Share

57. Meyakinkan Argo

Penulis: Evie Edha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-29 16:00:24

Malam itu, Argo berada di ruang tengah rumahnya. Udara dingin merayap melalui jendela yang sedikit terbuka, tetapi ia tidak peduli. Berdiri di depan sebuah foto dan matanya tertuju pada foto besar yang tergantung di dinding. Foto itu adalah kenangan pernikahan kakaknya, Argi, dengan kakak iparnya, Nadine. Senyum bahagia di wajah mereka saat itu terasa seperti ironi sekarang. Argo menghela napas panjang, pikirannya dipenuhi oleh masa lalu yang sulit dan rumit.

"Entah benar atau tidak, aku merasa yang terjadi adalah semuanya salah."

Dia menarik napas dalam. "Semoga kalian bahagia di atas sana."

Dia tahu bahwa pernikahan itu bukanlah hasil dari cinta sejati. Kakaknya mencintai orang lain, tetapi tekanan dari keluarga, terutama dari ayah mereka, Pak Bowo, membuat semuanya menjadi seperti ini. Nadine juga tidak sepenuhnya bersalah. Dia juga korban keadaan. Argo merasa ada beban besar yang diwariskan dari konflik itu, yang entah bagaimana kini beralih ke pundakn
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   58. Pertemuan Okta dan Rani

    "Sial*n." Okta mengumpat."Kurang ajar si Kafka," lajutnya.Okta menghela napas panjang, suara desahan itu nyaris tenggelam oleh deru motornya yang melaju menyusuri jalan kota tanpa arah. Hatinya masih dipenuhi dengan rasa kesal akibat kejadian di kantor siang tadi. Ia tak ingin langsung pulang. Rasanya rumah hanya akan membuatnya semakin jengkel, apalagi di rumah nanti pasti dia akan bertemu kembali dengan sang adik. Dengan motor yang berhasil ia dapatkan dari orang tuanya setelah permohonan panjang, ia memutuskan untuk mencari pelarian sementara."Dasar adik lancang! Bikin malu saja! Berani-beraninya dia mendekati Melissa," gerutunya sambil menekan gas motor lebih keras. Kendati demikian, jalan kota yang mulai padat membuatnya harus memperlambat laju kendaraan.Entah apa yang membuat dia terus mengumpati sang adik. Padahal, kan senyumnya dia sudah sepakat kalau mereka akan bertanding secara adik untuk mendapatkan Melissa. Kenapa dia se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   59. Mau Kembali ke Kantor

    Malam itu, Kafka duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya, Winda dan Khalif. Hidangan lezat terhidang di hadapan mereka, tetapi perhatian Winda tertuju pada sesuatu yang lain. Ia menatap Kafka dengan penuh selidik sebelum akhirnya melontarkan pertanyaan yang sudah dia pendam sejak tadi."Kafka, bagaimana hubungan kamu dengan Melissa? Sudah ada kemajuan?" tanyanya dengan penuh antusias.Kafka mengangkat kepalanya dari piring. Ia mengunyah makanannya dengan tenang sebelum menjawab, "Seperti biasa, hubungan kolega bisnis." Lalu dia melanjutkan kembali makannya.Winda menghela napas panjang. "Kenapa tidak ada kemajuan?" Dia bertanya dengan sedikit kesal.Padahal, Winda tahu kala anaknya yang satu ini bukanlah tipe orang yang akan bertindah gegabah dalam suatu hal. Dia suka, itu artinya Kafka bukan orang yang ceroboh.Kafka selalu tenang dan tidak gegabah dalam bertindak, dan dia suka itu. Akan tetapi dalam hal ini, adalah hal berbeda.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   60. Pertanyaan Keramat

    Melissa melangkah masuk ke toko kue milik Rani. Aroma manis dari berbagai macam kue langsung menyambutnya, menghangatkan hatinya yang sedikit lelah setelah bekerja seharian. Dia melihat sekeliling, dan tampak jelas bahwa toko ini sedang ramai."Wah. Ramai sekali yang antre," ujarnya. Pengunjung membludak, memenuhi hampir setiap sudut ruangan. Beberapa orang berdiri mengantre di depan etalase kaca, menunggu giliran untuk memesan kue favorit mereka."Sebaiknya aku tunggu dulu."Melihat tidak ada tempat kosong selain satu meja di pojok ruangan, Melissa segera melangkah ke sana dan duduk. Dia senang dengan kondisi toko kue ini. Seorang pelayan yang bertugas melayani pengunjung yang makan di tempat segera menghampirinya. "Selamat sore, Kak Melissa," sapa pelayan itu yang memang mengenal siapa Melissa."Mau pesan apa, Kak?" tanya sang pelayan itu dengan ramah. Dia memberikan buku berisi gambar beberapa kue yang tersedia di toko roti ini.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   61. Mempertimbangkan Argo.

