“Dom, maafkan dia–“
“Austin, cepat bawa gadis udik ini pergi dari sini!” potong Dominic sebelum Austin dapat menyelesaikan ucapannya.Pria itu bahkan sudah melonggarkan dasinya yang terasa begitu mencekik.“Hei, aku bukan gadis udik. Enak saja. Dasar pria tua!” Anna melangkah maju mendekati Dominic. Gadis itu juga menunjuk wajah Dominic dengan muka memerah.“Kau bilang apa? Pria tua?”“Anna, hentikan!” Austin menarik tangan Anna yang terus saja berjalan mendekati Dominic. Namun, gadis itu tak peduli.“Ya. Kau memang pria tua. Pantas saja kau sangat pemarah!”Dominic mengusap rambutnya dengan kasar, setelah itu dia membuka dasinya. Wajah pria itu benar-benar merah, menandakan bagaimana emosinya Dominic saat ini.“Pria tua?” Dominic menatap wajah gadis bernama Anna itu dengan teliti. “Austin, kau benar-benar membawa gadis ini kemari?”“Dom, akan kujelaskan nanti. Sekarang tenangkan dirimu.” Austin masih mencoba melerai pertengkaran Dominic dan Anna.“Dom, ayo! Semua orang sudah memerhatikan kalian.”Kali ini, Harry datang dari belakang Dominic. Pria itu menariknya dan berusaha memintanya untuk pergi dari sana.Sayangnya, Dominic sama sekali tidak peduli dengan usaha Harry untuk membawanya pergi dari tempat ini.“Austin, aku tidak tahu gadis mana lagi yang kau sewa kali ini, tapi kurasa dia benar-benar tidak tahu diri.”“Kau!” Anna menarik jas Dominic. “Beraninya kau berkata seperti itu? Kau pikir kau siapa?” tanyanya dengan wajah menantang.Namun, Dominic dengan santai melepaskan genggaman gadis itu dari pakaiannya.Barulah, pria itu sadar jika semua tatapan semua orang benar-benar teralihkan padanya,“Ck! Kau pasti akan menyesal. Ingat itu!” Dominic menunjuk wajah gadis yang berdiri di hadapannya, lalu pergi bersama Harry meninggalkan Anna masih terus berdiri menantang.“Anna, apa kau tak tahu siapa dia?” tanya Austin setelah kedua pria itu pergi.Anna sontak menggeleng. “Tidak, dan aku tidak peduli dia siapa.”“Astaga. Dia Dominic, An. Dominic Leonardo Williams.”“Lalu? Apa peduliku?”Setelah berkata demikian, Austin menggelengkan kepala tak percaya.Anna sepertinya belum tahu siapa lawannya kali ini.Jadi, ditariknya tangan gadis itu dan membawanya keluar dari dalam gedung.Jelas saja, Anna mencoba melepaskan cengkeraman tangan Austin.Menurutnya, dia tidak salah. Lantas mengapa Austin terlihat begitu panik?“Kenapa kau menarik tanganku seperti itu?” ucapnya.“Anna, kau harus meminta maaf kepada Dom!”“Tidak mau. Aku tidak peduli, biarpun dia orang kaya atau berasal dari keluarga mana pun. Aku tidak salah, Austin.” Anna tetap pada pendiriannya. Dia tidak salah dan kenapa Austin justru memintanya untuk meminta maaf. Ini tidak adil.“Duduk.” Austin menyentuh pundak Anna, dan membuat gadis itu duduk di sebuah kursi yang ada di depan gedung hotel. “Kuharap Dom mau memaafkan dan melupakan kejadian ini.”“Kenapa kau terus mengatakan hal itu. Aku tidak salah, Austin.” Anna terlihat kecewa karena Austin benar-benar pengecut. “Kau juga. Kenapa kau diam saja saat dia menghinaku tadi. Apa dia bilang tadi? Gadis mana yang kau sewa? Seharusnya kau menyangkal itu. Aku datang ke mari karena kau yang meminta,” ujar Anna tanpa henti.Austin menangkupkan kedua tangannya dengan tatapan tulus. “Ya, aku mengaku salah. Aku minta maaf. Semuanya terjadi begitu saja, dan kau sama sekali tidak memberikan aku ruang untuk berbicara tadi.”Anna memalingkan wajah dari Austin.Melihat itu, Austin tampak semakin serius. “Anna, aku benar-benar minta maaf. Aku akan mengatakan hal itu nanti kepada Dom. Sekarang mari kita urus masalahmu dulu.“An, kau tahu bukan jika dia putra sulung keluarga Williams?” tanya Austin.“Aku tahu. Kau sudah memberitahuku di dalam sana tadi.” Anna menjawab dengan suara yang masih terdengar kesal. “Lalu apa hubungannya?”“Dia temanku. Teman yang adiknya menikah hari ini, An.”Anna menatap Austin ketika mendengar hal itu, dan mencoba mencari jejak kebohongan di mata Austin, tetapi tidak ada.Seketika, Anna menyadari kecerobohannya ini.“Kau tidak perlu memikirkan bagaimana hubungan pertemanan kami setelah ini. Aku bisa mengatasinya.” Austin duduk di dekat Anna. Dia terlihat bingung untuk melanjutkan pembicaraan mereka tentang Dominic, “Tapi–”Austin menggaruk kepalanya yang terasa gatal.Dominic tidak sesulit itu dibujuk. Lagipula mereka sudah berteman lama, dan dia yakin tidak akan sulit menjelaskan ini kepada Dominic. Hanya saja, Austin merasa bimbang tentang bagaimana nasib Anna ke depannya nanti.
