PoV. Author
"kamu tahu apa yang sudah kamu lakuin hari ini?!" Tuding Azka yang baru saja tiba di apartemen sepulang dari kantor. Pagi tadi Azka terkejut saat pintu kamarnya tidak bisa di buka, saat ia memanggil Putri berkali-kali namun tidak ada respon Azka sadar jika gadis itu kembali mengerjainya. Kali ini dia sudah kelewatan!
"Gara-gara kamu aku jadi telat ngantor, Ayah marah besar karena aku telat padahal hari ini ada meeting pemegang saham! Untung ada Rama yang mengganti kan aku" jelas Azka dengan nada marah.
"Bagus dong ada Mas Rama," jawab Putri cuek.
"Kamu sadar dong Put, ini keterlaluan. Nggak lucu!" Azka menatap Putri serius.
"Kamu pikir dengan nyuruh Om aku narik semua fasilitas itu lucu?!" Sembur Putri yang emosinya terpancing.
"Itu beda, Put.." Azka terlihat geram pada gadis di depannya.
"Apa bedanya? Coba kasih tahu aku?!" Putri masih tak mau kalah. Kepalanya mendongak ke atas menatap Azka sambil bertolak pinggang, menantang suaminya itu.
"Kamu ini kerjaannya ngelawan terus! beda sama Rubbi yang lemah lembut" Azka memijat keningnya sambil mengelang-gelengkan kepalanya.
Nah mulai lagi deh, batin Putri kesal.
"Masih mau main-main ternyata, oke!" Azka melirik sebuah amplop di tangan Putri. "Amplop ini bakal aku robek!" Dengan cepat Azka merampas amplop berisi uang gaji dari tangan Putri. Azka membuat gerakan lambat hendak merobek amplop uang tersebut.
"JANGAN!!!" teriak Putri panik. Matanya terpejam sambil menutup kupingnya saking takut melihat amplop gaji nya di robek. "Balikin nggak!! Itu gaji ku. Aku udah bela-belain kerja disini buat dapetin itu... Jangan di robek, dong!!" Seru Putri dengan kaki yang di hentak-hentak kan.
Putri melompat-lompat untuk meraih amplop gajinya yang ada di tangan Azka. Sayang nya Azka jelas jauh lebih tinggi ketimbang tubuhnya. "Bailikin!!" Putri tidak menyerah dan terus melompat berusaha meraih amplop gajinya yang ada di tangan Azka.
Putri langsung mendorong Azka, meski tak keras tapi cukup membuat Azka semakin geram dan tetap menjauhkan amplop gaji itu dari Putri. "Balikin nggak!!" Akibat terlalu bersemangat melompat akhirnya, Putri kehilangan keseimbangannya. Ia terjatuh menimpa Azka. Mereka terjatuh di lantai dengan posisi Putri berada di atas Azka. Yang membuat suasana menjadi sunyi seketika adalah saat merasakan bibir mereka menempel sempurna. Membuat mereka membatu, tak menyangka akan kejadian ini. Dengan segera mereka menjauhkan wajah mereka, Putri sangat Gugup, sedangkan Azka terdiam kaku.
"Ck gak nyangka ya anak jaman sekarang memang nggak tahu tempat, kalau mau bikin cucu jangan disini" ucap Ibu Gilang tiba-tiba yang berhasil masuk karena tahu sandi apartemen anaknya. "Betul mbak, dikamar kan bisa" Tante Iren menimpali dengan mimik judes nya.
"Mama!!?" "Tante!?" Putri dan Azka terkejut menoleh ke arah pintu dengan terkejut karena kedatangan keduanya.
***
Sejak kejadian memalukan itu, Putri selalu mencoba menjauhi Azka sebab ia mendadak selalu gugup jika berhadapan dengan pria itu. Berbeda dengan hari ini, Putri tidak bisa menghindar lagi karena tidak seperti biasanya, hari sabtu begini Azka ada di rumah. Biasanya di hari libur begini pria itu akan pergi entah kemana, Putri tidak peduli.
"Mau kemana?" Azka meletakan majalah bisnisnya ketika melihat Putri keluar dari kamarnya. Gadis nakal itu sudah rapi dengan dress berwarna nude diatas lutut dengan sling bag kecil yang menggantung di bahunya. Setelah menikah, Putri memang terlihat lebih terlihat feminin karena semua jenis pakaiannya telah di ubah.
"Bukan urusanmu" Putri berusaha cuek sambil berlalu ke pentri mengambil satu minuman kaleng untuknya di lemari es.