    Melisa merasa terkejut dengan pertanyaan yang keluar dari mulut papanya. Baru beberapa bulan lalu dia resmi bercerai, dan kini, Tuan Bagus sudah menyinggung soal pernikahan lagi. Dia tidak habis pikir, mengapa papanya bisa berpikir sejauh itu."Papa, aku baru saja bercerai! Kenapa Papa bisa menanyakan hal seperti itu?" serunya dengan nada penuh keterkejutan.Tuan Bagus yang duduk di kursi rotan tua di beranda rumahnya hanya tersenyum tipis. Dia memandang putrinya dengan penuh kasih sayang, lalu berkata dengan lembut, "Apa salahnya, Mel? Kamu masih muda. Sudah lewat masa iddah-mu. Wajar kalau ingin menikah lagi."Melisa menghela napas panjang. Perasaannya masih terlalu kacau untuk memikirkan pernikahan lagi. Luka batinnya belum sepenuhnya sembuh dari kegagalan rumah tangganya yang lalu. Bayang-bayang pertengkaran dengan mantan suaminya masih begitu nyata di ingatannya. Perselingkuhan Okta meninggalkan trauma di kepala Melissa.Bagaimana mungkin papanya bisa berbicara seolah semua baik-

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   62. Saran Dari Riyanti

    Melissa duduk di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah meja. Pikirannya masih melayang pada percakapannya dengan sang ayah tadi pagi. Kata-kata beliau masih terngiang di telinganya, membuat hatinya resah. Ia menatap foto mendiang mamanya yang terletak di sudut meja, jemarinya menyentuh bingkai foto itu dengan lembut."Ma, aku harus bagaimana?" bisiknya pelan. "Papa bilang aku harus mulai memikirkan masa depanku ... Tapi aku belum siap. Aku tidak tahu apakah ini benar atau hanya perasaan sesaat."Melissa menarik napas dalam, seolah berharap udara yang dihirupnya bisa membawa serta kegundahan hatinya."Seandainya Mama masih ada, pasti Mama bisa memberiku saran terbaik," lanjutnya dengan suara lirih.Sebenarnya, dia ingin mendatangi Riyanti dan meminta saran mengenai hal ini. Hanya saja, dia juga masih merasa ragu untuk melakukan ini."Hai. Papa bikin aku banyak pikiran aja deh." Dia menumpu dagu pada lipatan tangan.Melissa begitu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   63. Rencana Liburan

    Senja mulai turun perlahan ketika Pak Bowo tiba di kediaman Tuan Bagus. Rumah besar bergaya kolonial itu dikelilingi taman yang terawat rapi, dengan pohon-pohon rindang yang menambah kesan tenang. Pak Bowo disambut oleh seorang pelayan yang membawanya ke ruang kerja Tuan Bagus, tempat pertemuan penting itu akan berlangsung.Tuan Bagus duduk di balik meja kayu mahoni besar, dikelilingi tumpukan dokumen yang tertata rapi. Wajahnya menunjukkan kewibawaan, namun kali ini ada sorot antusias yang berbeda di matanya saat melihat kedatangan sahabat lamanya."Bowo, akhirnya kau datang juga. Duduklah," ucap Tuan Bagus sambil menunjuk kursi di seberang meja.Pak Bowo tersenyum hangat dan duduk. "Bagus. Ada apa? Tumben sekali kau memintaku datang seperti ini. Biasanya kau hanya mengajak mampir ketika kita selesai memancing."Tuan Bagus tertawa pelan. "Kau benar. Aku ingin membahas sesuatu yang lebih pribadi. Tentang anak-anak kita, Arga dan Melissa."

