“Sampai berapa lama kita harus seperti ini?” bisik pelan Shino. Wanita itu sudah tidak tahan dengan posisi ini yang terlihat ambigu.
“Diamlah, jaga mulutmu untuk tidak bergerak. Berbicaralah dalam hati saja.” Mata Adam terus mengintip babi hutan itu dibalik pohon.
Shino perlahan melirik ke arah mata biru Adam, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Entah, mulai kapan ia merasa seperti ini. Sepertinya ia harus segera berobat.
“Apa warna matamu itu asli?” Shino kembali membuka mulutnya.
Kini, pria itu menjauh dari tubuh Shino. Babi hutan itu sudah pergi menjauh dari mereka, ini saatnya melanjutkan perjalanan mereka.
“Ada apa denganmu?” Adam tidak menghiraukan perkataan Shino, ia mulai mengambil langkah terlebih dulu dari Shino.
“Sepertinya memang asli,” batin Shino.
Sinar matahari mulai sedikit terlihat, mereka akhirnya menemukan jalan keluar dari hutan pinus yang sangat gelap dan suram itu, jauh dari sinar matahari. Tetapi, itu juga sedikit membuat Shino mulai kewalahan, karena ia harus cepat-cepat menghindar dari matahari.
Shino mulai menghela napas, ia sudah lelah setelah berjalan melewati hutan seluas itu.
“Kau ingin istirahat?” Adam menawarkan Shino untuk istirahat sebentar, ia membawa sedikit buah-buahan dari rumahnya.
Pria itu memang sengaja membawa makanan cadangan karena takut kelaparan di perjalanan.
“Kita tidak punya waktu, ayo cepatlah daripada aku meleleh di sini.” ujar Shino pada pria itu.
“Tapi kau terlihat kelelahan, kita mencari tempat untuk berteduh saja.” Adam kembali menawarkan Shino untuk istirahat. Tetapi, Shino kembali menolaknya dengan alasan takut terlambat.
“Bagaimana bisa wanita kurus kering ini bisa sampai di rumahku? Nyalinya patut kuakui,” batin Adam. Ia tidak habis pikir dengan semangat wanita di sampingnya ini.
Wanita dengan tubuh kurus kering tapi memiliki mulut yang cukup lihai dalam berbicara, penampilan yang mirip teroris, dan tingkah laku seperti tuan putri ini akan menjadi bosnya.
Dan Adam harus melayaninya selama satu tahun, ia harus tahan dengan segala perilakunya. Membayangkannya saja sudah membuat Adam ingin kabur.
Tapi apa boleh buat, Ada perasaan sedikit iba yang menyelimuti hatinya. Shino mengingatkan ia dengan adiknya dahulu.
“Sebentar lagi, kita naik kapal feri dan kembali ke Hong Kong terlebih dulu.” Shino mulai membuka percakapan di antara mereka berdua.
“Apa yang akan kita lakukan di Hong Kong?” tanya Adam.
“Kau tidak perlu tahu, itu urusanku. Pertama-tama yang kau lakukan nanti di Hong Kong adalah mandi.” Shino mulai mengipas wajahnya dengan kardus yang ia bawa dari rumah Adam.
Adam sedikit tersinggung dengan perkataan yang dilontarkan wanita itu, ia mengedarkan pandangannya ke samping.
“Aku tidak menyukainya.” gumamnya pelan.
“Saat pertama kali bertemu denganmu, aku berusaha menahan tanganku agar tidak menutup hidungku. Kau sendiri mana tahu, bau tubuhmu yang sudah seperti bau babi hutan.” Shino mulai tidak bisa mengontrol ucapan yang keluar dari mulutnya.
Ah, mulai lagi pertengkaran rounde kedua.
“Memangnya kau tahu, babi hutan itu baunya seperti apa?”
“Bau hutan, namanya juga babi hutan.” ucap Shino tanpa berpikir. Adam memutar bola matanya, ia mulai malas untuk berbicara dengan wanita cungkring di sampingnya ini.
