Alice yang terpaku dari tadi tidak tinggal diam, dia mengikuti sahabatnya. Setelah sampai rumah Ann, Alice masuk ke dalam kerumunan, dia pun bertanya pada salah satu warga yang ada di sana, “Kenapa dan ada apa Pak?”
“Nenek Loriez terjatuh, sepertinya dia memang sudah waktunya ajal, usianya ‘kan sudah tua sekali,” ungkap salah satu Bapak yang sibuk mempersiapakan pemulasaraan.
Alice berdiri di belakang Ann, tangannya meraih lengan gadis yang sedang terisak ini. “Ann, kamu harus kuat, malam ini tidurlah di rumahku,” ucapnya pelan.
Ann beranjak dan menoleh pada Alice, “Tuhan tidak sedang bersamaku, itu selalu!” ucapnya pesimis.
“Tuhan sedang ada rencana besar untukmu, sabarlah!” jawab Alice menguatkan hati sahabatnya, hanya itu cara satu-satunya agar Ann tidak terpuruk. Kendatipun dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tidak memakan waktu lama, karena tidak ada yang harus ditunggu dari pihak keluarga. Pemulasaraan pun telah usai dengan khidmat. Pelayat yang ikut sudah berhamburan meninggalkan pemakaman.
"Kasian, anak masih kecil tinggal sebatangkara!" ucap salah satu tetangga Ann. Namun, mereka pun tidak bisa berbuat apa-apa, selain hanya mengharap ada yang mau berbuat baik.
Sedangkan Ann masih terpaku di dekat batu nisan, tangannya meraba halus pada salib yang terbuat dari kayu. Mulutnya bungkam, namun air matanya mengalir deras.
Ann berada di pemakaman bersama Alice yang terpaku di sudut, “Alice pulanglah! Biarkan aku sendiri!” titah Ann sambil menoleh padanya.
Alice mendekat, dia hanya menepuk bahu sahabatnya, lalu pergi.
***
Seminggu setelah kematian Loriez, Ann masih bertahan di rumah kecilnya. Dia beraktivitas seperti semasa Neneknya masih hidup yaitu memberikan pakan ternak dan menanam sayuran di kebun milik saudagar kaya yang tinggal di desa sebelah agar mendapat upah dan berbagi hasil.
Tangannya menaruh keranjang dan celurit di dalamnya, baru saja hendak membuka pintu, tiba-tiba Natalie sudah berdiri di halaman rumah, matanya menatap ke arah adiknya. Sekilas Ann menoleh ke belakang begitu dilihat, “Kaka!” teriak Ann sambil menghampirinya.
Namun sikap Natalie sangat dingin, membuat Ann agak sungkan untuk memeluknya.
“Kakak tidak lama, ini uang buat kebutuhan kamu sehari-hari!” ucapnya sambil mengeluarkan dua lembar uang ratusan $NZ.
Ragu,namun karena Ann membutuhkannya tangannya pun mengambilnya. Baru saja hendak membuka mulut, Natalie pergi begitu saja, Ann bergeming melihat reaksi Kakaknya ini.
Sejenak menatap kepergian Kakaknya ini, lalu bergegas masuk ke dalam rumah.
Baru saja hendak beristirahat suara ketukan pintu membuatnya kembali membuka mata lalu menghampiri pintu. Setelah dibuka, sosok lelaki tinggi kekar, bersepatu boot warna navy dan bertopi cowboy menatap mata Ann sambil tangannya memutar-mutar kumisnya yang panjang. “Kamu Ann?” tanyanya sangat kasar.
Ann menjawab gelagapan, “I-iya Pak, Bapak siapa?”
“Aku diperintahkan agar membawamu ke kota untuk mengikuti olimpiade matematika, kalau kamu menang maka kamu akan mendapat beasiswa sekolah di SLTP YOUTH di kota.” Ujarnya tegas.