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   64. Membujuk Lisa

    Matahari siang itu mulai meredup ketika Arga tiba di sekolah untuk menjemput Lisa. Sepertinya langit akan menjatuhkan air asin dalam jumlah yang banyak. Dia pun menunggu di depan gerbang seperti biasanya.Selalu menjadi pusat perhatian wali murid lainnya karena rata-rata adalah para ibu rumah tangga, hanya dia pria dewasa di sini. Itu sudah menjadi hal biasa bagi Argo.Kadang beberapa dari mereka berani menawari Arga untuk menjadi menantu mereka.Tak lama, Argo melihat Lisa berlari menghampirinya dengan tas ransel kecil yang hampir lebih besar dari tubuh mungilnya. Wajahnya berseri-seri penuh antusiasme seperti biasa, membuat Arga tersenyum lebar."Halo, Papa!" sapa Lisa riang, memeluk lengan Arga begitu mereka berjalan menuju mobil."Hai juga, Sayang." Dia mengusap kepala Lisa dengan senyuman."Kita pulang sekarang?" tanyanya kemudian. Dia melebarkan senyum ketika melihat Lisa mngangguk.Arga langsung menggadeng tangan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   65. Insiden Pagi Hari.

    Melissa juga tampak terkejut dengan keberadaan Okta di sini, meski di dalam hatinya, dia sudah bisa menebak alasan kedatangan Okta. Lelaki itu masih belum menyerah setelah semua yang terjadi. Hanya saja dia tidak menyangka kalau Okta berani untuk datang kemari.Sedangkan Okta yang mendapat pertanyaan bernada marah itu malah menunjukkan senyumnya. Dia mengulurkan tangan pada Tuan Bagus. "Pa."Sayangnya, Tuan Bagus sudah enggan pada mantan menantinya itu. Dia pun menepis tangan Okta dengan kasar. Okta sempat terkejut, tetapi di memaklumi itu. Iyalah. Dia yang salah. "Saya datang untuk bertemu dengan Melissa, Pa," jawab Okta dengan suara mantap, meski dalam hatinya dia merasakan tekanan besar dari tatapan tajam Tuan Bagus."Tidak ada yang perlu kau bicarakan dengannya lagi! Pergi dari sini sebelum aku menyuruh satpam mengusirmu!" bentak Tuan Bagus tanpa basa-basi dengan menunjuk ke arah luar rumah.Arga yang menyadari keadaan tidak kondusif

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-03

Bab terbaru

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   88

    "Mama kenapa sih, Ma?" tanya Khalif ketika melihat istrinya yang terus melamun. Dia duduk di samping Windi lalu merangkul pundak istrinya itu dengan senyuman tipis.Windi menarik napasnya dalam sampai bahunya naik perlahan lalu mengembuskan dengan berbarengan pundaknya yang urun. "Ya mikirin apa lagi, Pa kalau bukan lamaran mama yang ditolak sama Tuan Bagus karena dia sudah menjodohkan Melissa dengan orang lain," jawabnya malas.Khalif mengangguk dan paham kekecewaan sang istri. Dia mengelus pundak Windi dengan lembut. "Sudahlah, Ma. Mungkin Melissa dan Kafka itu memang tidak berjodoh. Janganlah dipaksa terus menerus.""Mama ini tidak memaksa, Pa. Mama ini hanya sedang berusaha." Windi berujar dengan penuh penekanan."Berusaha untuk mencarikan jodoh terbaik untuk anak kita. Dan Melissa menurut mama itu yang paling pas dan cocok," lanjut Windi."Ya kalau bukan jodohnya mau gimana, Ma? Mau diapain juga tidak akan bisa bersama kalau Tuhan tidak berkehendak. Dan, jika Tuhan memang mentakd

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   87.

    Mendapat tawaran dari Melissa untuk tinggal di rumahnya, tentu saja Lisa langsung mengiyakan hal itu. Daripada tidur di rumah sendirian, atau tidur di rumah sakit lagi dan itu tidak membuatmu nyaman, lebih baik tidur di rumah calon mamanya kan?"Sekarang, Lisa cuci muka, cuci kaki dan gosok gigi, ya." Melissa berujar ketika mereka sudah bersiap untuk tidur.Lisa pun mengangguk dan kduanya menuju kamar mandi untuk melakukan ritual itu. Setelah beberapa saat selesai, mereka pun siap untuk mengistirahatkan diri.Melissa membenahi selimut Lisa. "Jangan lupa berdoa sebelum tidur," ujarnya dengan senyuman.Lisa mengangguk dan melakukan apa yang diminta Melissa. Setelahnyamerekapun mulai merebahkan diri. "Terima kasih, Tante Lisa." Gadis itu berujar.Melissa mengangguk. "Sama-sama." Dia pikir setelah itu Lisaakan langsung tidur. Akan tetapi gadis kecil itu masih membuka matanya."Kamu kenapa? Kok masih belum tidur?" tanyanya kemudian.Lisa menatap Melissa dengan takut-takut. "Lisa mau tanya,

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   86.