Mereka mulai mendekati pantai tempat Shino pertama kali sampai di pulau ini. Tampak sebuah kapal feri sedang menunggu penumpangnya di sana. Shino tersenyum melihat kapal itu, tubuhnya mulai lelah dan ingin segera merebahkan di tempat ternyaman yang ada di kapal feri itu.
“Kau sendiri yang menyewa kapal itu?” tanya Adam pada wanita di sampingnya kini.
“Iya, tidak ada kendaraan yang bisa mengantar ke sini dengan penduduk lainnya. Kita harus mencari cara sendiri untuk sampai di sini.”
“Kau cukup berani ya, datang ke pulau ini sendirian tanpa siapapun yang menemanimu. Apalagi kau ini seorang perempuan.”
“Aku ini anggota komunitas pendaki di kotaku, dan mereka sering mengadakan acara mendaki gunung berama-ramai. Yaah, mengapa aku takut. Aku lebih takut dengan matahari daripada hantu ataupun manusia.”
Adam dibuat terpukau dengan kata-kata wanita galak di sampingnya ini, ternyata Shino tidak asal pergi ke pulau ini sendirian. Ia sudah mempersiapkan segalanya jauh sebelum hari ini terjadi.
“Ternyata ia cukup berpengalaman,” batin Adam
Mereka akhirnya sampai di kapal tersebut, Adam membantu Shino mengangkat tasnya melewati tangga.
“Nona kau hebat sekali, berhasil kembali dalam tiga hari. Seperti yang kau janjikan pada kami. Awalnya kami takut anda tidak kembali, entah dimakan binatang buas atau mati tersesat dan kelaparan.” ucap salah satu awak kapal tersebut, pria itu sudah cukup tua. Tetapi, semangatnya bekerja sebagai awak kapal masih terasa seperti anak baru.
Shino hanya tersenyum menanggapinya, ia sudah sangat lelah untuk bergerak. Kecuali untuk bernapas.
Setelah sampai di dalam, Shino segera merebahkan tubuhnya dan tertidur. Berbeda dengan Adam, saat ini ia sedang memejamkan matanya menikmati angin laut yang membelai wajahnya perlahan. Dan kapal mulai bergerak menjauh dari pulau tersebut, meninggalkan kenangan pertemuan Adam dan Shino untuk pertama kalinya.
Sekitar jam 5 sore, Shino dan Adam telah sampai di kota Hong Kong. Mereka segera turun dari kapal dan pergi menuju penginapan Shino. Adam mengikuti Shino dari belakang, sepertinya Adam akan menginap di tempat yang sama dengan Shino."Kita akan pergi ke penginapanku, aku akan memesankan kamar untukmu di hotel nanti. Jangan keluyuran, aku cukup malas membuang waktuku hanya untuk mencari orang lain." ujar wanita itu sembari tangannya melambai memanggil taksi.Adam hanya mengangguk dan ikut masuk ke dalam taksi bersama Shino. Gemerlap lampu di jalanan kota Hong Kong mulai menarik matanya, ia menikmati perjalanannya menuju hotel. Hong Kong yang dulu sangat berbeda dengan yang sekarang. Banyak gedung-gedung mewah yang menjulang tinggi dan suasana malam yang selalu padat oleh manusia. Entah karena pekerjaan atau mencari hiburan malam.Di sampingnya, wanita berparas cantik itu sudah melepaskan sebagian aksesoris pakaiannya yang menurut Adam seperti teroris. Hari s
