Share

Persaingan Dimulai

Bab 6 Persaingan Dimulai 

"Udah, jangan nangis lagi. Sekarang waktunya kamu berjuang," papar Rika. 

"Iya, makasih, ya."

Sebelum pulang, aku dan Rika kembali membahas bagaimana kedepannya aku akan menjalankan usaha ku ini. Karena bagaimanapun aku tetap harus bekerja di warung mie ayam milik Bu Ria. Sedangkan, untuk juru masak di warung ku sendiri aku belum mendapatkannya. 

Di tengah-tengah kebingungan yang sedang melanda, tiba-tiba Rika bersuara. 

"Tetep kamu yang masak, Na. Kan, untuk ayamnya gak tiap hari masak, to? Jadi kedepannya bisa lah diakalin. Dan untuk pelayannya nanti biar aku minta dua pekerja ku bantu di sini. Lagian kan sekarang kita parnert kerja," kata Rika lalu menyunggingkan senyuman. 

Mendengar apa yang dikatakan teman baik ku itu, sontak membuat semangat ku kembali terbakar. Aku kembali bersemangat untuk bisa membangun usaha ku kali ini. 

Sampai akhirnya Aku dan Rika mengurungkan niat kami untuk pulang. Kami memutuskan untuk pergi ke pasar guna membeli kebutuhan bahan dagangan, karena esok harinya kami berencana untuk memulai usaha kami. 

Selain membuat persiapan untuk hari pertama buka, Rika juga berinisiatif untuk menyebar waktu launching kami lewat media sosial. Tentu saja untuk sepekan depan, akan ada diskon lima puluh persen untuk semua item. 

Cara ini jugalah yang kemudian aku berikan pada Ayuk. Yap, aku meminta gadis itu untuk membagikan di media sosialnya supaya lebih banyak yang tahu kalau akan ada warung mie ayam baru. 

***

"Ayo, Rik, keburu siang," ajak ku pada Rika yang masih sibuk berdandan. 

Benar, selama tiga hari ke depan aku akan menginap di rumah Rika. Karena tak memungkinkan kalau aku harus pulang ke rumah ibuku sendiri yang mana terletak di kampung. 

Aku dan Rika, dengan semangat yang membara siap memulai semuanya hari ini.

Mobil Rika terus melaju hingga akhirnya kami sampai di warung mie ayam milik ku. Saksi bisu yang akan menjadi sejarah dalam hidupku itu, ku beri nama "Warung Mie Ayam dan Bakso Nana".

Aku memang sengaja menyematkan namaku sendiri, selain ada harapan untukku, aku juga ingin melihat reaksi keluarga Mas Indra, terlebih ibu mertuaku, jika mengetahui ada nama yang sama dengan nama menantunya yang menjadi saingan usahanya. 

Tak lama setelah membuka warung, tiba-tiba datang dua wanita yang berboncengan mengendarai sepeda motor matik berhenti di depan warung. Dan aku yakin dua wanita itu pasti yang dimaksud Rika sebelumnya. Para pekerja yang diminta Rika untuk membantuku di warung ini. 

"Assalamualaikum," ucap salah seorang. 

"Wa'alaikumussalam. Kalian Sari dan Lia, kan?" tebak ku. 

Mereka mengangguk dan mengiyakan. Lalu tiba-tiba Rika muncul dari dalam. 

"Oh, syukurlah sudah datang. Na, mereka yang akan bantu usaha kita. Lia, Sari, kenalkan, dia ini bos kalian juga. Panggil aja Mbak Nana," ucap Rika dengan wajah berseri. 

"Salam kenal, ya. Semoga kalian betah bekerja sama dengan saya," kata ku menyambut baik kehadiran dua wanita berhijab tersebut. 

"Salam kenal juga, Mbak. Terima kasih sudah mau menerima kami," balas Sari yang juga mewakili wanita di sampingnya, Lia. 

"Udah ... jangan formal-formal amat. Nana orangnya santai, kok. Kalian boleh bersikap sama seperti kalian ke aku gitu gak pa-pa. Dia gak baperan kok orangnya," sahut Rika. Menoleh ke arahku sejenak. 

"Iya. Lagian kan kita sekarang satu tim, jadi biasa aja, ya," timpal ku sambil tersenyum. 

"Udah yak kenalannya. Sekarang waktunya kita bersiap. Kan, setengah jam lagi mau launching warungnya," ujar Rika yang tampak lebih bersemangat. Lalu mengajak dua rekannya itu bersiap. 