"Ah, aku tahu kamu belakangan ini menghindar"
Azka sangat yakin Putri menghindarinya belakangan ini. Semenjak kejadian itu, Putri selalu berusaha menghindarinya. Putri akan berbalik arah jika berpapasan dengan nya di kantor. Sementara di apartemen, Putri akan tiba dan pergi lebih cepat darinya bahkan makan dan berbenah juga seperti itu, tidak seperti biasanya. Lebih cepat mandi l, lebih cepat makan dan lebih cepat tidur. Semua itu pasti demi menghindarinya.
"Ituu perasaanmu saja kali!" Putri meneguk minumannya, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya di hadapan Azka yang kini sedang menatapnya dengan alis yang terangkat sebelah. Seolah pria itu meragukan ucapannya.
"Jangan-jangan itu.. ciuman pertamamu," tebak Azka yang sukses membuat Putri tersedak seketika. Wajahnya berubah merona menahan malu.
"Dilihat dari respon dan ekspresimu, dugaan ku benar." Azka tersenyum geli menatap gadis itu.
"Sok tahu! Sudah ah aku buru-buru" Putri berlari menuju rak sepatu, berusaha mengelak dari Azka.
"Kamu harus pulang sebelum pukul sepuluh, itu aturan di sini" Azka berjalan menghampiri Putri dengan tatapan peringatan.
"Apa sih? Sejak kapan ada aturan seperti itu?" Putri mengangkat bahunya cuek.
"Sejak hari ini! Ingat sebelum jam sepuluh!" Azka menekankan pada Putri. Putri memutar bola matanya mendengar perintah itu. Ia mendengus dan segera pergi meninggalkan Azka.
Tujuan Putri saat ini ingin bertemu temannya di pemukiman pinggir kota. Menurut informasi yang ia dapat teman-temannya akan mengadakan operasi, Putri ingin ikut dalam operasi itu. Lumayan untuk menambah persediaan melangsungkan hidup.
Sekitar pukul lima Putri dan kawan-kawan mulai beroperasi. Targetnya kali ini adalah seorang pria yang mobilnya sedang mogok, langsung saja Putri mengambil dompet pria yang sedang sibuk memeriksa mesin mobilnya itu. "Hei! Awas!!" Brug...!!
Putri merasakan kepalanya pusing dan pengelihatanya mengabur. "Kamu nggak apa-apa?" Tanya pria yang di copetnya. Mati aku!
Putri menggeleng lalu berusaha duduk meski kepalanya masih terasa sangat pusing. Pria itu menatapnya lurus membuat Putri memalingkan wajahnya, "kamu beneran baik-baik saja? Kamu mau saya antar pulang?" Dengan cepat Putri menggeleng. "Aduh! Pusing" keluh Putri saat merasakan pusing di kepalanya.
"Ayo saya antar, sebentar lagi mobil saya beres. Kamu tunggu di sini dulu" Putri hanya bisa pasrah, ia merasa salah target kali ini. Laki-laki itu kembali setelah pergi membeli minum untuk Putri. "Ini, di minum" ujarnya.
"Makasih Pak, juga maaf" ucap Putri dengan menyesal. Pria itu tersenyum lalu mengusap kepala Putri dengan pelan. "Kenapa kamu lakuin itu? Apa kamu nggak tau itu pekerjaan yang salah?" Tanya pria itu.
"Aku butuh uang, buat bertahan hidup" jawab Putri yang membuat pria itu tertawa geli.
"Kamu bisa cari kerjaan lain, yang lebih aman"
"Susah" Putri teringat pekerjaan nya di kantor Azka. Di kantor saja gajinya dikit!.
"Kamu bisa kerja di tempat saya, saya punya cafe di dekat sini. Kebetulan baru buka minggu lalu dan masih kurang orang. Mau?"
"MAU!!" seru Putri dengan semangat dan semangat.
"Ya sudah, besok kamu datang ke alamat ini. Sekarang kamu saya antar pulang ya" dengan dibantu berjalan Putri memasuki mobil pria itu.
Lima belas menit sudah Putri menghabiskan waktu di mobil berbincang-bincang dengan pria itu. "Nama kamu siapa? Dari tadi kita belum kenalan," tanya pria itu sambil terkekeh.
"Putri, kamu?"
"Dimas, senang bisa kenal, walaupun harus di copet dulu" ledek Dimas. Putri memanyunkan bibirnya. Ia malu mengingat hal itu. "Eh! Stop disini saja, rumah ku di situ" tunjuk Putri pada apartemen di depannya.
