Share

Teriakan Farhan pada Tengah Malam

Arvin mulai memikirkan cara bagaimana menguak apa yang terjadi pada adiknya sehingga dia bisa seperti itu. Karena menuntut cerita dari adiknya pun percuma, Farhan malah terlihat kesal padanya. Padahal, Arvin telah mengorbankan banyak hal untuk adik satu-satunya.

Dia menoleh saat mendapati pintu kamar Farhan terbuka. Sang empunya keluar dari sana sembari meletakkan tas selempang di bahu kanannya. Entah apa isinya.

"Kamu mau ke mana, Han?" tanyanya seraya berdiri dari duduknya.

"Ke basecamp sebentar," jawabnya tanpa menoleh ke arah sang Kakak yang mengikuti langkahnya ke luar rumah.

"Han, kamu baru pulang dari rumah sakit. Istirahat saja lah dulu," katanya mengingatkan Farhan. Takut terjadi apa-apa dengannya.

"Aku sudah besar, Mas. Bisa jaga diri," jawabnya menoleh sekilas ke arah Arvin yang akhirnya hanya bisa mengembuskan napas panjang.

"Sebelum Maghrib sudah harus pulang!" teriaknya sedikit kencang menatap punggung adiknya yang menjauh bersama dengan laju motornya.

Farhan hanya menjawab dengan membunyikan klakson. Lalu menghilang di tikungan jalan.

Meski resah karena Farhan belum terlalu sehat dan baru saja pulang dari rumah sakit setelah beberapa hari dirawat di sana, tapi jika Farhan sudah berkeinginan, dia tetap tidak bisa mencegahnya.

Arvin memutar tubuhnya dan memilih masuk ke dalam rumah. Lalu, dia berhenti di depan pintu kamar adiknya yang sedikit terbuka.

Ujung bibir Arvin tertarik ke samping. Dia mendapatkan ide, kesempatan untuk bisa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya.

Sebelum itu, Arvin berjalan lagi ke arah pintu depan dan menguncinya dari dalam. Memastikan agar Farhan tidak bisa langsung masuk nanti ketika sudah pulang. Agar dia bisa lebih leluasa dalam mencari apa yang ada di kamar adiknya.

Setelahnya, dia pun menyelinap masuk ke dalam kamar adiknya yang jarang sekali terbuka. Karena Farhan lebih sering mengurung diri di kamar, menguncinya dari dalam. Sibuk dengan laptopnya yang katanya mengedit video atau membuat konten. Seperti itu jika ditanya oleh sang Kakak tentang kesibukannya.

Tangan Arvin terulur mengambil laptop yang tergeletak di atas meja kamar adiknya. Lalu menghidupkannya. Setelah menunggu beberapa detik, laptop pun menyala.

"Syukurlah ...," gumamnya lega sambil mengusap dada. Karena dia khawatir jika laptop adiknya itu memiliki kata sandi yang dia sendiri tak tahu.

Namun keberuntungan kali ini berpihak pada Arvin karena laptop milik Farhan tidak diberi sandi saat login. Sehingga memudahkan Arvin untuk mengecek isinya.

Selama ini, Arvin memang jarang mengecek barang itu. Kesibukan di tempat kerja yang membuatnya jarang berinteraksi dengan sang Adik yang katanya sekarang menjadi konten kreator.

Tangan Arvin mengarahkan kursor pada file dokumen, lalu meng-klik logonya. Tatapannya mengarah serius pada beberapa file yang muncul di sana.

Ada banyak sekali file video atau pun tulisan. Dia menganggukkan kepalanya beberapa kali. Mulai paham dengan cara kerja adiknya yang ternyata menjadi seorang konten kreator yang menggemari hal-hal yang berbau mistis.

"Sejak kapan, ya?" gumamnya menatap layar laptop.

Dia pun membuka satu persatu video yang ada. Hingga dia menemukan video di mana Farhan melakukan uji nyali di bangunan bekas kebun binatang yang sudah lama terbengkalai malam itu.

Tanpa perlu menunggu lama, Arvin segera membuka dan melihat isinya. Dia memperhatikan setiap kata juga gerak Farhan. Adakah yang mencurigakan atau dia mengambil sesuatu dari sana? Seperti apa yang dikatakan oleh Mbah Jenggot kemarin.

Hampir sepuluh menit Arvin duduk di depan laptop, memperhatikan video tersebut. Hingga akhirnya sampai pada detik di mana Arvin lari terbirit-birit setelah katanya mendengar suara auman harimau.

**

Farhan sendiri menemui teman-temannya di basecamp tempat dia biasa nongkrong. Teman-temannya penasaran dengan hasil uji nyalinya kemarin.

