"Nak..."
Cipta ingin membujuk Awan sekali lagi. Namun, Awan langsung menyelanya dengan kalimat yang lebih tegas, "Tidak, pa. Aku tidak akan pernah setuju untuk menjual rumah ini."
"Kenapa kamu keras kepala begini? Papamu hanya meminta untuk menujual rumah bobrok ini. Lagian, rumah ini dibeli pakai uang papamu. Apa hakmu untuk menolaknya? Hah?"
"Kamu seharusnya berkaca, jika bukan karena papamu, kamu dan ibu pelacurmu itu, tidak akan pernah mendapatkan hidup yang layak dan bergelimang harta. Kamu dan ibumu itu bahkan akan menjadi gelandangan selamanya. Bahkan, jika ibumu mati, ia akan mati seperti anjing liar."
"Kalian berdua bisa hidup dan tinggal di rumah ini, semua itu karena pemberian suamiku, mengerti?"
"Sekarang, sudah seharusnya kamu membalas semua kebaikan papamu."
Melihat Awan yang bersikeras menolak permintaan suaminya, Silvi langsung menyela dengan kalimat tajam.
Awan yang selama ini tidak pernah membalas ucapan tajam ibu tirinya, begitu mendengar kalimat Silvi saat ini, seketika membuat emosinya naik.
Ibunya adalah batas toleransinya. Tidak ada seorang pun yang boleh menghina ibunya.
Namun, sebelum Awan sempat bicara. Cipta sudah lebih dulu bersuara, "Papa sebenarnya tidak ingin mengatakan ini. Tapi, apa yang diucapkan mamamu, benar! Kapan lagi kamu akan membalas kebaikan papa, jika bukan sekarang!"
"Sebaiknya kamu menurut dan bersikap layaknya seorang anak yang penurut."
Ucapan Cipta semakin membuat Awan tertohok. Ia tidak menyangka, jika ayahnya akan berkata seperti ini padanya.
"Pa, apa papa masih menganggap ibuku? Apa papa masih menghargai masa lalu kalian?"
"Tentu saja. Tapi, semua itu sudah jadi masa lalu. Semua orang harus melangkah ke depan. Apa yang terjadi antara papa dan ibumu adalah masa lalu dan biarlah terkubur di masa lalu. Tidak ada yang perlu disesali." Ujar Cipta tanpa rasa bersalah sama sekali.
Awan sangat kecewa mendengar ucapan ayahnya.
Selama ini, jika ia hanya diam mendapat semua perlakukan buruk dari ibu tirinya, semua itu semata karena menghargai ayahnya.
Sebelum menikah, Cipta menggunakan alasan cinta untuk bisa menikahi Silvi. Cipta mengatakan, kalau ia butuh Silvi untuk bisa bertahan setelah kehilangan ibunya Awan.
Demi menghargai semua kebaikan ayahnya di masa lalu, Awan mengalah dan menerima pernikahan mereka. Karena alasan yang sama, ia menerima semua sikap buruk Silvi terhadap dirinya tanpa pernah mengeluh sama sekali.
Sekarang, ayahnya sudah benar-benar keterlaluan. Ia sudah benar-benar melupakan ibunya dan bahkan ingin menjual satu-satunya rumah yang menyimpan banyak kenangan Awan dan ibunya.
Rahang Awan mengeras saat berkata, "Tidak. Aku tidak setuju menjual rumah ini."
"Heh, apa hakmu untuk tidak setuju? Apa kamu lupa, siapa yang telah memberimu makan? Siapa yang telah membiayai sekolahmu? Siapa yang telah memberimu tempat tinggal?"
"Jika bukan karena kami, kamu sudah menjadi gelandangan saat ini."
"Sekarang, ayahmu sedang kesulitan, kamu bahkan tidak membantunya sama sekali." Cerca Silvi dengan kalimat tajam dan menyudutkan Awan.
Awan bersikeras dengan pendiriannya. Sementara, ayah dan ibu tirinya terus menekan Awan. Suasana menjadi semakin panas karena tidak ada yang mau mengalah.
"Baik, kalau kamu tidak bersedia menjual rumah ini, sebaiknya kamu keluar dari rumah ini!"
"Kami tidak mau menampung anak haram yang tidak berguna seperti kamu di rumah ini." Teriak Silvi pada akhirnya dengan nada yang menggelegar.
Awan terhenyak, ia di usir dari rumahnya sendiri?
Awan menatap ayahnya. Tapi, Cipta seakan tidak peduli pada dirinya. Dalam hal ini, Cipta berada di kubu yang sama dengan istrinya.