Dimas mengerutkan alis tebalnya, merasa aneh saat ada seorang pencopet yang tinggal di sebuah apartemen mewah. Namun dengan cepat ia mengabaikan pikirannya itu.
"Oke besok aku tunggu di kafe ya"
"Oke, bey!!" Putri melambaikan tangan saat mobil Dimas melaju pergi.
PoV. AuthorAzka yang baru saya membeli sate dipersimpangan menatap sebuah mobil yang baru saja pergi melewatinya, ia juga melihat Putri turun dari dalam mobil itu. Ia berusaha bersikap biasa saja saat melewati Putri yang menatapnya sinis.Mereka berjalan berdua memasuki gedung apartemen dengan Putri yang berjalan di belakang Azka. Sampa di dalam lift mereka masih tidak berbicara satu kata pun. Sampai di dalam apartemen Azka berbalik menatap Putri dengan alis terangkat sebelah. "Tadi siapa?" Tanya Azka."Ada deh, kamu nggak perlu tahu," jawab Putri, berlalu masuk kedalam kamar. "Aku cuma tanya ya, takut nanti Om kamu nanyain ke aku!" Seru Azka yang di acuhkan Putri.***Keesokan harinya, Azka bolak-balik melihat jam di dinding. Sudah pukul sepuluh malam tapi Putri belum juga pulang. Ia mencoba menghubungi. Nomor bunga dan terdengar suara dering ponsel dari arah sofa ruang TV. Azka pun melangkah ke s
PoV. AuthorUsai berdansa, Putri dan Rama menuju stan makanan. "Kamu sih nggak percaya, aku bilang kan dari awal aku nggak bisa dansa," ujar Putri sambil memasang wajah semenyesal mungkin. "Enggal papa, seru juga kok namanya juga belajar. Lain kali kita coba lagi ya," Rama tersenyum manis sambil mengusap puncak kepala Putri . "Jangan deh, nanti yang ada kaki Mas Rama jadi luka parah." Gurau Putri. Mereka berdua pun tertawa. "Mitha kemana ya? Gumam Putri setelah menyadari Mitha sejak tadi menghilang. Putri mengedarkan pandangan nya sampai matanya menangkap keberadaan Mitha yang sedang berbincang dengan rekan kantor mereka di bagian marketing."Put, Mas angkat telpon dulu ya." Rama menunjuk ponselnya. Putri menjawabnya dengan anggukan. Rama pun menjauh menerima telponnya. Putri langsung berbalik menghadap meja prasmanan yang sudah terhidang beberapa jenis kue yang tampak sangat lezat. Putri meraih piring kecil yang ada di sana lalu meletakan
PoV. AuthorJam sepuluh malam Putri tiba di apartemen. Ia langsung menuju kamar, mengabaikan Azka yang duduk di sofa dengan mata yang terus memperhatikan gerak-gerik Putri. Azka berniat menghampiri Putri, namun harus mengurungkan niatnya saat mendengar bel berbunyi. Padahal mulutnya sudah benar-benar sangat gatal ingin memarahi Putri karena sikap acuhnya itu. Azka beranjak membuka pintu. Azka terkejut bukan main melihat kedatangan dua orang temannya yang tanpa kabar langsung datang ke apartemennya. Astaga! Bagai mana jika mereka melihat ada Putri di sini?!"Azka! Hoy! Kamu kenapa?" Tanya salah satu temannya yang bernama Adit. "Kenapa bengong gitu?" Kata temannya yang bernama Dodi. "Ah, nggak papa, ayo masuk bro!" Azka mundur ke belakang memberi ruang untuk kedua temannya masuk ke dalam apartemen nya. "Karena kamu udah jarang ngumpul bareng kita, jadi kita kesini deh," jelas Adit.Mereka menaruh makanan ringan dan min
PoV. AuthorSetelah pulang kerja dari cafe milik Dimas, Putri di jemput oleh Rama dan di minta menemaninya makan malam. Putri tidak mungkin menolak Rama yang sudah berbaik hati padanya, kan? Kemarin Rama menawarinya sebuah motor metik milik ibu nya yang sudah lama tidak di pakai karena ibunya sudah ada supir. Meski awalnya Putri menolak, tapi Rama terus memaksanya untuk menerimanya. Putri sangat senang bisa terbebas dari macetnya ibu kota dan tidak perlu susah-susah bangun cepat untuk berangkat lebih pagi."Maaf nih, Put. Habis Mas nggak suka makan sendirian. Kalau ada kamu kan jadi ada teman ngobrol." Rama tersenyum sembari memakan nasi gorengnya."Nggak papa, Mas santai aja enak kok kan jadi bisa makan gratis.""Oke, sering juga gak papa nih?" Canda Rama. Senyumnya pun terukir sempurna saat melihat Putri sangat lahap menikmati