Dia tahu dan kenal seperti apa Dominic. Pria itu tidak mungkin bisa melepaskan Anna begitu saja, apa lagi setelah sikap menantangnya tadi.“Kenapa kau diam?” tanya Anna.“Aku pernah bercerita kepadamu, bukan? Jika Sky Crystal itu bukan milikku. Aku hanya menjalankan resort itu saja. Ya, walaupun aku punya saham yang tidak seberapa.”Anna mengangguk kecil. Namun, dia masih belum paham dengan maksud dan tujuan Austin membicarakan tempat kerjanya.“Ya, itu maksudku, An. Dom itu pemiliknya.”Mata gadis itu melotot ke arah Austin. “Astaga! Pria tua itu pemiliknya?”“Dia belum setua itu, An. Usianya baru masuk kepala empat, hanya berbeda dua tahun di atasku saja.”Anna hanya bisa mengangguk.Dalam hati, dia benar-benar panik!
Riwayatnya jelas akan tamat jika Dominic berniat memecatnya.
“Kenapa kau tidak mencegahku tadi?” Anna kini menatap Austin dengan wajah memelas.“Aku sudah mencobanya, bukan? Kau sama sekali tidak memberiku kesempatan, dan malah menyerang Dominic dengan membabi buta.”Anna menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia mengingat semua perlakuannya yang seperti preman tadi. “Bagaimana nasibku, Austin? Aku sudah memakinya di depan umum. Belum lagi aku sudah menantangnya seperti preman tadi,” lirih Anna penuh penyesalan.Persetan dengan siapa yang salah di sini, atau dengan semua kata-kata pedas yang Dominic lontarkan tadi.Dominic adalah bosnya, dan Anna benar-benar merasa tidak punya wajah lagi.Jika Dominic tahu yang sebenarnya, bagaimana nasib Anna di masa depan nanti?“Austin, kau harus menolongku.” Anna menatap Austin dengan penuh permohonan.Namun, pria itu justru menghela napas. “Untuk saat ini, mari berdoa agar dia tidak tahu jika kau koki di resortnya.”Di sisi lain, Dominic telah sampai di apartemen.
Pria itu langsung melemparkan jasnya begitu saja di atas sofa kala teringat kelakuan gadis menyebalkan yang baru saja dia temui!
Brak!Dominic bahkan membuka kulkas dengan kencang.
“Siapa nama gadis itu tadi, Harry?” tanyanya dengan wajah kesal.
“Aku lupa," jawab Harry sembari memperhatikan Dominic yang meneguk air dingin hingga kandas, “Apa kau ingin aku tanyakan pada Austin?”
