Abraham memaki dirinya. Ia tidak menyangka jika keputusannya membatalkan perjodohan waktu itu berimbas negatif pada keluarganya. Suasana seisi rumah tidaklah sama lagi seperti sebelumnya. Begitu banyak perubahan yang terjadi, termasuk pada Bundanya. Bunda masih mogok bicara padanya sampai sekarang. Mau sekeras apapun Abraham berusaha meminta pengertian, Sang Bunda tetap tidak bergeming sama sekali. Bunda bahkan seolah-olah tidak menganggap Abraham ada di rumah. Mau ia pulang atau tidak, Bunda tidak peduli. Benar-benar hebat daya pikat dari perempuan bernama Laura Wilona untuk Bunda.
“Berdamai saja lah, Mas. Mengalah sama Bunda,” sahut Danesha ketika masuk ke kamarnya tanpa
Laura melenggang masuk ke dalam sebuah resto tempat di mana ia membuat janji. Seseorang melambaikan tangan ke arah Laura seolah memberitahunya ke mana meja yang harus ia tuju. Abraham meneliti Laura dengan sebelah alisnya yang terangkat.“Telat tiga puluh menit,” kata laki-laki itu ketika Laura meletakkan bokongnya di kursi. “Aku paling nggak suka menunggu orang tukang ngaret begini,” tambahnya lagi.“Kalau nggak suka kenapa nggak pergi dari tadi saja? Aku kan sudah bilang akan datang telat. Lagian Mas sendiri kan yang nggak mau ganti hari? Ya itu konsekuensinya,”
Kesepakatan yang terjadi di antara Laura dan Abraham akhirnya terlaksana siang ini di hari Minggu setelah sehari sebelumnya Abraham mengabarinya via Whatsapp. Laura berulang kali membetulkan letak pakaian yang melekat di tubuh semampainya, dan berharap ia tidak salah memilih pakaian. Salahkan Abraham yang tidak memberinya masukan tentang busana apa yang pantas ia kenakan saat bertemu dengan Bundanya nanti—membuat Laura harus putar otak memilah pakaian yang ada di lemarinya saat ini.“Mau pakai pakaian apa saja terserah. Asalkan nggak telanjang.” Begitu balas Abraham tadi. Dibilang kesal, jelas Laura kesalnya bukan main. Walaupun pernikahan ini nantinya hanyalah sebuah perjanjian belaka, tapi setidaknya Laura harus
Dugaan Laura terjawab. Abraham membawa keluarganya datang ke rumahnya satu minggu kemudian. Rona kebahagiaan Bunda terpancar ketika bertemu dengan Mama di garis pintu. Arabella pun bahkan menyapanya dengan pelukan hangat dengan senyum Danesha sebagai penutup. Sementara Abraham? Laki-laki itu memberinya seringai mengesalkan seperti yang biasa laki-laki itu berikan padanya. Pembicaraan dua keluarga berlangsung cukup intimate, penuh canda dan tawa serta kekeluargaan. Sayangnya tidak bagi Laura. Laura bahkan tidak bisa menjelaskan perasaan yang membelenggu hatinya sendiri—antara kebutuhan ataukah hanya keterpaksaan. Laura cukup memberikan senyum termanis, maka tidak akan ada yang tahu bagaimana kondisi hatinya sekarang yang sebenarnya.
“Pantesan,” celetuk Laura ketika ia turun dari kursi gigi yang selalu ia duduki hampir setiap bulan untuk kontrol. Bulan ini adalah waktunya Laura kontrol gigi seperti biasanya. Mungkin karena sekarang Laura jauh lebih mengenal Galileo, makanya suasana di dalam ruangan jauh lebih santai ketimbang sebelumnya. “Memangnya Abe nggak pernah cerita?” Laura menggeleng. “Kebangetan manusia kanebo satu itu. Masa calon istrinya harus tahu dari orang lain,” tambah Galileo kemudian sembari mensterilkan alat-alat yang habis ia pakai.Singkatnya klinik yang biasanya Laura kunj
Area pantry menjadi salah satu tempat rehat ternyaman hampir seluruh staf dikala mereka penat karena harus berkutat di depan laptop sejak pagi. Begitu pula dengan Laura. Ia tengah menyeduh cokelat kemasan ketika Freya berdiri di garis pintu sembari mendekap lengannya di dada.“Yang mau nikah beda ya. Sibuk sampai nggak ada waktu buat temannya sendiri,” sindir Freya.Laura terkekeh menimpalinya. “Harap maklum dong. Persiapannya malah nggak sampai tiga bulan. Nggak hanya pesta, mentalku pun harus sudah siap,” sahut Laura sambil lalu. “Kenapa? Kamu kesepian karena nggak ad
From : GalileoGue tahu kalau lo nggak suka gue dekat-dekat sama Laura, tapi bukan berarti kayak gini juga caranya, Ab.
“Saya terima nikah dan kawinnya Laura Wilona binti Panggih Bagaskoro dengan mas kawin sepasang cincin platina bertahta berlian dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”Dalam satu kali tarikan napas prosesi ijab kabul diucapkan Abraham dengan suara lantang. Ucapan doa dan rasa syukur Laura tanamkan dalam hati. Hari ini ia telah resmi menyandang status barunya sebagai Nyonya Wibisana. Freya yang menjadi satu-satunya bridesmaid pun ikut menangis haru dan bergantian memeluknya bersama dengan Arabella. Kemudian tanpa menunggu lama Laura menyambut uluran tangan Abraham saat laki-laki itu menjemputnya di garis pintu. Semua berjalan dengan khidmat dan intimate sehingga tanpa sadar airmata Laura mengalir saat Abraham menyemat
Jatah cuti menikah dari kantor pun berakhir. Baik Laura maupun Abraham seperti diingatkan bahwa tumpukan pekerjaan telah menyambut mereka saat keduanya tiba di kantor masing-masing. Abraham menepikan mobilnya tepat di depan pintu masuk area perkantoran Laura.“Pulang kantor jangan buat janji dengan siapa-siapa ya,” kata Abraham ketika melihat Laura bersiap membuka pintu mobil, dan untungnya Laura mengurungkan niatnya itu. “Aku ingin mengajakmu melihat rumah,” lanjut Abraham lagi.“Rumah? Maksud Mas rumah yang akan kita tempati nanti?”