    Suara klakson langsung berbunyi keras setelah mobil milik Melissa berhenti. Beberapa mobil di belakangnya berhenti dengan jarak yang sangat dekat.Melissa dan Tuan Bagus sama-sama menoleh. "Mel. Kamu ini." Tuan Bagus memperingati."Maaf-maaf." Melissa segera menjalankan kembali mobilnya."Kamu ini ada-ada saja, Mel." Tuan Bagus menggeleng pelan."Lagian Papa bikin aku terkejut aja." Melissa mengerucutkan bibirnya. Dia tetap memfokuskan pandangan lurus ke depan."Maksud ucapan Papa tadi apa?" tanyanya kemudian."Ya Tante Windi tadi?" tanya Tuan Bagus dan dia melihat putrinya yang mengangguk."Ya seperti yang kamu dengar tadi. Tante Windi tadi datang ke rumah dan dia mengatakan niatnya kalau dia ingin kamu menjadi menantunya lagi," ujar Tuan Bagus."Katanya, kamu ingin dinikahkan dengan Kafka," lanjutnya kemudian.Melissa yang mendengar hal itu menggeleng pelan. "Astaga. Asli. Mel nggak pernah bayangin hal ini, Pa.""Sama." Tuan Bagus berujar."Lalu Papa bilang apa sama Tante Windi?" ta

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   85. Kedatangan Mantan Besan

    "Ayo, Jarot. Mandi yang bersih ya, Jar. Biar seger," uja Tuan Bagus. Pria itu tengah menyemprot air pada burung peliharaannya. Pagi ini adalah waktu yang pas untuk mandi."Abis mandi nanti, kamu latihan lagi berkicau. Biar suara kamu tetap merdu dan semakin merdu," lanjut Tuan Bagus. Dia menatap senang empat ekor burung yang dia miliki."Ini, Tuan camilannya," ujar asisten rumah tangga Tuan Bagus.Tuan Bagus menoleh. "Terima kasih, Bi." Dia mengangguk. Duduk di gazebo dia mulai menikmati lapis legit yang baru saja dia dapatkan semampu menatap burung-burung miliknya yang sedang dijemur."Buka usaha jual beli burung sepertinya asyik," ujarnya kemudian.Beberapa saat kemudian, asisten rumah tangganya kembali mendekat. Dia berdiri di depan Tuan Bagus sembari menunduk untuk memberitahukan sesuatu."Tuan, maaf. Ada nyonya Windi datang dan ingin bertemu." Dia berujar.Tuak Bagus langsung mengerutkan kening mendengar perkataan asisten rumah tangganya. "Windi? Mau apa dia?" tanyanya kemudian.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   84.

    Malam telah larut ketika Argo mengantar Melissa pulang. Jalanan sepi, hanya sesekali kendaraan melintas dengan lampu yang menyorot redup. Mobil Argo berhenti tepat di depan rumah besar milik Tuan Bagus. Melissa menghela napas lega, lalu menoleh ke arah Argo. "Makasih ya, Go, udah nganterin aku pulang. Maaf jadi ngerepotin."Argo tersenyum tipis, "Harusnya aku yang berterima kasih sama kamu. Kamu sudah repot hari ini karena aku. Bantu di panti---""Itu, kan memang kegiatan yang rencananya dirutinin sama kita," ujar Melissa memotong kalimat Argo. Keduanya terkekeh bersama.Argo mengangguk. "Ya. Tapi nggak hanya itu aja. Misal tadi kamu ikut ke sekolahan dan membantu Lisa. Secara tidak langsung kamu membersihkan namanya," ujar Argo.Melissa mendengus. "Aku hanya tidak suka bullying."Argo mengangguk. "Ya. Untuk itu aku berterima kasih.""Ya udah sama-sama.""Yuk aku antar sampai depan rumah. Aku mau sekalian pamit sama Om Bagus. Boleh, kan?" tanya Argo.Melissa mengangguk. "Ya haruslah.