Ann bingung, di dalam kepalanya beribu pertanyaan, “Bapak disuruh siapa?”
Bapak berkumis panjang ini menggertak, “Kamu anak kecil, ikut saja aku! Kamu di sini pun tidak ada siapa-siapa!”
Tangan kekarnya meraih lengan Ann, tetapi gadis kecil ini mencoba menepisnya, dia pun menggigit jemari pria kekar ini. “Aw, anak tidak tahu diuntung!” lelaki ini melepaskan genggaman tangannya. Nampak dia kesakitan karena digigit begitu sangat keras hingga bekas gigi begitu sangat nyata terlihat di punggung tangannya.
Ann memundurkan langkahnya, dia hendak masuk kembali ke dalam rumahnya. Tetapi pria kekar ini segera meraih tubuh mungil Ann, dia membopongnya hanya dengan satu tangan. Ann meronta dan berteriak minta tolong, tapi tidak ada yang mendengarnya.
Lelaki ini terus berjalan, sedangkan Ann dengan teriakannya. Begitu sampai persimpangan jalan, dia membuka pintu mobil jeep warna hitam yang terparkir, kemudian dia mendudukan Ann dan memakaikan seatbelt dengan sangat ketat. Cepat dan kasar sekali lelaki ini membanting pintu dan menguncinya. Sedangkan Ann meronta-ronta sambil berusaha membuka seatbelt.
Tanpa menunggu waktu lelaki ini segera melajukan mobilnya dengan sangat cepat, sepertinya Ann pasrah. Sekarang dia pun bergeming, tapi matanya menoleh pada lelaki tersebut, “Bapak ini siapa? Kita berdamai saja yuk? Jangan culik Ann, Ann ini bukanlah anak pejabat dan tidak akan ada yang menebus jika pun Bapak ingin uang," ucapnya sangat memelas.
Mendengar ocehan Ann, Bapak ini tertawa terbahak-bahak, “Ha-ha-ha, siapa yang mau menculik kamu? ‘Kan sudah bilang kalau aku disuruh!”
Ann bergeming dan bungkam sejenak.
Kemudian dia membuka suaranya dengan sangat pelan, “Setidaknya aku membawa buku catatan, uang yang diberikan Kakak dan baju. Tidak seperti ini!” mata Ann memperhatikan seluruh anggota badan dan kakinya yang hanya memakai sandal jepit.
“Kamu tak usah khawatir, di sana akan memfasilitasi kebutuhanmu!” ujar lelaki kekar ini sambil menghisap cerutu dan membuka pintu mobil.
Perjalanan yang sangat panjang dan lama, membuat Ann tertidur pulas karena memang dari tadi dia sudah sangat kelelahan.
Lelaki ini menoleh pada gadis kecil yang ada di sampingnya, dia tersenyum lebar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Matanya pun melihat wajah lugu Ann, seketika wajahnya menjadi sangat sedih.
Tiba-tiba di depan sudah ada dua orang petugas yang di antaranya lelaki dan perempuan menghampiri sambil berkata, “Ronald, bagaimana sudah dapat anak yang dimaksud?”
Lelaki yang membawa Ann ini bernama Ronald adalah seorang petugas dari kementrian perlindungan anak dan juga pekerja social yang meninjau anak-anak berbakat dan cerdas.
“Ini dia terlelap di sebelahku,” jawabnya sambil menunjuk pada Ann.
Seorang petugas wanita membuka pintu mobil, “Hey, gadis cantik! Bangun!” ucapnya.
Ann sedikit kaget, dia membetulkan duduknya sambil memuyu-muyu kedua matanya. “A-aku di mana?” ucapnya pelan terbata-bata.
“Kamu ada di asrama putri, besok kamu akan mengikuti olimpiade,” tutur petugas wanita.
Ann menoleh pada Ronald, lalu memandang wajah petugas yang tersenyum ramah, “Kakak namanya siapa?” tanya Ann pelan.
