Keesokan harinya, Jamie kembali ke taman, tetapi tak menemukan Sophie. Satu hari, dua hari sampai tiga hari masih sama. Ia tak pernah lagi melihat Sophie.
“Ponselnya pun tak dapat dihubungi.” Jamie bergumam lirih.
Jamie pernah meminta nomor ponsel Sophie, tetapi belum pernah menghubunginya. Sophie juga tak pernah membawa ponsel saat mereka bertemu. Jamie pikir karena orang tua Sophie melarangnya membawa ponsel ke taman.
Ia juga belum pernah bertukar pesan pada Sophie karena mereka selalu bertemu.
Namun, Jamie merasa tak enak, berpikir ketidakhadiran Sophie karena marah padanya saat kejadian terakhir kali. Ia pun kembali menekan tombol panggilan pada ponselnya ke nomor Sophie—tak lebih dari tiga kali.
Setelah hampir satu jam menunggu di kursi taman, Jamie menyerah dan pulang.
“Sophie pasti marah dan kecewa padaku karena Mom,” ucap Jamie bersungut-sungut—menyalahkan Anna, ibunya.
Mereka berdua berada di ruang keluarga se
Jamie mengumpati dirinya dalam hati—menyalahkan diri karena terlalu ceroboh. “Ya, aku … lurus saja kalau begitu,” ucap Jamie sendiri—ia pura-pura tak mendengar. “Kau ingin ke kantor administrasi, bukan?” tanya si makhluk gaib. Dia sejak tadi memerhatikan Jamie dan mendengar Jamie kebingungan. Dia hanya iseng bertanya tanpa tahu manusia di hadapannya bisa melihat dan mendengarnya atau tidak. Namun, Jamie tanpa tahu siapa yang menegurnya, ia langsung menjawab. Si makhluk gaib itu gembira. Dia menjelaskan arahnya pada Jamie, tak peduli dengan sikap Jamie yang mengabaikannya. Dia tahu Jamie berpura-pura. “Kalau kau mau ke kantor administrasi, kau berbelok ke kanan, kembali ke meja penerima tamu dan belok kiri di sana.” Jamie mendadak ragu, tetapi ia tetap melangkahkan kakinya perlahan seraya berpikir. “Kanan? Kanan atau kiri, ya? Kalau aku ke kanan, aku akan ketahuan mendengar dia, kalau aku ke kiri? Apa murid tadi masih ada di san
Ternyata, bukan hanya Andy, beberapa teman lainnya sudah lebih dulu melihat kejadian seperti hari itu. Kejadian di mana Jamie terlihat berbicara sendiri, terkadang terlihat tertawa meledek dan terkadang terlihat sangat marah dengan seseorang, tetapi mereka tak menemukan siapa pun di sekitar Jamie. Tak hanya di kelas, tetapi laboratorium, toilet, kantin, koridor dan hampir semua tempat di sekolah. Jamie tak punya pilihan lain selain menyalahkan serangga. Dari sana mereka menganggap Jamie agak aneh. Mereka pikir Jamie memiliki kepribadian lain. Namun, walaupun begitu mereka masih berteman dengan Jamie karena di luar keanehan Jamie, ia teman yang menyenangkan. Tak berbeda dengan Leslie, teman dekat Jamie di sekolah. Dia selalu bersama dengan Jamie, jadi tak mungkin Leslie tak merasakan hal yang sama. Selain dirinya beberapa kali memergoki Jamie berbicara sendiri, dia merasa ada sesuatu yang lebih aneh lagi. Beberapa minggu belakangan, Leslie meli
Di saat si pemilik kemampuan supranatural sibuk menutupi kemampuannya, di tempat lain si penyihir sibuk pamer kekuatannya. Josh mengarahkan tangannya pada gelas di atas meja ruang keluarga. “Naik!” perintahnya dan gelas itu pun terangkat. Ia melirik ke arah Mike yang berada di sebelahnya, kemudian Josh menyeringai. Ia lanjut menggerakkan tangannya sampai gelas yang berada di atas meja terjangkau olehnya. “Apa kau masih belum bisa melakukannya, Mike?” tanya Josh meledek Mike. Joshua Christian Keith, seorang remaja laki-laki berusia tujuh belas tahun. Dia sangat tinggi dan kurus. Rambutnya lurus berwarna cokelat dengan belahan samping. Wajahnya sedikit lebih kecil dari ukuran remaja seusianya, ditambah rahang tegas dan kulit agak kecoklatan membuat Josh—panggilan Joshua, terlihat
Josh berusaha menenangkan Mike, adiknya. Sedangkan William hanya bisa menghela nafas. “Ayolah, Mike. Anggap saja ini liburan,” hibur Josh. “Terserah,” jawab Mike mengakhiri makan malamnya. Dia bangkit dari kursi dan berderap menuju kamarnya. Dulu Josh juga seperti Mike sering merajuk karena selalu berpindah-pindah dan sekolah di rumah, tetapi sekarang ia memilih mendukung apa pun keputusan William karena semua yang William lakukan demi melindungi keluarganya. Josh sudah mengetahui apa yang belum Mike ketahui. Sebulan setelah keluarga Keith pindah dari Los Angeles ke Atlanta. William mengajak Josh berbicara berdua dengannya. Dia memberitahu Josh alasan mereka berpindah-pindah karena ada yang memburu keluarganya bahkan sejak ratusan tahun lalu. Para pemburu itu adalah si penghisap darah, vampire. Namun, William tak mengetahui alasan para vampire jahat itu memburu mereka. Dulu, demi melindungi keluarganya