“Hei, Adam. Ini sudah siang bangunlah,” Seorang gadis kecil dengan mata besar berwarna biru muda berbisik di sebelah Adam yang tertidur. Adam hanya menggeliat malas dan tersenyum kecil, ia mengelus ubun-ubun kepala gadis itu. Gadis kecil itu kembali mencoba untuk membangunkan Adam yang terlelap. “Bangunlah! Ini sudah siang, kau akan terlambat!” Kini, gadis itu sudah memegang sebuah pistol mainan kecil berisi air dan disemprotkan ke wajah Adam. Adam hanya tersenyum miring dan semakin enggan membuka matanya. Ia sangat mengantuk dan tubuhnya sangat lelah menghadapi celotehan wanita keras kepala bernama Shino. “Ah, iya. Siapa wanita itu?” batinnya dalam mimpi. “Hei! Bangunlah paman!” bentak Shino. Byur, Shino menyiram kepala Adam dengan segelas air, ia sudah tidak tahan dengan sikap Adam yang sama sekali tidak bergerak. Adam terkejut dan kemudian bangun dengan rambut basah kuyup, matanya masih menyipit berusaha menghindari sinar matahari yang dipantulkan dari kaca kamarnya. “Sulit
“Hai, apa kabar pa? Sudah lama ya Shino tidak berkunjung ke sini, papa rindu Shino nggak?” Shino menatap nisan bertuliskan Akari Hoshino. “Selamat pagi, om. Saya teman Ai, dia tumbuh besar dengan baik walaupun perangainya yaah seperti itu. Tapi, dia wanita yang cukup tangguh.” sahut Adam ikut menyapa ayah bosnya itu, ia tersenyum lebar. Shino berdecih pelan dan mulai mengeluarkan sebuah buket bunga krisan berwarna putih, ia letakkan di batu nisan ayahnya tersebut. Lalu, ia beralih ke makam ibunya di sebelah. “Hai ma, Shino datang. Shino lebih tinggi kan?” Xiu Juan, nama yang terukir di batu nisan milik ibu Shino. “Halo, tante. Saya Adam, sahabat baik Ai. Saya penjaga setianya, tante tenang saja, saya selalu menjaganya.” Shino hanya tersenyum kecil mendengar Adam yang terus-terusan ikut menyapa kedua orang tuanya. “Baiklah, ayo saatnya kita bekerja.” ajak Shino. Adam mengangguk dan mengikuti Shino pergi dari makam, mereka akan kembali ke Jepang. Shino mengeluarkan ponselnya dan me
“Maaf, nomor yang anda tuju tidak menjawab, silakan tinggalkan pesan suara deng--” Pak Jung menutup teleponnya, hari sudah mulai malam tetapi Shino tidak ada di rumahnya. Pak Jung akhirnya beranjak pulang dari rumah kediaman Shino. “Ayo kita kembali ke kantor saja.” perintah Pak Jung pada supirnya. Kali ini perasaannya tidak enak dan ia harus kembali ke kantor karena kebetulan pekerjaannya menumpuk. Sesampainya di perusahaan, Pak Jung berniat mengambil tas kerjanya untuk pulang ke rumah. Dia terhenti saat suara televisi di ruang kerja departemen web developer memperlihatkan sebuah berita utama malam ini. “Sopir truk akui kelelahan. Arata, sopir truk yang ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap lalai sehingga menyebabkan kecelakaan dan memakan korban luka-luka masih diperiksa intensif oleh petugas polisi setempat.” “Dia pasti akan diberi sanksi dan denda yang cukup berat, karena si korban sepertinya cukup kaya,” ucap Pak Imura dengan berdecak kesal. “Sepertinya dia dalam ke
Adam duduk di sofa ruang tengah, ia menatap kamera pengintai di meja depannya kini. Di kepalanya saat ini, bermunculan sekelebat pertanyaan tentang barang itu. Ia bingung harus bagaimana, barang bukti ini tidak mungkin langsung diberikan kepada polisi. Ia tidak percaya pada polisi, mereka terlalu bermain politik di dalamnya. “Apakah kuberikan ke Pak Jung saja?” gumamnya pelan. “Tapi, bagaimana jika ia malah memberikannya pada polisi?” sambungnya lagi. Jika saja Adam memiliki teman di sini, ia bisa saja meminta bantuan untuk mengoprek kamera ini pada orang tersebut. Tapi sayangnya ini bukan Hong Kong, ia tidak memiliki orang yang dikenal di sini. “Tidak ada pilihan lain, aku harus memberikan barang bukti ini pada Pak Jung.” Pria itu membungkus kamera pengintai itu di plastik ziplock yang ia temukan di dapur. Kemudian, pergi keluar masuk ke dalam mobil Pak Jung. Di rumah sakit, Shino sudah sadarkan diri. Ia saat ini sedang makan buah apel yang dikupas oleh Berry. Pak Jung menyalak