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   83. Mencari Pelaku

    Sambil menunggu hasil pemeriksaan, Pak Bowo duduk di ranjang rumah sakit, menatap kosong ke langit-langit. Ia masih mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Apakah ada kendaraan lain yang menabraknya? Atau apakah sopirnya kehilangan kendali? Pikirannya dipenuhi pertanyaan.Beberapa saat kemudian, seorang dokter masuk ke ruangannya. "Pak Bowo, kondisi Anda cukup stabil. Hanya ada luka ringan di dahi dan sedikit benturan di kepala. Tapi kami sarankan Anda tetap beristirahat.""Bagaimana dengan sopir saya, Pak Dokter?" tanya Pak Bowo cemas.Dokter itu menarik napas sebelum menjawab, "Pak Herman mengalami cedera di bagian kepala, tapi saat ini kondisinya stabil. Kami masih melakukan observasi lebih lanjut untuk memastikan tidak ada pendarahan internal."Pak Bowo menghela napas lega, meskipun masih ada kekhawatiran di hatinya. Ia menatap keluar jendela rumah sakit, melihat lalu lintas yang kembali normal. Seakan kejadian beberapa jam lalu hanyalah mimpi buruk yang hampir merenggut ny

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   82. Kabar Buruk

    Okta menggeram dalam hati. Amarahnya semakin membara sejak ia dipecat. Baginya, ini bukan sekadar kehilangan pekerjaan, melainkan penghinaan yang tak bisa ia terima begitu saja. Dan semuanya bermula dari satu nama: Argo. Jika bukan karena pria itu, hidupnya tidak akan berantakan. Dan kini, hanya ada satu tujuan dalam pikirannya—membalas dendam.Dendam itu semakin berkobar ketika mengingat perjodohan Melissa dan Argo. Okta tak bisa menerimanya. Rasa cinta yang ia miliki berubah menjadi obsesi berbahaya. Ia merasa dunia telah merampas haknya dan kini saatnya ia mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.Hari itu, Okta mulai bergerak. Ia menelusuri rumah Argo dengan penuh kehati-hatian. Awalnya, ia hanya ingin mengawasi, mencari celah untuk melancarkan aksinya. Namun, di luar dugaan, ia justru melihat seseorang yang mungkin lebih mudah dijadikan target awal—Pak Bowo.Pak Bowo, pria berusia lima puluhan tahun itu, adalah papanya Argo, informasi ya

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   81. Pesan Terakhir Dari Istri Mantan Kekasih

    Argo terdiam mendengar pertanyaan dari Melissa. Pria itu menunduk menatap lantai lalu tersenyum miring. "Untuk saat ini, aku tidak memiliki hal untuk membela diri. Kamu boleh menganggapnya apa, terserah. Karena itu juga hak kamu. Aku tidak bisa melarang."Argo menatap Melissa. "Sudah aku katakan sejak tadi. Aku memang ingin kamu tahu ini agar semuanya tidak terlambat. Bagaimana tanggapan kamu setelahnya, aku akan menerima semua yang kamu putuskan."Melissa mendongak, dia menarik napas dalam dan mencoba untuk menenangkan dirinya setelah menemukan hal-hal yang benar-benar membuat dirinya merasa terkejut.Melissa kembali menatap Argo lalu bertanya, "Jadi, pertemuan antara papaku dan papa kamu adalah sebuah kesengajaan untuk menjalankan kembali rencana kalian yang sebelumnya?" Melisa bertanya dengan menaikkan salah satu alisnya.Argo yang mendengar itu terkekeh, tak lama dia malah tertawa. "Aku memang mengatakan bahwa terserah kamu akan menganggapnya apa tentang semua ini. Tapi satu hal y

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   80. Menumbalkan Perasaan

    Melissa terduduk termenung di sebuah kursi, memikirkan kenyataan yang baru saja dia ketahui. Argo dan Arga ternyata adalah saudara. Hal itu terasa begitu mengejutkan baginya. Bagaimana mungkin dia tidak pernah tahu? Bahkan saat mereka masih sekolah dulu, tidak ada satu pun yang menyebutkan fakta ini. Jika memang ada yang tahu, tentu dia juga akan mengetahuinya.Argo datang menghampiri dengan segelas minuman di tangannya. Dia menyerahkannya pada Melissa dengan harapan bisa membuat perempuan itu sedikit lebih tenang."Minumlah, Mel. Jangan terlalu dipikirkan," kata Argo pelan, namun suara itu tetap terdengar tegas.Melissa menerima gelas itu tanpa benar-benar berniat untuk meminumnya. Matanya masih menatap kosong ke depan, pikirannya berputar di antara fakta-fakta yang baru saja ia dengar."Kenapa Arga tidak pernah memberitahuku?" tanyanya lirih. "Aku bahkan yakin di sekolah dulu tidak ada yang tahu kalau kalian saudara."Dia menatap Argo. "Kamu juga duku tidak bilang.""Karena memang t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status