Baik William, maupun Julia tak menjawab Mike. “Kalian berdua tidurlah, besok kita belanja makanan pokok,” pinta William pada Josh dan Mike. Julia menuju ke kulkas dan membuka pintunya. “Aku sudah belanja untuk kalian.” Josh, Mike dan William hanya memelotot melihat kulkas mereka yang penuh dengan makanan pokok. Daging, Ikan, Ayam, Telur, Susu, Sayuran dan semua kebutuhan perut mereka sudah ada di sana. “Ah, satu yang belum ada. Cemilan. Aku akan belanja … sendiri.” Josh menyeringai sembari menadahkan tangannya—meminta kartu debit William. William memutar bola mata, sedikit menggeleng—tak habis pikir, sambil mengeluarkan kartu debit dari dalam dompetnya. “Dasar anak-anak.” William melirik pada Julia dan Julia hanya terkekeh. Josh hendak membantah William yang menyebutnya anak-anak, tetapi Mike lebih dulu berbicara. “Jadi? Tak ada yang akan menjawabku?” tanya Mike sebal. “Hah?” Josh, William dan Julia tercengang s
Josh berhenti di belakang William yang sedang mencengkeram kerah baju laki-laki mencurigakan itu. Ia tiba-tiba terdiam, memandang punggung William dan laki-laki kurus yang berada dalam cengkeraman William. Josh pelan-pelan menghampiri William. “Dad … Dad …,” panggil Josh seraya menarik tangan William dari kerah baju laki-laki kurus itu. Ia berusaha menjauhkan William dari laki-laki yang sedang menatap William penuh ketakutan, tetapi tak berhasil. Josh merasa bersalah. Mantra yang ia rapal sepertinya tak benar-benar gagal. Hanya saja, Josh tak tahu jarak pasti ia dapat mendengar pikiran orang lain. Dan saat itu, Josh sedang mendengar pikiran kedua orang yang berada di depannya. William dan laki-laki kurus yang tadi ia curigai. William menyeret laki-laki itu. Dia akan membawanya ke kediaman mereka agar tak menimbulkan kegaduhan di lingkungan barunya. Laki-laki berkulit pucat itu semakin terlihat pucat. Keringat membasahi tubuhn
Masa Kini. Jamie lulus dari Sekolah Menengah Atas The Y Toronto. Ia dan Leslie akan pergi ke universitas yang sama. Universitas Trinity Toronto yang menjadi tujuan mereka. Jamie sebenarnya tak terlalu tertarik dengan belajar, tetapi Liam, ayahnya tak membiarkan putri satu-satunya hanya menempuh pendidikan sampai sekolah menengah atas. Alhasil, Jamie hanya ikut-ikutan Leslie yang mengambil jurusan keuangan di kampus tersebut. Lagi pula, kampus itu juga tak berjarak jauh dari kediamannya. Dan beruntungnya, nilai Jamie tak terlalu buruk. Ia dan Leslie diterima. Sebelum hari kelulusan, Jamie menyempatkan diri berpisah dengan Greg. Walaupun selama itu dirinya dan Greg bagaikan anjing dan kucing, ditambah Greg berhasil membuat Jamie terlihat aneh di mata teman-temannya karena terlalu sering bicara sendiri, tetapi Greg tak pernah jahat padanya. Greg hanya menginginkan pertemanan dengan Jamie karena hanya Jamie yang dapat melih
Jamie masih terpaku di tengah koridor lobi—tak jauh dari pintu masuk gedung kampus dengan mata terbelalak. Wajahnya mendadak pucat. Tak hanya satu? Tiga? Tiga? Tiga!!! Celaka! Aku celaka! Aku pasti celaka! Jamie bergelut dalam pikirannya. “Jamieeee! Ya Tuhan, di sini kau rupanya.” Suara Leslie berhasil membuat Jamie tersentak. Ia berbalik dan menemukan Leslie berdiri di belakangnya. “Ada apa, Jamie? Kau pucat sekali?” tanya Leslie panik. Jamie berderap menuju Leslie, mengaitkan lengannya pada lengan Leslie dan menarik Leslie menjauh dari koridor lobi. Setelah lumayan jauh, ia seka keringat yang membasahi dahinya, kemudian ia tepuk pipinya berkali-kali. Leslie menoleh ke arah Jamie heran, tetapi itu bukan kali pertama dia melihat Jamie seperti itu. Dia mengalihkan pikiran aneh tentang Jamie dan menggiring Jamie ke koridor kelas di mana terdapat barisan loker mahasiswa mahasiswi. Mereka berhenti di depan loker mi