karyawan memandang iri kepada Aurora ketika gadis itu berjalan mengekor di belakang Sean. Bahkan, para karyawan perempuan semakin kepanasan ketika melihat Aurora masuk ke dalam lift pribadi milik Sean.
Tiba-tiba Sean menarik ikat rambut milik Aurora lalu menyimpan nya di dalam saku celana nya. Rora terkejut lalu bertanya,"kenapa?" tanya nya bingung.
"Jika sedang di luar, jangan menguncir rambut mu. Aku tidak suka melihat mata buaya melihat diri mu." jawab nya membuat Aurora langsung deg-degan.
Gadis itu hanya mengikuti, tak berani membantah. Sesampainya di ruangan, Julian terkejut dengan kehadiran Aurora."Hii... apa kabar?" sapa Julian dengan senyum penuh semangat.
Sean menatap tajam ke arah Julian lalu menarik istrinya masuk ke dalam ruangan pribadi yang ada di ruangan kerja nya. "Ini kamar pribadi ku, kau bisa istirahat atau menonton drama seperti yang kau tono bersama Allena. Aku harus bekerja, makan siang nanti aku kembali." ujar Sean menjelaskan.
"Iya,...emmm...boleh aku meminta sesuatu?" sejak hidup berdua dengan Sean, baru kali ini Aurora memberanikan diri untuk meminta sesuatu.
"Katakanlah!" seru Sean.
"Apa boleh aku meminta nomor ponsel adik mu?" gadis itu langsung menunduk takut.
"Kemarikan ponsel mu." ujar Sean lalu memasukan nomor adik nya di ponsel Aurora. "Hubungi aku jika kau butuh sesuatu. Jika kau butuh camilan atau minuman, kau bisa ambil di kulkas sana." ucap Sean sambil menunjuk kulkas dua pintu yang berukuran besar.
"Iya,...terimakasih." sahut Aurora.
Sean kemudian keluar, lelaki itu mulai melakukan pekerjaan nya dengan tenang bersama Julian. Sedangkan Aurora memilih menonton drama untuk mengusir rasa bosan nya menunggu Sean.
Televisi menyala, namun bukan Aurora yang menonton nya melainkan televisi yang menonton diri nya. Sean yang baru masuk langsung mematikan televisi lalu menghampiri Aurora yang masih terlelap. Sungguh, wajah polos itu mampu membuat hati Sean menghangat.Sean berlutut, mengusap lembut pipi putih milik Aurora. Bibir Sean melengkung, memancarkan senyum yang tak di lihat oleh Aurora. Gadis itu tiba-tiba menggeliat, Sean buru-buru berdiri."Sudah bangun?" tanya Sean membuat Aurora langsung duduk.b"Maaf, aku ketiduran." ucap gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur."Ayo pergi, sekarang jam makan siang. Cuci dulu wajah mu." perintah Sean lalu bergegas Rora pergi mencuci wajah nya.Sean dan Aurora juga Julian pergi makan siang di restoran langganan mereka. Gadis itu tidak banyak bicara, seakan hidup nya sangat membosankan.Sean memesan banyak makanan, mereka makan saling mengobrol terkecuali Aurora. Gadis itu tidak
"Apa kau masih marah?" tanya Sean kepada gadis yang setengah menikmati sarapan nya itu.Aurora mengangkat wajah nya lalu berkata, "Tidak ada yang perlu aku marahkan. Untuk apa? kau tidak ada hubungannya dengan semua ini."Kata-kata Aurora membuat lelaki itu terdiam. Gadis ini sudahlah pendiam, di tambah lagi sekarang wajah nya berubah dingin. Seperti ada selapis salju yang menghiasi wajah Aurora.Hari telah berganti, tak terasa usia pernikahan Sean dan Aurora sudah lewat dari satu bulan. Namun, pernikahan mereka bukan seperti pernikahan biasanya. Meski hubungan sepasang suami istri itu sudah mulai akrab, namun Aurora lebih suka menjaga jarak dengan Sean."Daddy meminta kita untuk pulang." ujar Sean memberitahu istrinya."Aku sih, terserah saja!" jawab Aurora dengan suara datarnya. Sean sangat tidak suka dengan sikap gadis itu, Aurora akan bicara jika Sean yang memulai, meski satu bulan ini mereka selalu pergi berdua, namun
Allena sangat senang ketika kakak nya mengajak Aurora makan malam di rumah. Gadis yang biasanya kesepian kini terlihat nampak bahagia dengan kehadiran Auroran. Masih sama, Andreson selalu menatap tajam ke arah Aurora yang sejak tadi makan sambil mengobrol bersama Allena. Sean menyadari hal itu, namun diri nya masih enggan untuk bertanya pada Andreson."Siapa nama ibu mu?" tanya Andreson tiba-tiba membuka suara. Sean mendongak lalu bertanya balik. "Daddy bertanya dengan siapa?""Dengan istri mu...!" seru nya.Aurora diam, gadis itu menoleh ke arah suami nya dan menjawab. "Camelia...." jawab Aurora membuat Andreson memegang dada nya nyeri."S-siapa nama ayah mu?" Andreson semakin penasaran."Harryson....!" jawab Aurora.Andreson meninggalkan meja makan, membuat anak dan menantu nya kebingungan. Aurora terutama Sean merasakan hal aneh yang terjadi dengan Daddy nya."Daddy kenapa?" tanya Aurora ketakuta