"Kamu silakan pergi dari rumah ini." Ujar Cipta dingin tanpa melihat ke arah Awan sama sekali.
Mereka sudah merencanakannya. Jika Awan menolak, mereka akan mengusir Awan. Setelah itu, dengan beberapa kenalan Silvi yang bekerja di bidang notaris, mereka akan memalsukan kesediaan Awan dan mengalihkan hak kepemilikan rumah atas nama mereka. Tentunya, semua itu hanya bisa dilakukan jika Awan tidak ada lagi bersama mereka.
Dengan begitu, tidak akan ada yang bisa menghalangi rencana mereka.
Melihat ayahnya tidak lagi peduli dengan dirinya, Awan pun menyerah untuk mengharapkan pembelaannya.
Dengan gontai, Awan pun bangkit dari duduknya dan berkata, "Baik, aku akan pergi dari rumah. Tapi, kalian akan menyesalinya suatu hari nanti."
Setelah itu, Awan tidak lagi berpaling pada mereka. Ia segera kembali ke kamarnya dan mengemasi barang-barangnya.
Awan telah diusir, ia tidak akan bersikeras untuk bertahan. Meski ia akan menjadi gelandangan setelah ini, ia tidak peduli. Ia masih memiliki dua tangan dan dua kaki, Awan yakin bisa bertahan di luar sana.
Bukankah itu lebih baik? Ia tidak perlu lagi menahan hinaan dan cacian dari ibu tirinya. Pikir Awan coba menghibur dirinya sendiri.
Melihat Awan berkemas, beberapa pembantu coba menahannya dan mereka bermaksud untuk membicarakannya dengan majikan besar mereka. Siapa tahu, hati mereka akan melunak. Namun, Awan menghentikan mereka. Ia sadar, semua itu akan percuma. Jadi, Awan menghentikan para pembantunya agar tidak melakukan sesuatu yang sia-sia.
Ketika Awan melangkah keluar rumah, Clara yang sebelumnya sibuk belajar di dalam kamarnya, tidak tahu situasi yang sedang terjadi.
Clara sangat terkejut, begitu turun dan sudah melihat Awan sudah membawa sebuah tas besar seperti orang yang akan pergi jauh sedang membuka pintu dan bersiap pergi.
"Kak, kak Awan mau ke mana?"
Clara coba menghentikan Awan, karena mengira jika Awan mau kabur dari rumah dan tidak tahan karena perlakuan mamanya yang sudah sangat keterlaluan.
Di rumah ini, selain pembantu, Clara adalah orang yang peduli padanya. Karena itu, Awan hanya berbicara singkat padanya, "Clara, aku pergi. Mungkin, aku tidak akan kembali. Kamu jaga diri, ya!"
Mungkin, ini adalah kalimat terpanjang yang pernah diucapkan Awan pada Clara. Selama ini, hanya Clara yang lebih banyak bicara padanya. Sementara Awan, hanya membalas sepatah dua patah kata. Semua itu dilakukan Awan, untuk menghargai kebaikan Clara pada dirinya selama ini.
Setelah itu, Awan segera berbalik dan tidak lagi memperhatikan Clara yang masih berusaha menahannya. Awan bahkan mendengar tangisan Clara yang coba untuk menahannya. Tapi, ia sudah membulatkan tekadnya, bahwa ia harus pergi dari sana.
Awan masih terlalu polos, ia berpikir, jika ia tidak memberi izin, maka rumah ini tidak akan bisa dijual. Siapa sangka, jika ayah dan ibu tirinya sudah memiliki rencana lain untuk menjual rumah ini di belakangnya.
Bahkan, ketika Clara yang sedang meraung karena kepergiannya berbalik masuk ke dalam rumah. Mungkin untuk meminta ayah dan ibunya untuk menahan kepergian Awan, Awan sama sekali tidak peduli.
Awan sudah melangkah semakin jauh meninggalkan rumah tanpa tujuan.