Sesampainya di sana, dia pun memperlihatkan video uji nyalinya di tempat angker itu.

"Aku penasaran banget, Han. Karena kamu pun gagal melakukan uji nyali di sana," ujar temannya dengan senyum mengejek.

"Nggak gampang, Bro! Aku saja sudah memberanikan diri, tapi ya tetap saja gagal karena memang ada salah satu makhluk yang ngikutin," sahut Farhan sembari menekan tombol play di laptop temannya. "Kalian lihat sendiri lah hasilnya," imbuhnya.

Mereka berlima pun melihat video hasil uji nyali Farhan. Mereka tampak serius dan sesekali bergidik saat mendengar suara-suara aneh yang terdengar jelas di video. Puncaknya, saat Farhan lari terbirit-birit setelah mendengar suara auman harimau. 

"Kondisi kamu bagaimana saat itu, Han?" tanya Ido menatap Farhan. Penasaran dengan cerita selanjutnya. 

"Aku dikejar-kejar sama laki-laki yang kepalanya hampir putus, wajahnya berlumuran darah, tubuhnya juga seperti ada bekas cakaran gitu. Dia minta aku untuk mengembalikan barang miliknya. Tapi ... aku juga merasa tidak mengambil apapun dari sana," terangnya menatap teman-temannya.

"Ngeri amat sih, Han," timpal Aris sambil bergidik ngeri. 

"Lalu, bisanya kamu nabrak pohon?" 

"Ya itu, aku hilang keseimbangan saat mengendarai motor karena takut dikejar sosok itu, jadilah aku nabrak pohon," jawabnya. Lalu mengembuskan napas kasar. Mengingat betapa mengerikannya sosok hantu yang mengejarnya.

Teman-temannya mengangguk paham. Tak ada komentar yang keluar dari mulut mereka, hanya sepasang mata mereka yang berbicara. 

Matahari sudah semakin tenggelam, Farhan pun pamit pulang karena dia sudah berjanji pada sang Kakak untuk tidak pergi terlalu lama. Juga ketakutannya dengan sosok manusia yang kepalanya hampir putus itu datang lagi saat hari sudah gelap.

***

Arvin buru-buru mematikan video yang sedang diputarnya saat terdengar deru motor Farhan yang berhenti di depan rumahnya. Dengan tangan sedikit gemetar, dia lalu mematikan laptop milik adiknya. Lalu menyimpannya di tempat seperti sedia kala. Rapi dan seperti tidak tersentuh. 

Padahal, dia belum selesai mengupas apa yang terjadi pada adiknya. Juga belum menggeledah kamar adiknya, adakah sesuatu yang mencurigakan dan diduga bukan milik Farhan, seperti yang dimaksud Mbah Jenggot yang katanya diambil oleh Farhan saat melakukan uji nyali. Entah itu benar atau hanya omong kosong, setidaknya Arvin ingin membuktikan. Karena tidak mungkin makhluk itu datang begitu saja jika tidak merasa terganggu. 

Dia pun keluar dari kamar Farhan dan berjalan menuju ruang tamu untuk membukakan pintu.

"Lama banget, Mas?" keluh sang Adik menatap kakaknya dengan heran.

"Iya. Tadi abis dari belakang. Nggak dengar," jawabnya sambil mengusap keringat pada dahinya, gugup. "Ya sudah, masuk!"

Farhan mengangguk. Lalu masuk melewati kakaknya begitu saja. Sedangkan Arvin menatap sekitar terlebih dulu sebelum akhirnya menutup pintu.

***

Arvin menoleh pada jam dinding yang menggantung di atas pintu kamarnya yang sudah menunjuk pada angka sebelas. Dia sudah berusaha memejamkan kedua matanya, namun belum juga bisa terlelap.

Tubuh kurusnya dia gulingkan ke kanan dan ke kiri. Hatinya resah, bayangan sang Adik terus berputar-putar dalam benaknya. Padahal, kamar adiknya juga berada di sebelahnya. Dan terdengar sunyi. Arvin berpikir jika Farhan sudah tidur.

Harusnya dia merasa lega, setidaknya Farhan tidak lagi bersikap seperti saat di rumah sakit. Namun, hatinya tetap saja resah. Takut jika terjadi sesuatu pada adiknya.

Dia mencoba untuk kembali memejamkan kedua matanya. Namun, baru saja dia hampir terlelap, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara teriakan yang berasal dari kamar adiknya.

"Farhan!"

Arvin langsung bangkit dari tidurnya dan berlari menuju kamar adiknya dengan terburu-buru dan perasaan yang semakin tak keruan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status