Share

Bab 8

“Tutup mulutmu! Aku tidak pernah mengajarimu untuk menghina orang seperti itu!” Hendro bahkan sampai bangkit dari tempat duduknya sambil menggebrak meja.

“Aku bukan menghina, Kek. Memang kenyataannya seperti itu!” Ken tergagap.

“Diam kau! Aku benar-benar kawinkan kau dengan dia!” ancam Hendro naik pitam.

“Aku tidak sudi!” desis Ken dengan penekanan yang kuat.

“Kalau kau tidak mau. Kakek cabut semua fasilitas yang sudah Kakek berikan padamu. Semuanyaa!” teriak Hendro lalu kembali terjatuh menahan dadanya yang terasa sakit.

Melihat itu, Kinan langsung menghambur memburu Hendro.

“Bapak!” Kinan menahan tubuh Hendro sambil menepuk-nepuk pipinya pelan. Sementara itu Ken masih berdiri ketakutan. Hal yang dia takutkan, sekarang malah dia sendiri sebagai penyebabnya.

“Telepon Ibu!” teriak Kinan pada Ken yang masih terpaku.

“Cepat! Apa kau tuli?!” bentak Kinan lagi tanpa sungkan dan membuat Ken semakin melotot.

“Beraninya kau!” desis Ken. Namun, Kinan semakin emosi.

“Cepat anak manja! Apa kau mau kalau Kakek sampai meninggal?”

“Hei, kau ini!” Ken ingin menoyor jidat wanita di depannya, tetapi urung dilakukan karena melihat Hendro yang megap-megap seperti kehabisan udara.  

“Ibu!” Kinan juga berteriak memanggil Ningsih. Kehebohan pun terjadi. Untung saja Hendro tak harus kembali ke rumah sakit. Hanya dengan minum obat dia kembali membaik.

**

Saat ini semuanya berkumpul di kamar Hendro. Za dan Albany duduk bersisian di kursi, sementara Ningsih duduk di pinggiran kasur tepat sebelah suaminya.

Mata Albany menatap tajam pada sang putra yang lagi-lagi membuat ulah.

“Dasar anak tak tau diuntung!” desis Albany menahan amarah.

Za mengelus pelan punggung tangan sang suami. “Tenangkan dirimu, Mas. Kasian Papa,” bisiknya.

“Papa sudah putuskan, Al. Papa akan mencabut semua fasilitas yang sudah Papa berikan pada Ken,” ucap Hendro pada sang putra. Ken melotot mendengarnya.

“Dan kau, anak berandalan. Kamu tidak akan mendapat apa-apa, tanpa bekerja. Kakek akan memberikan kembali fasilitas itu, hanya jika kamu mau bekerja di perusahaan Kakek dan mau menikahi Kinan,” ucap Hendro tegas meski tubuhnya masih lemas.

“Sa-saya? Jadi yang Bapak bilang tadi itu bukan gurauan? Jangan saya, Pak. Saya tidak mau.” Kinan yang menunjuk hidungnya sendiri itu mengibas-ngibaskan tangannya.

“Heh! Siapa juga yang mau sama elu. Yang ada juga gue yang nggak mau!” sergah Ken dengan nada yang ketus.

“Tuh, Kakek bisa lihat sendiri, kan, kalau si papan gilesan ini nggak mau nikah sama aku. Udahlah, nggak usah yang aneh-aneh.”

“Apa? Papan gilesan? Enak aja! Dasar telor asin!” sentak Kinan melotot.

“Apaan telor asin?” Ken mengerutkan keningnya.

“Telor yang tatoan,” cibir Kinan sambil menjulurkan lidahnya. Ken memang memiliki tato di lengan kanannya.

“Sialan! Gue pites juga lu!” Ken mengangkat tangannya. Hendro menahan tawa, merasa dapat hiburan di tengah rasa sakitnya. Benar dugaannya, Kinan bukan perempuan lemah. Dia akan bisa menghadapi Ken yang seperti itu. Meski baru mengenal Kinan sekilas, Hendro tahu jika gadis itu memiliki hati yang lembut.

“Sudah-sudah. Ini permintaan saya sama kamu, Kinan.” Hendro menatap lembut pada gadis itu. dia lalu mengalihkan pandangan pada sang cucu. “Dan kamu, anak bandel! Ini adalah salah satu syarat kalau kamu masih mau menikmati segala fasilitas. Kalau tidak, silakan kamu keluar. Tinggalkan semua fasillitas yang sudah Kakek kasih sama kamu!” ancam Hendro. Albany mengulum senyum. Sepertinya sang ayah benar-benar serius dengan rencananya.

“Ok, fine. Aku pilih pergi dari sini dari pada harus kawin sama papan gilesan macam dia!” Ken berbalik dan beranjak pergi. Pemuda itu merasa yakin jika orangtua juga kakeknya tidak akan tega membiarkannya terlantar di jalanan.

“Mas ….” Za meminta sang suami untuk mencari cara agar Ken tidak jadi pergi.

“Tidak perlu kalian kejar anak bebal macam dia. Biarkan saja. Papa yakin dia tidak akan bertahan tanpa bantuan keuangan dari kita,” ujar hendro yakin.

Kinan merasa lega karena tak perlu menikah dengan laki-laki aneh dan arogan itu, meskipun dia tahu jika Ken adalah putra dari pemilik kebun tempat dia bekerja selama ini.

“Ken! Tinggalkan juga kunci motornya! Kakek tidak mau memberikanmu sepeser pun!” teriak Hendro dan membuat Ken menghentikan langkahnya seketika.

“Apa?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status