"Kakak, apa kali ini kita benar-benar akan berpetualang?" "Kenapa? Kamu sepertinya senang sekali berpetualang dan meninggalkan rumah itu? Apa kamu tidak suka tinggal di sana?" "Tentu saja! Kita bisa melihat dunia lebih luas dan mencoba banyak tantangan seru kalau di luar." "Bukan rumahnya, tapi wanita sadis itu. Dia suka sekali menindasmu, aku tidak suka! Jika kamu tidak melarangku, aku sudah memakannya dari jauh-jauh hari." "Hehehe, aku suka kalau kamu melakukannya. Tapi, tidak usah! Hanya akan menambah bebanku saja." Entah sudah berapa lama Awan bertukar cerita dengan seorang anak cewek berusia sebelas tahun. Keduanya begitu asik mengobrol di jalanan yang cukup sepi. Saat itu, sudah pukul dua belas tengah malam dan jalan yang mereka lewati relatif lebih sepi. Sehingga, tidak ada yang memperhatikan keduanya. Jika pun ada, orang-orang hanya akan melihat seorang cowok remaja yang membawa sebuah tas ransel besar sedang berbicara seorang diri. Saat ini, Awan masih belum mengetahui
"Jika kamu bersedia bergabung dengan Sky Light, kamu akan mendapatkan gaji tahunan sebesar seratus milyar. Belum termasuk bonus kinerja dan asuransi. Jika ditotal, penghasilan bersihmu dalam setahun bisa mencapai dua ratus milyar rupiah lebih.""Bagaimana?"Saat mengucapkan penawaran itu, ekspresi Florensia terlihat begitu yakin bahwa remaja seperti Awan tidak mungkin bisa menolaknya.Lagian, ini jaman apa? Uang hampir dapat mengendalikan segalanya. Penawaran yang diberikan Sky Light pada Awan, sebenarnya sangat tinggi. Seorang ahli IT profesional di Microsoft saja, belum tentu bisa mendapatkan gaji sebesar ini. Tapi, mereka tidak membuat penawaran yang sia-sia.Perusahaan raksasa sebesar Sky Light begitu menghargai bakat dan kemampuan. Awan termasuk bakat langka yang jarang ada. Dengan usianya yang masih remaja, bisa menembus sistem keamanan Sky Light yang sangat kuat merupakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh jeniusnya dari jenius. Semua ahli di Sky Light rata-rata adalah j
Jika dibandingkan dengan siswa jurusan IPA, populasi cewek-cewek cantik di jurusan IPS relatif lebih sedikit. Itu karena cewek-cewek di jurusan IPA terkenal akan kepintarannya dan mereka yang memilih jurusan tersebut, biasanya adalah anak-anak pilihan.Sehingga wajar, begitu seorang cewek cantik berjalan masuk ke salah satu kelas jurusan IPS, kehadirannya langsung menarik perhatian. Terutama dari anak-anak cowok. Tidak sedikit yang coba mendekatinya dan mengajaknya berkenalan. Syukur-syukur bisa menjadikannya pacar.Namun, semua itu hanya harapan semu dan bayangan liar mereka semata. Kenyataannya, cewek cantik berwajah imut tersebut, tidak sedikitpun melirik ke arah mereka. Tujuannya datang ke kelas IPS hari itu cuma satu, mencari keberadaan Awan.Cewek tersebut tidak lain adalah Clara, saudara tiri Awan.Clara yang sedang mencari keberadaan Awan, langsung menghampiri si kembar Kirana dan Karina dan bertanya langsung tanpa basa-basi, "Kak, apa kalian tahu di mana kak Awan saat ini?"
Ini adalah hari ketiga Awan pergi dari rumah dan mendapat rejeki nomplok satu triliyun dari Florensia. Sebenarnya, ia bisa saja berfoya-foya dengan membeli rumah mewah ataupun kendaraan megah edisi terbaru dan berlagak layaknya anak-anak orang kaya. Toh, itu tidak akan berpengaruh banyak terhadap saldo rekeningnya.Hanya saja, mendiang ibunya selalu mendidik Awan untuk bijak mengatur keuangannya.Entah saat menasehatkan itu, ibunya sudah berfirasat akan meninggalkan Awan untuk selamanya, sehingga ia ingin anaknya bisa berhemat dan merencanakan masa depannya dengan hati-hati. Karena tidak lama setelah itu, ibunya mengalami kecelakaan tragis dan pergi untuk selamanya.Karena teringat dengan nasehat ibunya tersebut, Awan berencana menggunakan uangnya untuk investasi.Pertama-tama, ia memikirkan untuk membeli sebuah ruko yang nantinya akan ia gunakan sebagai kantor dan juga tempat tinggal sementara. Di samping itu, Awan juga membutuhkan perangkat komputer super canggih untuk menunjang pe