Dominic tertawa hambar mendengar pertanyaan Harry. “Aku bisa cari sendiri jika aku mau.""Hanya saja, apa kau lihat aku seperti pria tua, Harry?” tanya Dominic yang memang terlalu sensitif jika membahas usia. Melihat Harry menggeleng cepat, Dominic menghembuskan napasnya dengan kasar. “Tepat sekali! Memang gadis itu yang tidak punya mata! Apa dia tidak bisa membedakan pria tua dengan pria matang?" “Ya, kau memang pria matang. Dia tidak bisa menyadari itu.” Harry tertawa dengan terpaksa. Untungnya, Dominic tidak menyadarinya. Pria itu pun meletakkan botol anggur yang dia bawa dari dapur. “Aku tidak habis pikir, di mana Austin menemukan gadis seperti itu. Kau lihat tingkahnya tadi, Harry? Dia menarik kemejaku seperti preman. Oh, Tuhan, kau harus segera menghubungi Austin dan memintanya menjauhi gadis preman itu,” ujar Dominic dengan wajah bergidik ngeri. Selain tidak memiliki penglihatan yang bagus, ternyata gadis itu juga preman. Dominic ingat bagaimana dia diperlakukan dengan kasa
“Maaf, Tuan. Tapi, saya tidak bisa,” ucap Anna pada akhirnya.Dia tidak mungkin mengundurkan diri begitu saja. Sky Crystal sudah seperti rumah bagi Anna. “Kenapa?” Dominic melipatkan kedua tangannya di depan dada. “Kau tahu 'kan Sky Crystal milikku.” “Maaf, Sir. Aku butuh pekerjaan ini.” “Kalau begitu, kau bisa mulai bekerja besok di rumahku selama satu minggu.” Dominic tersenyum miring.Anna hanya bisa menggaruk kepalanya yang terasa tidak gatal. Baru sebentar saja, ia ingin mencekik pria tua ini. Apalagi, jika harus bekerja selama satu minggu dengannya? “Baiklah. Karena 7 hari sepertinya tak cukup, aku memerintahkanmu untuk menjadi koki pribadiku selama tiga puluh hari,” ucap Dominic mendadak.“Apa?!”Dominic menahan tawa melihat kepanikan di wajah perempuan itu. Entah mengapa, sejak melihat Anna tadi, dendamnya tiba-tiba membara lagi. Dan, tiba-tiba saja ide konyol itu muncul. Rasanya tak masalah menambah waktunya untuk tinggal di Vermont bila dirinya bisa membalaskan denda
"Itu jadwalmu!" Bersamaan dengan itu, Dominic mengirimkan dokumen p*f kepada Anna."Ya, Sir," balas Anna lalu membuka pesan yang dikirim Dominic dan mulai membacanya dengan saksama. Di sana tertulis jelas semua aturan-aturan yang harus dia patuhi. Mulai dari memasak tiga kali sehari, dengan berbagai macam menu yang berbeda-beda. Apa saja yang biasanya Dominic makan atau tidak, dan kebiasaan Dominic yang sudah tercatat rapi. “Kau sudah mengerti, ‘kan?” tanya Dominic setelah melihat bagaimana ekspresi wajah Anna. Anna menghela napas dengan sedikit kasar. “Ya, aku mengerti.” “Satu lagi. Jangan memanggilku dengan panggilan Sir. Aku tidak suka.” “Lalu?” “Terserah padamu!” Anna mencoba menenangkan dirinya sendiri. Belum apa-apa Dominic sudah mulai menguji kesabarannya. “Sekarang kau ikut aku!” Dominic langsung berdiri dan berjalan meninggalkan restoran. “Kita akan ke mana, Sir? Eh, maaf, maksudku, Tuan.” Anna menggaruk kepalanya yang terasa gatal. Dia terlihat bingung. Hal itu jel
"Apa?" pekik Anna menahan kesal."Kau lebih menakutkan dibandingkan serigala liar di luar sana!" Dominic menekankan setiap kata yang diucapkan. "Kau!" Anna menjatuhkan kantung belanja, dan menunjuk wajah Dominic dengan ekspresi kesal. "Kau menyamakan aku dengan serigala liar?""Aku tidak ada mengatakan hal seperti itu," ucap Dominic. "Kau sendiri yang mengatakannya," tambahnya lagi sembari melepas mantel dan menutup pintu kabin. "Arghh!" Anna menghentakkan kaki, kesal. Dominic benar-benar kurang ajar! "Kau sudah mulai berani, ya?" tegur pria itu mendadak."Hah?""Kau lupa isi surat perjanjian kita?" tanya Dominic dengan angkuh. "Kau harus patuh padaku. Di sini aku juga tetap menggajimu. Jadi, jangan berbuat seenaknya!" Pria itu lalu berjalan meninggalkan Anna begitu saja. "Dasar brengsek!""Anna, kau memakiku lagi!" peringatnya."Aku tidak peduli!" "Baiklah." Dominic memutar tubuhnya dan menatap Anna dengan tajam. "Silakan pergi dari tempat tinggalku! Dan jangan lupa bayar dend