Petugas perempuan ini tersenyum mendengar pertanyaan Ann ini, “Nama Kakak, Reina. Kamu Ann ‘kan?” jawabnya sambil membukakan seatbelt.
Ann beranjak turun dari mobil dengan lincah, “Kakak Reina kok tahu namaku?” ujar Ann bingung.
Tangan Reina meraih jemari Ann yang mungil, “Photomu ada pada surat kabar, kamu ‘kan anak lulusan sekolah dasar The West yang mendapat nilai tertinggi.”
Mendengar penjelasan Reina, Ann tersenyum. Mata Ann sejenak menoleh pada Ronald, sedangkan Ronald membalas tatapannya dengan ciri khasnya, yaitu datar dan bengis.
“Bapak yang menjemput Ann itu bernama Ronald. Tidak usah takut, Bapak ini tidak akan mencelakai anak-anak.” Jelas Reina.
Ann pun menyungging senyum di bibirnya dan senyumannya ini untuk Ronald.
Melihat senyuman Ann, Ronald memalingkan mukanya. Dengan cepat dia masuk ke dalam jeep dan melajukannya sangat cepat lalu meninggalkan asrama putri ini.
Melihat reaksi dari Ronald, Ann mengerutkan keningnya. Kemudian, dia menoleh kepada Reina. Sedangkan Reina hanya menghela napas pendek, dia mengetahui alasan Ronald bersikap seperti itu.
“Jangan diambil hati, Bapak Ronald ini baru saja kehilangan anaknya, dia akan merasa sangat sedih jika melihat anak perempuan seusiamu.” Jelas Reina sambil berjalan pelan memasuki bangunan besar berlantai delapan ini.
Penjelasan Reina seperti itu, membuat Ann penasaran, “Kehilangan karena apa? Anaknya pergi?”
Dengan singkat Reina menjawab, “Dipanggil Tuhan. Jatuh dari apartemennya lantai 16!”
Mendengar itu Ann terkejut dan ekspresi wajahnya seperti yang habis dicubit.
Di dalam asrama mata Ann memperhatikan ke sekeliling ruangan sambil terpaku di atas tempat tidur bertingkat. Tatapannya pada suster dan anak-anak sebayanya yang sedang sibuk dengan buku-buku mereka di atas meja belajar. Reina datang menghampiri dengan membawa beberapa baju dan kotak segi empat. “Jangan merenung seperti itu, nanti suster Maria akan menggodamu,” ujarnya sambil menoleh pada suster yang berbadan gemuk yang sedang merapikan tempat tidur. Tangan Reina pun meraih kotak, setelah di buka isinya adalah bermacam-macam buku yang tidak pernah Ann miliki. “Ensiklopedia Algoritma? Ensiklopedia Cultural? Science? Sejarah? Ilmu Peradaban?” ucap Ann sumringah sambil mengeluarkan semua buku-buku tersebut, hingga membuat tempat tidurnya penuh. Reina tersenyum melihat antusiasme Ann pada buku-buku, dia menyadari anak yang baru datang ini tidak seperti anak pada umumnya. Dia berasal dari keluarga yang sangat tidak mampu. Kemudian, dia pun meninggalkannya.