Setelah setengah jam berlalu, aku menatap bangga apa yang ada di hadapanku sekarang. Gerobak mie ayam dan bakso yang terlihat rapi dan estetik, meja pelanggan dari yang di dalam hingga di luar yang tak kalah bersih, sampai mangkuk-mangkuk bergambar ayam jago yang sudah tertata rapi pun menyita perhatianku kali ini. 

Dan tepat pukul sembilan pagi, warung ku akan siap di buka. Dan di momen itu juga bertepatan dengan bukanya warung mie ayam milik Bu Ria. 

Aku dan Rika sengaja memilih waktu yang sama dengan tujuan, tentunya untuk membuat panas ibu mertuaku itu. Sekaligus, secara tidak langsung aku telah memulai peperangan ini. 

Dan benar saja, dari dalam warung, aku melihat Bu Ria yang sedang membuka warung miliknya. Raut wajah sinis langsung ia perlihatkan ke arah di mana warung ku berada. 

"Selamat datang, Bu. Sekarang saingan usahamu telah hadir," batinku seraya menatap ke arah warung ibu mertuaku itu. 

Bu Ria kemudian masuk ke dalam warungnya, namun tak lama setelah itu, wanita bertubuh gemuk itu lantas keluar lagi dengan membawa tempat sampah. Jelas terlihat ibu mertuaku itu tampak kesal sembari membuang yang aku yakini sisa bahan-bahan dagangannya kemarin. 

Dan setelah membuang sampah-sampah tersebut, tampak jelas kalau Bu Ria sesekali menatap sinis ke arah warung ku. Aku percaya, ia pasti merasa dongkol lantaran ada warung baru yang menyerupai dari usahanya.

"Hei!"

Pukulan kecil mendarat di bahuku yang membuat aku tersentak. Aku menoleh ke arah Rika yang tiba-tiba muncul. 

"Kamu jangan keluar-keluar ya, Na. Pokoknya kamu ngurusin di dalem aja. Biar posisi mu tetep aman," pesan Rika padaku. 

Bibirku melengkung membentuk senyuman. "Iya, beres," balasku sambil mengacungkan dua jempol ke teman baikku itu.

Lalu kembali mengalihkan pandanganku ke arah depan. Di mana baru saja aku melihat kedatangan Mas Indra yang berboncengan dengan istri barunya menuju salon milik Tiyem. 

Di momen itu, mendadak amarahku kembali tersulut. Menatap penuh kebenc*n terhadap dua manusia lic*k di depan sana. Ditambah, ada adegan di mana Tiyem mencium takzim tangan Mas Indra. Lalu dilanjutkan dengan Mas Indra yang mengecup kening wanita berpakaian kurang bahan tersebut dan kemudian pergi. 

Ingatan di mana kejadian yang barusan aku lihat itu, adalah suatu kebiasaan yang dulu aku dan Mas Indra lakukan. Dan sekarang, semua hanya tinggal kenangan. 

"Akan ku buat kalian membayar ini semua!" ucapku dalam hati seraya tak melepas pandanganku. 

Sampai tahu-tahu sebuah mobil berwarna putih melipir ke depan warung ku. Melihat hal itu membuat amarahku sedikit menurun. 

"Sudah, ya? Saatnya kita bekerja," kata Rika. 

Aku menoleh ke arah wanita seumuran ku itu dan berusaha mengulas senyum. "Iya," jawabku lirih. 

Huh, kenapa rasanya begitu berat berada di posisi ini ya Allah ...? 

"Pelanggan pertama guys ... yokk, semangat!" cetus Rika, membuat Sari dan Lia kompak mengalihkan pandangan mereka ke arah bosnya itu. 

"Siap, Mbak," balas Sari dan Lia bersamaan. Lalu melihat ke arah depan warung seakan penasaran dengan pelanggan pertama kami. 

Sementara aku, merasa mood-ku mulai kembali setelah mendengar semangat yang disebarkan oleh teman baikku itu. Lalu bersiap di depan gerobak untuk meracik pesanan dari pelanggan pertama. 

Dari depan tungku, netra ku terus saja memperhatikan mobil yang baru saja terparkir. Dan setelah pemilik mobilnya itu turun, betapa terkejutnya aku ketika mengetahui siapa orang tersebut. Dia adalah .... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status