Share

BAB 8

Yudha meletakkan ponselnya, sedetik kemudian senyum Yudha merekah sempurna. Wajah cantik yang nampak manyun tadi kembali terngiang di dalam benak Yudha.

Dia harus menekan sosok itu agar membujuk sang ayah merestui lamaran Yudha. Kalau tidak, bisa dipastikan lamaran Yudha bakal ditolak mengingat Karina masih cukup belia dan baru saja lulus S1 kedokteran. Dan jangan lupa, usia Karina dan Yudha terpaut cukup jauh!

Tiga belas tahun!

Dan kalau lamaran Yudha ditolak, tahu kan apa yang akan terjadi pada Yudha ini? Dia akan dipaksa sang ibu menikahi Tere! Dan Yudha tidak mau itu terjadi.

"Mau tidak mau, kita harus menikah, Rin! Dan kamu harus pastikan papamu setuju!" desis Yudha lirih.

Dan malam nanti, dia harus bicara banyak hal pada Karina. Sebelum nanti Yudha datang ke rumah gadis itu dan memintanya langsung kepada sang ayah. Perlu dicatat, Yudha tidak mau pulang dengan tangan kosong dari sana. Tidak! Dia harus bawa Karina ikut pulang bersamanya, menjadi istrinya dan menyelamatkan Yudha dari ide gila perjodohan itu.

***

"Udahlah, jangan pikirkan itu dulu, harusnya seneng dong hari ini lulus dari Fakultas Kedokteran."

Karina menoleh, di hadapannya sudah tergeletak banyak sekali buket bunga, boneka dan banyak lagi kado kelulusan yang teman-teman berikan. Harusnya dia bahagia, ikut foto-foto memperingati hari spesialnya hari ini, bukan malah bermuram durja seperti saat ini. Tapi mengingat nasib apa yang dia dapatkan ....

"Ntar malam dia mau jemput di kost, Hen." ujar Karina yang ingat perihal ajakan sosok itu pergi nanti malam.

"Hah? Jadi beliau udah sering ke kost kamu, Rin?" tampak Heni terkejut, menatap Karina yang sontak melotot dan mendapatkan timpukan gemas ke punggung gadis itu.

"Sembarangan!" omel Karina kesal. "Dia belum pernah ke kostan aku, Hen!"

"Lah kok terus mau jemput kamu di kost?" tanya Heni menyelidik, jangan-jangan selama ini ....

"Entah, dia minta sharelock dan mau dijemput jam tujuh malam nanti, entah mau diajak kemana." Karina menopang dagunya, sungguh sial sekali nasibnya!

Heni mengangguk pelan, mungkin saja mau diajak bicara perihal lamaran, kan? Atau merayakan kelulusan sang calon istri? Ah ... kenapa Heni jadi kepo dengan apa yang akan terjadi di antara mereka nanti?

"Hen, ntar kita pergi aja yok, nonton gitu?"

Heni melonjak, ia menoleh menatap sosok itu dengan tajam. Gila apa? Mana berani Heni bawa kabur Karina kalau sosok itu sudah hendak mengajaknya keluar malam nanti?

"Oh no! Nggak mau! Aku nggak mau ada urusan sama calon suami kamu, oke?" Heni menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju dengan ajakan yang tadi Karina tawarkan.

"Ayolah, tolongin aku, Hen."

Heni mencebik, kembali menggelengkan kepalanya.

"Tidak! Hadapi sajalah, memang kalau kamu lari masalah bakalan selesai?"

Karina menghela nafas panjang, bagaimana dia mengatakan hal ini pada sang papa? Bakalan dilamar dan dinikahi tahun ini juga?

Tunggu dulu!

Pasti papanya tidak akan setuju, bukan? Tidak peduli dokter Yudha sudah spesialis sekalipun! Karina masih belum ada dua puluh lima tahun, mana boleh dia menikah? Mana dia masih harus menjalani pendidikan koas dan lain sebagainya.

Wajah sedu Karina berubah cerah. Masa depannya masih terselamatkan, bukan?

"Eh ... kamu nggak apa-apa, kan, Rin?" Heni sontak khawatir, dari wajah sedu tiba-tiba Karina cengar-cengir macam ini? Bagaimana Heni tidak khawatir?

"Dahlah, aku mau cuci muka dulu!" Karina bangkit, meraih pouch makeup-nya dan melangkah ke toilet.

Sementara Heni menatap nanti kepergian sahabatnya itu, dia baik baik saja, bukan?

***

"Mau kemana, Yud?" Ningsih menatap heran anak lelakinya yang sudah kembali rapi setelah pulang dari rumah sakit.