Terbiasa dengan kehidupan serba minimalis dan ala kadarnya, tidur beralas sehelai karpet adalah bukan persoalan yang besar. Menyadari siapa dirinya, Ann tidak banyak menuntut atau mengeluh. Dia beraksi biasa saja, kemudian kakinya melangkah pada anak yang sedang menulis di sebelahnya. “Bolehkan aku minta beberapa lembar buku tulis dan pinjam pencil?” pinta Ann sedikit memelas. Teman sekamarnya ini membuka lacinya, lalu mengeluarkan buku dan pensil, “Ini, buatmu saja!” ucapnya datar. Ann mengambil buku tersebut dan berterima kasih. Kemudian, Ann duduk di kursi belajarnya lalu menulis kembali materi-materi yang diujikan waktu dia ulangan pelulusan. Kendatipun tidak yakin kalau besok akan diuji dengan soal yang sama. Melihat itu, Angela dan Belle penasaran dengan apa yang Ann tulis, “Kamu menulis apa?” tanyanya sambil menengok ke arah buku. “Aku menulis, operasi perkalian dan pembagian bilangan bulat, membandingkan bilangan pecahan, mengingat kembali bilangan berpangkat bulat positif,
Setelah mengunci pintu, Maria menaruh kunci tersebut di bawah tong sampah besar yang ada di dekat pintu kamar mandi. Kemudian dia pun kembali ke ruang ibadah bergabung dengan yang lain. Di dalam ruangan, anak-anak dan para Suster berdoa dengan khusyuk. Di akhiri ceramah singkat oleh Madam Julia. “Semoga hari ini yang ikut olimpiade diberikan kemudahan oleh Tuhan. Amen!” tutupnya. Ternyata Nancy menyadari kalau Ann tidak ikut berdoa, dia pun segera pergi ke kamar untuk memeriksanya. Sayangnya, Ann tidak ditemukan, begitu pula ketika dia memeriksa di ruang makan. Nancy mulai cemas, dia pun segera menemui Madam Julia, “Madam…Madam, Ann hilang! Dia tidak ada?” ujar Nancy terpengap-pengap. Julia menatap wajah Nancy dan bertanya, “Kamu ini dari tadi pagi sudah tidak beres, tadi bilang kasur dan buku milik Ann hilang, sekarang Ann-nya yang hilang! Kamu ini kenapa?” Nancy mencoba menstabilkan napas dan berbicara dengan tenang, “Madam, aku merasa yakin dengan
Tangan Ann sedikit gemetaran dan dingin ketika membuka map isi soal-soal, setelah membukanya mata Ann berbinar. ‘Tuhan sekarang sangat baik, sangat baik!’ gumamnya, karena yang ada pada lembaran soal sesuai dan hampir sama dengan apa yang Ann pelajari semalam. Kepolosan Ann, dia akan mengira Tuhan baik, jika sedang memberikannya kemudahan, dan akan berpikiran sebaliknya jika sedang dalam kesulitan. Padahal Tuhan itu sangat baik dan bijaksana kepada seluruh umatnya. Oh Ann! Keberuntungan Ann mulai berpihak padanya karena dalam hitungan menit dia sudah bisa menyelesaikan lembar per lembar pertanyaan yang banyaknya lebih dari 100 soal. Santainya Ann menaruh di atas meja pengawas, lalu ke luar dari ruangan. Melihat itu Angela dan Belle terkejut, tepatnya hampir semua anak-anak terkejut. Sedangkan mereka masih belum menyelesaikan kalaupun separuhnya. Di luar pintu masuk, petugas keheranan melihat Ann sudah ke luar sebelum waktu yang telah ditentukan.