Sayangnya, wajah Anna justru terlihat gembira. "Wah, kau memujiku?" Melihat itu, Dominic menggeleng cepat. Pria itu segera mengalihkan tatapannya dari senyum Anna. Berbahaya! Gadis itu benar-benar berbahaya untuk Dominic. "Sudah kubilang, bukan? Kau pasti akan suka dengan masakanku." "Diam! Kau terlalu berisik." Dominic kembali ke sifat semula. "Aku sama sekali tidak memujimu. Kenapa kau berlebihan sekali?" Anna mengulum senyum mendengar perkataan Dominic. Dia tahu jika pria itu gengsi. Malu untuk mengakui kemampuan Anna. "Jangan tersenyum seperti itu!" gertak Dominic lagi. Pria itu segera menghabiskan makanannya dengan lahap. "Sekarang kau boleh pulang.""Baiklah." Anna masih menahan senyumnya, dan berjalan meninggalkan Dominic. Melihat Anna yang sudah menjauh, Dominic menghela napas dengan kasar. "Sialan! Jika seperti ini, aku tidak punya alasan untuk memecatnya nanti."Anna berhenti ketika mendengar suara lirih Dominic. Jadi, Dominic benar-benar berniat ingin memecatnya. "Ah
Suasana seketika tegang. "Bercyanda!" Austin tiba-tiba tertawa membuat kedua perempuan itu mengulas senyum. Ketiganya lantas melanjutkan pembicaraan mereka. ***"Hah..." Anna menghela napas panjang mengingat kejadian kemarin.Meski malas, dia akhirnya tetap ke tempat Dominic pagi-pagi sekali. Anna sengaja datang lebih awal untuk membuatkan sarapan, lalu setelah itu dirinya akan kembali ke restoran.Dengan kode pintu yang sudah diberikan sebelumnya, Anna pun masuk. Untuk sarapan, dia hanya akan menyiapkan roti lapis dengan secangkir kopi tanpa gula, sesuai dengan apa yang Dominic pinta. Hanya saja, ketika Anna sudah selesai dengan pekerjaannya, Dominic muncul dari luar pintu. "Kau sudah datang?" tanyanya sesekali menyeka keringat. Anna terdiam. Pria itu sepertinya habis berolahraga. Setelan training yang dikenakan sudah menjelaskan semuanya. "Iya. Aku sudah membuat sarapan juga untukmu," ucap Anna segera mengambil mantel dan ingin bergegas keluar. "Tunggu!" Dominic mencekal ta
"Apa?" Dominic cukup terkejut dengan ajakan Anna. "Kau mengajakku keluar?" Apalagi dengan nada lembut dari suaranya. "Iya. Kurasa selain lidahmu yang tidak bisa berfungsi dengan baik, telingamu juga sama!" cibir Anna. Dia sedikit menyesal sudah berbicara dengan lembut tadi. "Oh, astaga!" Dominic menunjuk wajah Anna dengan kesal. Bahkan wajahnya juga sudah memerah karena menahan marah. "Jadi, kau mau ikut tidak?""Ya, ya, baiklah jika kau memaksa!" "Aku sama sekali tidak memaksamu, Dom," ujar Anna dengan suara rendah, tetapi tegas. "Ya, terserah padamu. Ayo, cepat!" Dominic segera menutup laptop dan berjalan menuju pintu untuk mengambil mantel. "Cih, dasar! Katanya tidak mau," gerutu Anna dengan berjalan menyusul Dominic. "Cepat, atau aku akan berubah pikiran. Kapan lagi kau bisa mengajak dan berjalan-jalan dengan orang sibuk sepertiku?"Anna tertawa dengan terpaksa mendengar kesombongan Dominic yang tiada habisnya. "Dasar besar kepala!"***Anna sama sekali tidak berhenti berbi
Setelah berbincang dengan Harry tadi, Anna lebih memilih fokus untuk memasak agar semua pekerjaannya cepat selesai dan dia bisa segera pulang untuk beristirahat.Hari ini dia benar-benar lelah. Sepertinya, menghadapi Dominic akan membutuhkan tenaga ekstra. Di sisi lain, Dominic dan Harry juga terlihat tidak peduli dengan apa yang Anna lakukan. Kedua pria itu hanya duduk dengan meminum anggur untuk menghangatkan tubuh. "Tadi, mamamu menelponku." Harry tiba-tiba saja berbicara setelah mereka cukup lama diam. "Kau mengatakan jika aku bersamamu di Vermont?""Tentu saja, tidak. Aku bilang jika kita sedang berlibur ke Spanyol." Harry tertawa pelan. Dia sudah terlatih untuk berbohong kepada orang tua Dominic. "Bagus jika seperti itu.""Jadi, kau benar-benar serius akan tinggal di Vermont selama satu bulan?" tanya Harry sekali lagi. Sebenarnya dia berdoa di dalam hati agar Dominic mengubah keputusannya. Dominic tidak langsung menjawab. Pria itu justru menatap Anna yang sedang memasak di