Dengan celana bahan dan kemeja itu, Yudha nampak sudah bersiap hendak pergi lagi. Aroma parfum menguar begitu kuat, nampak bahwa tempat atau orang yang hendak Yudha kunjungi bukan sembarangan.

"Keluar sebentar, Bu. Ibu pengen dibawakan apa nanti?" tanya Yudha sambil menggulung lengan kemejanya sampai siku.

"Bawain calon mantu, Yud. Ibu tunggu."

Yudha tersenyum kecut, merapikan sedikit kemejanya lantas meraih tangan sang ibu.

"Do'akan lancar, nanti Yudha bawakan ke rumah." dengan hormat Yudha mengecup punggung telapak tangan ibunya, tersenyum begitu manis menatap wajah yang tampak terkejut itu.

"Serius, Yud? Nggak bohong, kan?" tampak Ningsih terkejut, kenapa baru sekarang?

"Serius, makanya Ibu do'ain Yudha, ya?"

Ningsih tersenyum, mengangguk dan mengelus pipi anak lelakinya itu dengan penuh kasih.

"Asal kamu tahu, Yud. Dalam lima kali sembayang dalam sehari yang selalu Ibu lakukan, Ibu tidak pernah berhenti mendoakan kamu, anak-anak Ibu semua."

Yudha tertegun menatap manik Ningsih yang berkaca-kaca itu, dari mata itu, bisa Yudha lihat dan rasakan bahwa cinta sosok ini begitu luar biasa untuknya, untuk dia dan saudara-saudaranya yang lain. Tentu, bukankah cinta ibu itu tidak pernah terhingga sepanjang masa?

"Terima kasih banyak, Bu. Yudha pamit dulu, sudah ditunggu."

Kembali Ningsih tersenyum, menepuk lembut bahu anak kebanggaannya. Yudha segera berlalu, meraih kunci mobil yang tadi dia geletakkan sembarangan di meja ruang tamu. Tanpa banyak bicara lagi, sosok itu sudah lenyap di balik pintu, membuat Ningsih kembali tersenyum dan bergumam sendiri.

"Ibu harap bukan wanita sembarangan yang akan kau bawa ke hadapan Ibu, Yud!"

***

Karina mematut dirinya di depan cermin. Celana highwaist warna hitam dan kaos putih itu sudah membungkusnya dengan begitu rapi. Rambut panjangnya dia gerai, tampak begitu lurus dan berkilau efek habis dia cuci bersih.

Wajahnya sudah tersalut cushion, dengan alis dibingkai natural dan bibir dipoles lipcream warna nude pink. Ini tidak terlalu menor, kan?

"Astaga, pura-pura pergi aja kali ya? Tapi tadi udah terlanjur aku sharelock."

Karina mondar-mandir sepanjang pintu kamar mandi, sampai di dekat kasur, lalu berbalik melangkah menuju pintu kamar mandi, seperti itu terus sampai beberapa kali. Ia jadi macam setrika listrik.

"Aduh, Rin!" ia menipuk jidatnya sendiri, "Kenapa pakai kamu sharelock sih tadi? Matiin hape, kan, beres?" ia mulai memaki dirinya sendiri.

"Ini mah namanya kamu nyemplung sendiri ke jebakan betmen, Rin!" Karina benar-benar kesal, harus bagaimana dia sekarang?

Karina hendak kembali melangkah ke pintu kamar mandi, ketika tiba-tiba dering telepon membuatnya melonjak kaget luar biasa.

'My Lovely Husband'

Gila! Sejak kapan dia kawin sampai ada kontak dengan nama konyol itu di ponselnya? Karina mengeram, meraih ponsel itu dan mengangkat panggilan masuk itu.

"Ha--."

"Saya di bawah, cepat turun!" potong suara itu cepat.

"Ta--."

Tut

Karina melotot ketika panggilan itu ditutup sepihak, rasanya ia ingin meremas-remas orang itu sampai tidak berbentuk!

Tidak ada celah lagi!

Dengan kesal Karina meraih tas selempang yang sudah dia siapkan, memasukkan ponsel itu ke dalam tas lantas menyambar sepatu dengan hak lima cm warna hitam kesayangannya. Ia bergegas menerjang pintu, hendak turun menemui laki-laki paling menyebalkan yang pernah Karina temui seumur hidup.

"Awas saja ngajakin macam-macam. Dasar bujang lapuk menyebalkan!"

Comments (4)
goodnovel comment avatar
siti fauziah
bujang lapuk calon suami tuh Rin
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
bujang lapuk wkwkwk
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
bujang lapuk bikin gregetan rin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status