Nadya Wongso yang sedang terbaring di atas ranjang, perlahan membuka matanya. Ini adalah kali pertama ia minum-minum. Meski hanya dua gelas, sudah membuatnya mabuk."Eh, di mana ini?"Nadya melihat sekeliling, lalu memijat keningnya dan mulai berusaha mengingat apa yang terjadi.Dia minum banyak alkohol di bar, kemudian dia lupa apa yang terjadi setelahnya dan tahu-tahu, sekarang ia sudah berada di dalam kamar hotel.Ekspresi Nadya seketika menegang, apakah dia telah dinodai oleh seseorang?Dia segera membuka selimut untuk memastikan dan menemukan bahwa pakaiannya hilang. Hanya satu set pakaian dalam yang tersisa.Segera setelah merasakan bagian intimnya, muncul perasaan aneh.Nadya benar-benar panik, mungkinkah ia telah kehilangan kesuciannya yang telah ia jaga selama dua puluh satu tahun hanya karena sekali mabuk?Nadya melompat dari atas ranjang dan melihat memang ada noda warna merah yang menyilaukan di atas sep
"Kemarilah!""Apa yang kamu inginkan?" Tanya Awan waspada.Ia khawatir, jika Nadya masih menyimpan dendam padanya dan kembali menyerangnya. Melihat kenekatanya terakhir, Awan tidak ragu jika wanita ini akan membunuhnya jika sampai ia lengah.Awan sudah mengganti baju dan memandang Nadya dengan waspada.Sayangnya, Awan berpikir terlalu jauh. Nadya awalnya berniat memita maaf pada Awan. Namun, melihat tatapan penuh waspada Awan terhadap dirinya, dia tiba-tiba menjadi kesal, "Apa maksudmu? Apa kamu pikir aku akan menodaimu?"Bukankah terbalik? Seharusnya wanita yang lebih waspada saat berduaan dengan lawan jenis yang bukan keluarganya dalam kamar hotel seperti ini? Sekarang kesannya, kenapa malah dia yang jadi penjahatnya?"Mungkin saja. Kamu kan sudah melihat tubuhku?""Kamu..."Entah darimana kepercayaan diri bocah ini berasal. Karena itu, ia berkata dengan kesal dan nada memerintah, "Sekarang, kamu pergi keluar dan belika
Mata Awan seketika terbelalak tidak percaya. Apa yang salah dengan wanita di depannya ini?"Ini bukan kompensasi. Tapi, kamu sengaja memanfaatkanku, 'kan?"Konyol, dia bahkan belum sampai tujuh belas tahun. Sementara wanita di depannya itu berusia 21 tahun. Kalaupun mencari pacar, Awan tidak mungkin memacari wanita yang lebih tua lima tahun darinya."Apa maksudmu? Apa aku tidak pantas untukmu?" Balas Nadya membelalakan matanya.Nadya merasa sangat kesal. Di luar sana, banyak pria yang berbondong-bondong mengejar cintanya dan berharap bisa menjadi pasangannya. Apa maksud cowok ini? Dia malah menunjukkan kesan seolah dia sedang dimanfaatkan oleh dirinya.Melihat ekspresi Nadya, Awan tertawa getir dan berkata, "Kakak, aku yang tidak pantas untukmu. Lupakan saja masalah kompensasi. Kamu tidak perlu bertanggung jawab apapun. Lupakan saja masalah ini, oke?"Awan merasa ngeri ketika membayangkan dirinya menjadi pacar Nadya. Wanita licik seperti ini, akan sangat menyusahkan dirinya. Jadi, seb
Melihat ketidakberdayaan Nadya dan harapannya yang ingin terlepas dari perjodohan yang diatur oleh keluarganya, Awan pun tergerak untuk membantunya. "Baiklah, aku setuju! Bukankah hanya berpura-pura jadi pacar sementara, 'kan? Ini hal yang kecil, bukan apa-apa."Awan berkata sambil menepuk dadanya, "Serahkan padaku! Meski aku tidak bisa membantumu untuk memperjuangan hak waris utama keluargamu, paling tidak aku bisa membantumu untuk memutuskan pertunangan dengan pria itu."Melihat Awan telah setuju dengan senang hati, Nadya berkata dengan riang, "Oke, kita sepakat, ya! Aku akan membayarmu lima milyar di awal dan sisanya setelah semua selesai, bagaimana?"Awan tanpa ragu menggeleng, "Tidak usah, aku suka membantu orang. Tidak perlu membayarku."Jika Nadya mengatakan hal ini tiga hari yang lalu, Awan mungkin tidak akan bisa menolak tawaran ini dan menerimanya dengan senang hati. Hanya saja, dalam rekeningnya saat ini sudah ada satu triliyun yang tidak mungkin habis meski ia foya-foya d