Seorang gadis berambut warna lilac, yang tak lain adalah Vivian masuk ke hotel bintang lima di Hong Kong tempat Shino menginap. Ia memakai dress hitam mewah selutut dengan bagian bahu sangat terbuka, memberi kesan wanita berkelas. Tak lupa, ia memakai kacamata hitam dan membawa tas kecil berwarna hitam yang sangat elegan. Ia kemudian menyewa satu kamar VVIP di hotel ini, di sepanjang jalan orang-orang terperangah ketika melihat kedatangan Vivi yang sangat cantik. Langkah kakinya rapi bak model papan atas. Mereka merasa melihat sosok malaikat yang sangat indah. Setelah masuk ke kamar yang dulunya ditempati oleh Shino, ia duduk sebentar di sofa, dihidupkannya televisi itu. “Kita mulai dari mana ya?” Gadis itu tersenyum miring, kemudian ia mengeluarkan sebuah cairan merah seperti darah. Dituangkannya cairan itu ke ranjang bersprei putih bersih itu di tengah. Tak lupa, ia juga mengeluarkan sebuah bungkus ‘pengaman’ yang sudah kosong isinya, ia letakkan di bawah meja depan sofa tersebut
“Pihak hotel tidak akan memberikan rekaman cctv mereka pada kita.” Pak Jung memijat keningnya, ia pusing setelah mendengarkan cerita yang disampaikan oleh Shino tadi.Kini, Shino kembali tertidur karena kepalanya yang tiba-tiba pusing. Adam berusaha berpikir keras untuk menyelesaikan masalah ini.“Kita tidak bisa langsung pergi ke Hong Kong hanya karena untuk mengambil rekaman cctv hari itu, di sana belum tentu mereka akan langsung memberi akses kepada kita untuk memberikan cctv itu, dan juga butuh waktu untuk mengecek satu persatu rekaman cctv tersebut.” ujar Adam.Pak Jung termenung lama mendengarkan perkataan Adam, kemudian ia berkata, “Kita harus menyuruh orang untuk melakukan hal ini.”Adam menatap lurus pria tua di depannya kini, Pak Jung kemudian mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari nama bertuliskan Vivian.“Halo, Vivi?”Di sisi lain, seorang wanita cantik berambut lilac dengan kunci
“Saya tidak mau tahu! Pokoknya saya ingin segera ditangkap dia!” kata Vivi dengan nada penuh penekanan. Saat ini, ia sedang di ruang kerja direktur hotel ini. “Tapi staf keamanan kami masih melakukan pencarian terhadap orang itu, mohon ditunggu sebentar saja.” Direktur memohon dengan wajah penuh penyesalan, karena perilaku staf tersebut membuat malu seluruh isi hotel. “Itu butuh waktu lama, saya ingin melakukannya sendiri dengan tim keamanan perusahaan saya! Cukup berikan saya akses untuk melihat cctv hotel ini!” Vivi terus mendesaknya agar permintaannya dituruti. “Sekali lagi, saya mohon maaf tidak bisa memberikan kesempatan bagi anda untuk melakukan hal ini," Direktur bersikeras untuk tidak menuruti permintaan Vivi. Lalu, apa yang harus dilakukan jika begini? Vivi tidak akan langsung menyerah begitu saja, ini misi istimewa dari kakeknya dan ia harus berhasil untuk mewujudkan mimpinya. "Baiklah, kalau itu mau anda! Saya akan bertindak sendiri! Saya akan membuat sebuah video krono