Ann hanya tersenyum tanpa menjawab sepatah kata pun, sedangkan pelayan membalasnya dengan sentuhan halus pada rambut Ann. Setelah menikmati makanan yang membuat Ann seperti bermimpi ini, Ann kembali berkata dalam hati, ‘Tuhan baik!’ itu pun disertai dengan menyatukan jemarinya dan menundukan kepalanya. Melihat itu, Ronald tersenyum sambil meyakini kalau Ann adalah gadis kecil yang polos dan cerdas. Kemudian dia pun menuntun Ann dengan jemarinya yang besar dan kasar. Mereka berjalan menyusuri kota. Pandangan Ann menyatu ke arah sebuah tempat bermain modern, dia hanya memperhatikan tanpa meminta atau pun berpikiran memasukinya. Sedangkan Ronald yang sudah menganggap Ann adalah Marsha dia menarik tangannya dengan halus, “Sha, ayo masuk dulu…kita main komedi diputar….” ajaknya tanpa menyadari kalau yang diucapkannya membuat Ann sedikit agak terenyuh sedih. Ann memang tidak pernah mendapatkan itu dari sosok Johan Ayahnya, Johan akan pergi tiap hari dan pulang sore. Terlebih lagi dengan
Julia datang karena diberitahu oleh Nancy, kedua matanya mengarah ke ketiga orang yang sedang bergaduh. "Angela, Belle & kamu Maria! Ikut ke ruanganku sekarang!" ucapnya sangat tegas, dia pun segera berbalik dan diikuti oleh mereka bertiga. Di dalam ruangan, Maria, Angela dan Belle berdiri sejajar. Sedangkan kepala mereka menunduk dan bergeming. Julia beranjak dari tempat duduknya, dia jalan mengitari mereka bertiga, lalu berkata dengan sangat sinis, "Maria! Bukankah kejadian tahun kemarin hingga salah satu siswa bunuh diri karena ulahmu? Dan bagusnya orang tua siswa itu tidak memperpanjang kasusnya. Coba kalau tidak, bukan kamu saja yang akan masuk ke dalam penjara dan yayasan ini pun akan tercemar secara international!" Mendengar kemarahan Julia, Maria bersimpuh dan menukukan kepalanya, "Madam, aku sebetulnya tidak ingin berbuat seperti itu lagi, hanya saja...." Perkataannya terputus karena Angela dan Belle segera meraih kedua tangan Julia dan berkata, "M-madam Julia, sebetulnya ak
Nancy dan Julia segera mengeksekusi Ann dengan beribu tanya dan bahkan mengajaknya ke perpustakaan. Sedangkan Ann segera menenangkan mereka, "Suster Nancy, Madam Julia...Ann bisa menulis dengan hasil imajinasi, tapi tidak seperti ini. Kalau di sini Ann bisa baca-baca buku." Julia semakin tertarik pada Ann ini, dia segera mengambil buku-buku sastra dan memberikannya. "Kamu baca buku-buku ini, Ann" titahnya. "Dan kamu Nancy...bawakan Ann buku tulis dan pencil, biarkan dia sibuk dengan imajinasinya!" titah Julia pada Nancy. Dengan tidak keberatan Nancy langsung ke luar asrama untuk pergi ke stationery. Sedangkan Ann sendiri dia begitu sangat bahagia dengan semua ini, dia pun bergumam, 'Terima kasih Tuhan, kamu begitu sangat baik...baik sekali!' Begitu Natalie hendak ke luar pintu, tangannya ditarik Angela, "Kak...Kak Natalie...." panggilnya dengan membawanya ke pelataran yang sepi. "Hey, kamu ini siapa? Apa maumu?" spontan Natalie sambil menarik
Tetesan air mata jatuh membasahi pipi Ann dan cepat dia mengelapnya dengan punggung tangannya. Para wartawan pun mengambil gambar Ann dari berbagai sudut, sedangkan Andreas menyaksikan lewat layar kaca dia segera turun dan menghampiri Ann yang hendak masuk ke dalam jeep. "Ann...." Panggilnya agak berteriak. Dengan cepat Ann membalikan badannya, dia menatap wajah Andreas sambil menyimpulkan senyum manis. Nancy yang telah mengenal siapa Andreas dengan cepat menjabat tangannya, "Ann, Bapak ini adalah Kepala Dinas Pendidikan Selandia Baru...." ucap Nancy mengenalkan. "Ann, kamu besok datang pada acara penutupan olimpiade, datanglah bersama keluargamu!" kata Andreas sambil tersenyum bangga. Sepertinya Andreas belum mengetahui siapa sebenarnya Ann. Sedangkan Ann hanya menganggukan kepala dan kembali menyimpulkan senyumannya.Kemudian Ann pun masuk ke dalam Jeep diikuti oleh Nancy, mereka pun kembali ke asrama. *** Natalie yang mengetahui kemenangan Ann tanpa kec