PoV. AuthorHari ini Putri diajak zumba bersama dengan Tantenya. Dalam sesi zumba Putri menjadi orang yang paling terlihat karena gerakan bersemangatnya. Menurutnya kegiatan seperti ini adalah kegiatan yang mengasikan seperti bermain. Setelah zumba selesai barulah Tante Iren mengajaknya makan siang sambil menemui Rubbi. "Kamu makannya banyak banget!" Tante Iren menatap satu per satu makanan yang dipesan Putri. Saat ini mereka sedang berada di sebuah restoran favorit keluarga Putri, menunggu kedatangan Rubbi."Ingat jangan bikin malu, jaga bentuk badan jangan sampai gendut!" Tante Iren menatap Putri yang sedang makan dengan tatapan Jijik. "Emang kenapa kalo gendut? Yang penting kan kenyang, Tan" bela Putri. "Nggak takut Azka di ambil sama perempuan lain?" Tanya Tante Iren dengan sarkas. Bukan nya sudah tahu?, Jawab Putri dalam hati."Sorry lama, Ma," Rubbi
PoV. Author"Putri!" Azka berdiri mendapati Putri yang mengantar kuenya. Matanya meneliti dari atas sampai bawah. Mungkinkah gadis nakal itu bekerja di toko kue ini? Dilihat dari pakaiannya Azka tidak mungkin salah."Bie.. kenalin ini Putri, sepupu Azka," ucap Dodi."Sepupu?" Rubbi menaikan satu alisnya. Putri langsung menoleh melihat Rubbi yang duduk tepat di samping Azka yang masih berdiri. Sepupu nya itu tampak cantik dan elegan seperti biasanya. Azka yang tampan dengan Rubbi yang cantik. Begitu serasi Putri mendengus pelan."Iya sepupu Azka dari kampung, Bie." Sahut Dodi lagi. "Dia kerja di kantor Azka, tinggal di apartemen Azka juga lagi. Kamu nggak cemburu kan?" Kali ini Dodi mencoba menggoda Rubbi. Rubbi hanya tersenyum saja menanggapinya.Putri merasa air matanya akan keluar, tapi ia berusaha menahannya. Rubi maupun Azka tidak ada yang berkeinginan mengak
PoV. AuthorSejak Rama meminjamkan motor metik itu untuknya, Putri tidak pernah lagi bangun lebih awal seperti sebelumnya. Malah, Azka yang terlebih dulu bangun dan pergi ke kantor. Sekitar pukul tujuh Putri baru menyelesaikan mandinya. Putri berani keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit tubuhnya, karena ia yakin Azka sudah pergi sejak tadi. Dengan kaki berjinjit ia berjalan kearah lemari, dengan santai ia mencari baju yang akan ia pakai hari ini. Sebelum memakai pakaian seperti biasa Putri akan menggunakan hand body lotion ke seluruh tubuhnya, tanpa rasa sungkan ia melepas handuk yang menggantung di tubuhnya, lalu mulai membaluri hand body dari tangan hingga kakinya. Saat tengah sibuk membaluri tubuhnya dengan hand body, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar dibuka. Refleks Putri berbalik. Bola matanya membesar sempurna menatap sosok Azka yang tengah berdiri mematung di ambang pintu. Entah mengapa kakinya me
PoV. AuthorMalam ini, Putri sudah siap berangkat ke acara ulang tahun ibu mertuanya. Ia terpaksa harus ijin pada Dimas karena tidak dapat masuk bekerja.Putri terlihat cantik dengan gaun malam berwarna abu-abu pastel yang ibu Azka belikan untuknya. Sebuah gaun yang tanpa lengan dengan panjang sebatas lutut. Untuk make up dan tatanan rambutnya, Azka menyewa penata rias datang ke apartemen mereka. Sementara Azka sudah siap dengan tuxedo hitam dengan kemeja hitam juga di dalamnya. Ia terlihat tampan dan berwibawa di saat bersamaan. Dalam perjalanan Azka maupun Putri diam saja, tak ada yang berniat memulai percakapan. Sesampainya di halaman besar kediaman Pratama, Azka langsung turun dari mobil meninggalkan Putri."Malam, Mas Azka," sapa satpam yang bekerja menjaga mobil para tamu yang sudah datang. "Malam, Pak Nisan." Azka tersenyum sambil menjabat tangan pak Nisan. "Putri, cepat sedikit!" Seru A