"Aku sudah menyiapkan kesibukan untuk mu?" Sean memberitahu ketika mereka baru saja memulai makan malam nya.Aurora mendongak, memandang wajah suami nya. "Kesibukan apa?" tanya nya dengan dua kalimat."Aku sudah mencarikan mu guru lukis agar kau bisa mengasah bakat mu.""Benarkah?" Aurora menyakinkan, wajah nya berseri."Suami mu ini tidak akan bohong!"seru Sean membuat Aurora terdiam sejenak.Sean mengerutkan ke dua alis nya bingung, lalu bertanya. "Apa kata-kata ku salah?""Apa kau lupa jika pernikahan kita sisa beberapa bulan saja?" tanya balik Aurora membuat Sean mati ucap. "Ku mohon jangan mengingkari nya, aku sudah mendabambakan kebebasan yang kau janjikan!" gumam nya kembali.Sean bingung ingin mengatakan apa, karena sesungguhnya pria itu sudah mulai jatuh hati pada Aurora."Apa kau benar-benar akan mempermainkan pernikahan ini?" tanya bodoh Sean.Aurora tersenyum getir, selera
Lagi-lagi, Aurora syok ketika ia mendapati bahwa diri nya kembali tidur dalam pelukan Sean. Sean masih lelap dalam tidur nya, bahkan lelaki itu tidak sadar jika Aurora sudah bangun. Sejenak, Aurora sangat terhipnotis dengan wajah tampan yang masih memejamkan mata itu.Lentik jari Aurora mengusap lembut pipi itu,tanpa sadar gadis itu tersenyum manis. Punggung tangan nya berhenti di kening Sean, "Sudah dingin...!" ucap nya pelan. Sean terbangun, ke dua mata mereka saling beradu pandang. Aurora gugup, membuang pandangannya lalu turun dari atas tempat tidur."Mau kemana?" tanya Sean dengan suara serak khas bangun tidur."A-aku, akan mengambilkan sarapan untuk mu!" seru Aurora melajukan langkahnya. Jantung gadis itu tidak berhenti berdetak, menandakan jika ada perasaan lain yang sedang ia rasakan saat ini."Ada yang bisa saya bantu nona?" tanya paman Smith mengejutkan Aurora."P-paman,mengejutkan ku saja!" ujar Aurora sambil memegang
"Berapa yang kau inginkan?" tanya Sean pada Frans yang sibuk menghitung uang dalam otak nya."Lima puluh juta dollar saja!" jawabnya dengan lantang membuat Sean geram."Kau ini mata duitan!" seru Sean membuat Frans tidak terima.Sean tertawa keras lalu berkata dengan mencibir Sean, "Kau sudah menikahi gadis itu, bukankah kau memiliki banyak keuntungan yang bisa kau lipat gandakan!""Apa maksud mu dengan keuntungan?" tanya Sean tidak mengerti."Dasar bodoh!" umpat Frans. "Aurora adalah gadis cantik dan polos, kau bisa menjualnya kepada teman-teman mu yang kaya raya dan mendapatkan keuntungan dari nya."Wajah Sean berubah dingin, rahangnya mengeras bahkan ke dua tangan nya mengepal atas ucapan Frans. "Kau memang cari mati...!" kata Sean dengan suara beratnya. "Hajar dia....!" perintah Sean lalu beberapa anak buah Sean yang berada di dalam Club langsung menghampiri Frans.Frans yang ketakutan hanya bisa
Aurora sangat gelisah ketika diri nya berada di satu kamar bersama dengan Sean. Gadis yang di duduk di sofa itu seperti cacing kepanasan. Bukan kali pertama diri nya tidur di kamar Sean namun kali ini ada perasaan lain di hati Aurora. Sean yang duduk sambil berselonjor di atas tempat tidur hanya sibuk memainkan ponsel nya sambil sesekali melirik ke arah istri nya."Apa kau berniat tidur di sofa itu?" tanya Sean membuat istrinya duduk diam."Ya....!" sahutnya tegas "Aku akan tidur di sini...!" ucap nya lalu merebahkan diri di sofa. Dengan sangat sengaja Sean meninggikan suhu pendingin ruangan membuat gadis itu beringsut kesal kepada suami nya. "Apa kau sengaja?" tanya Aurora dengan nada kesalnya.Sean tidak menjawab namun malah menarik selimut kemudian memejamkan mata nya pura-pura tidur. Aurora membuang nafas kasar, gadis itu memilih tidur meringkuk di atas sofa dari pada tidur bersama dengan suaminya sendiri.Meski udara dingin menusuk
"Istirahat dulu, nanti sore kita akan pergi kemakam ke dua orang tua mu." ujar Sean namun Aurora menolak. "Jika ku bilang istirahat, maka istirahat!" seru nya dengan nada yang sedikit tinggi.Aurora menunduk, mau tidak mau Aurora masuk ke dalam kamar sebuah Villa yang berada tak jauh dari pantai. Aurora menarik nafas dalam, sudah sangat lama dirinya tidak berziarah ke makam ibunya. Gadis itu sejenak memejamkan mata, mengingat masa kecil nya saat terakhir kali diri nya berkunjung ke makam ibu nya. Namun sayang, ingatan itu kelabu dan Aurora tidak bisa mengingat dengan begitu baik.Tiba-tiba Sean masuk ke dalam kamar, membuat Aurora yang sejak tadi rebahan manja di atas tempat tidur langsung melompat bangun. "Kenapa kau masuk ke kamar ku?" tanya nya dengan wajah panik."Ini kamar ku juga!" seru Sean membuat bola mata gadis itu hampir keluar.Sean menutup pintu kamar, dengan santai nya pria itu naik ke atas tempat tidur lalu memejamkan ma